Refleksi Akhir Tahun 2016: Indonesia Makin Terjajah, Umat Makin Sadar

[Al-Islam Edisi 837, 30 Rabiul Awal 1438 H – 30 Desember 2016 M]

Setahun telah berlalu. Ada beberapa peristiwa penting yang bisa dicatat. Ada juga beberapa pelajaran penting yang bisa diambil.

Dominasi Asing dan Penistaan Agama

Berbagai problem masih mendera negeri ini di antaranya: Pertama, dominasi asing makin menguat. Asing makin leluasa menguasai dan memiliki aset-aset di negeri ini di bidang properti, perbankan, perkebunan, pertambangan dan sektor strategis; termasuk sektor pelayanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan. Utang luar negeri juga makin besar. Padahal utang merupakan sarana efektif penjajahan asing.

Kedua, dominasi Cina juga makin menguat. Banyak produk Cina makin membanjir. Investasi dan pemberian utang dari Cina makin meningkat. Lolosnya proyek reklamasi juga patut diduga bagian dari dominasi Cina itu. Puluhan ribu tenaga kerja Cina—termasuk buruh kasar—masuk ke sini. Banyak juga yang ilegal seperti yang terungkap dalam beberapa penindakan. Padahal rakyat negeri ini masih banyak yang menganggur.

Ketiga, penistaan agama. Ini juga menjadi kasus yang sangat besar bagi umat Islam. Umat digegerkan pernyataan Ahok yang dengan lancang mengatakan jangan mau dibohongi pake surat al-Maidah 51. Kemarahan umat makin besar ketika Ahok menuduh bahwa orang yang melarang untuk memilih dia dengan menggunakan ayat tersebut sebagai orang-orang yang rasis dan pengecut. Ini jelas penghinaan kepada al-Quran, Rasulullah saw. dan para ulama. Umat Islam pun melakukan aksi di berbagai kota menuntut dia diadili.

Sebetulnya maasih banyak problem lainnya seperti LGBT yang makin berani unjuk gigi, ancaman narkoba yang makin ngeri, kekerasan terhadap anak dan wanita yang terus mencuat di sana-sini, tekanan dan beban hidup makin berat dirasakan oleh rakyat akibat penerapan neoliberalisme, dll.

 

Akar Masalah

Masalah selama 2016 sepertinya tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, bahkan lebih parah. Itu karena undang-undangnya juga sama, tidak berubah.

Dominasi asing yang makin menguat adalah konsekuensi dari sejumlah UU liberal, yang memberikan peluang dan melegalkan asing mendominasi. Dalam berbagai UU yang liberal itu dinyatakan asing boleh bergerak di bidang perbankan, memiliki properti, menggarap pertambangan, dan lainnya. Ada 35 bidang usaha yang terbuka 100% untuk asing. Asing bisa menguasai mayoritas pengelolaan tol, bandara dan pelabuhan. Mereka punya modal besar sehingga dengan mudah menguasai sektor-sektor tersebut.

Berbagai UU liberal itu bisa mucul karena demokrasi. Dalam demokrasi, UU dibuat oleh pemerintah dan parlemen. Karena sistem politik demokrasi adalah sistem politik sarat modal, lahirlah UU yang menguntungkan sponsor pemodal. Mereka adalah para kapitalis. Mereka notabene banyak dari kalangan taipan Cina. Tak sedikit pula kapitalis yang berafiliasi ke negara-negara asing penjajah. Terjadilah undang-undang liberal yang melempangkan jalan bagi neoimperialisme.

Demikian pula penyebab keterpilihan orang kafir sebagai pemimpin; karena undang-undang produk demokrasi membolehkan itu.

Penistaan agama juga terus berulang karena UU yang tidak tegas terhadap pelakunya. Apalagi pelakunya memiliki kekuasaan seperti Ahok. Ini menunjukkan demokrasi dan sistem liberalisme membuat semua masalah itu terus berulang dari tahun ke tahun.

Selain sistem, faktor penguasa makin memperparah keadaan. Mereka lebih banyak melayani kepentingan kapitalis dan asing daripada melayani rakyat sendiri.

Catatan Positif

Meski terjadi berbagai kejadian negatif, sepanjang tahun 2016 juga terjadi beberapa hal positif: Pertama, kesadaran politik umat meningkat. Hal itu dibuktikan dengan sambutan dan dukungan umat terhadap seruan opini keharaman pemimpin kafir. Umat kini tidak menganggap Islam hanyalah ajaran ritual, tetapi juga mengatur pemerintahan. Setidaknya dalam hal pemerintahan, kini umat sudah mulai paham bahwa Muslim menjadi syarat wajib bagi pemimpin.

Kedua, umat Islam bangkit ketika Islam ini dihina. Ketika Ahok melakukan penistaan terhadap Surat al-Maidah ayat 51, umat Islam bangkit melakukan aksi besar-besaran di berbagai daerah. Tuntutan mereka sama: tangkap dan hukum penista al-Quran!

Tentu gelombang besar demonstransi menuntut Ahok dihukum erat kaitannya dengan keberhasilan kampanye keharaman pemimpin kafir. Hizbut Tahrir Indonesia termasuk salah satu yang gencar menyerukan hal itu. Kesadaran umat tentang keharaman pemimpin kafir yang makin meluas membuat Ahok yang kafir khawatir tidak terpilih. Sepengetahuan dia, ayat yang dijadikan sebagai dasarnya adalah QS al-Maidah 51. Karena itu, beberapa kali dia menyebut ayat tersebut dan menjelaskan bahwa ayat ini tidak melarang umat Islam mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Lalu di Kepulauan Seribu dia mengatakan bahwa jangan mau dibohongin pakai ayat tersebut.

Karena umat paham bahwa pemimpin kafir haram, maka ketika ada orang yang menghina salah satu ayat yang menjadi dasarnya, umat pun marah dan bangkit melakukan perlawanan. Andai umat tidak memiliki pemahaman tersebut, maka ketika Ahok menghina Al-Maidah 51, bisa jadi tingkat kemarahannya tidak akan sebesar seperti sekarang.

Ketiga, benih-benih persatuan umat Islam makin kuat. Indikasinya, pada Aksi 212 dan aksi-aksi sebelumnya, baik di Jakarta maupun di berbagai daerah, umat Islam turun bersama-sama. Tuntutan mereka sama. Itu artinya, propaganda yang selama ini menyatakan umat Islam tidak bisa bersatu itu terbantahkan. Mitos bahwa umat Islam tidak bisa bersatu bisa diruntuhkan.

Keempat, umat Islam juga makin sadar siapa musuh-musuh mereka. Oleh karena itu, ketika ada stasiun televisi yang tidak objektif bahkan memberitakan negatif aksi-aksi umat Islam, umat marah. Wartawannya diusir ketika meliput aksi dan menggema seruan boikot terhadap stasiun TV tersebut.

Ketika manajemen satu merk roti mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak terlibat dalam Aksi 212 dan seolah menganggap aksi tersebut memecah-belah dan menolak kebhinekaan, umat juga marah bahkan memboikot roti tersebut. Akibatnya, omsetnya menurun drastis.

Itu artinya umat Islam makin sadar. Karena itu tidak boleh ada seorang pun, institusi dan penguasa mana pun yang boleh melukai umat Islam. Kesadaran ini penting!

 

Kondisi Dunia Islam

Dunia Islam sampai sekarang belum banyak berubah. Masih buram, suram dan menyedihkan. Itulah yang terjadi di negeri-negeri Islam. Apalagi negeri-negeri yang dijajah oleh negara-negara kafir penjajah. Penjajahan berubah seperti pada masa sebelumnya. Kembali dalam bentuk militer. Kalau dulu mereka merevisi penjajahannya dengan bentuk utang, bantuan dan dominasi politik; sekarang kembali menjadi penjajahan fisik dan militer. Sekarang Amerika langsung menyerang Irak, Afganistan dan Libya. Rusia juga menyerang Aleppo dan Suriah secara umum.

Aleppo ini tidak bisa dilepaskan dengan Revolusi Arab Spring yang terjadi di berbagai negara di Timur Tengah. Ketika revolusi di Tunisia, Mesir dan Libya, Amerika berhasil membelokan revolusi mereka seperti yang dimaui penjajah; tetapi tidak di Suriah. Kaum Muslim di sana bukan hanya menginginkan pergantian rezim brutal Bashar Assad, tetapi juga menginginkan pergantian sistem. Sistem yang dimaksud tidak lain adalah Khilafah.

 

Pelajaran Penting

Dari semua yang terjadi di negeri ini dan negeri Islam lainnya, dapat diambil beberapa pelajaran penting. Pertama: akar masalah yang terjadi di Indonesia adalah penerapan demokrasi dan liberalisme. Sistem tersebut telah menciptakan berbagai perundangan yang membuka pintu bagi masuknya imperialisme selain memberikan peluang bagi keterpilihan pemimpin yang membebek kafir penjajah. Solusinya, umat Islam harus kembali pada Islam secara kâffah.

Penderitaan mereka adalah akibat mereka menggunakan sistem buatan manusia. Maka dari itu, umat Islam harus bangkit dengan memiliki kesadaran bahwa satu-satunya sistem dan hukum yang baik itu hanyalah Islam dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah. Itu hanya ditegakkan dengan Khilafah.

Kedua: Umat harus bersatu dan menjadikan akidah sebagai pengikatnya. Ketika ini dilakukan, maka umat ini akan kuat. Ingat, Ahok bisa dibawa ke pengadilan karena umat Islam bersatu melakukan aksi. Jika tidak, kemungkinan besar Ahok tidak akan diadili. Bahkan bisa melenggang menjadi gubernur dengan mulus.

Demikian juga, mengapa umat Islam di Aleppo dapat dibantai sedemikian rupa; Afganistan dihancurkan dan Irak dikuasai Amerika; Palestina tanahnya dirampas dan dikangkangi Israel. Itu semua disebabkan umat Islam tidak bersatu.

Ketiga: Mereka harus mengenal siapa musuhnya. Musuh mereka tidak lain adalah negara-negara kafir penjajah. Mereka tidak henti-hentinya melakukan berbagai konspirasi untuk menghancurkan dan memusuhi Islam beserta umatnya. Mereka adalah musuh dan harus diperlakukan sebagai musuh. Jangan sampai umat Islam menjadikan mereka sebagai teman dan sahabat, apalagi pemimpin. Sungguh sebuah kesalahan besar kalau umat Islam tidak menganggap mereka sebagai musuh.

Musuh lainnya adalah para penguasa yang menjadi antek-antek kafir penjajah. Mereka bukan menjalankan agenda Islam dan kepentingan umat Islam, tetapi menjalankan kepentingan kafir penjajah.

Tentu kita sangat berharap kesadaran umat makin meningkat. Jika sekarang umat bisa bangkit, marah dan bersatu menuntut penista al-Quran untuk dihukum, ke depan tentu umat Islam bisa bersatu untuk memperjuangkan tegaknya seluruh isi al-Quran.

Perlu diingat, merendahkan al-Quran itu bisa dalam dua bentuk, yakni ucapan perbuatan. Jika ada orang mengatakan, “Ayat-ayat konstitusi lebih tinggi daripada ayat suci,” ini adalah ucapan yang merendahkan ayat suci. Itu adalah merendahkan ayat suci dalam bentuk ucapan. Jika ada orang mengatakan demikian, kita akan marah.

Adapun dalam bentuk perbuatan, itu dilakukan ketika dalam praktiknya dia menjadikan ayat suci di bawah ayat konstitusi. Bukankah ini perbuatan yang memperlakukan ayat suci lebih lebih rendah daripada ayat konstitusi? Mungkin dia tidak berkata demikian, namun mempraktikkannya dalam kehidupan. Bukankah ini perbuatan yang menghina dan merendahkan al-Quran?

Inilah yang dipraktikkan dalam sistem demokrasi. Dalam demokrasi, al-Quran bukan hanya diletakkan di bawah ayat konstitusi, namun sama sekali tidak dianggap. Buktinya, di manakah al-Quran berada dalam struktur undang-undang yang ada? Ini jelas merupakan penghinaan dan pelecehan terhadap al-Quran.

Inilah kesadaran yang harus dimiliki umat. Jika kesadaran ini terjadi pada umat, insya Allah tegaknya syariah dan Khilafah semakin dekat. Sebab, semua isi al-Quran hanya bisa diterapkan dengan tegaknya Khilah. Ketika umat bersatu menginginkan Khilafah, siapa yang bisa membendungnya? WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*