Oleh: Hadi Sasongko (Analis di PKDA)
“Melalui penerapan demokratis kapitalisme, pemerintah bertanggung jawab atas krisis listrik. Sistem kapitalisme menjamin kelompok kecil yang terdiri dari para kapitalis lokal dan asing melalui privatisasi dan mengamankan pemanfaatan penuh mereka terhadap sumber-sumber energi. Sementara masyarakat umumnya berada dalam kesulitan. Dan Islam akan menghancurkan ekonomi kapitalis dan menggantinya dengan sistem ekonomi Islam.” Umar Syarifudin, Direktur Pusat Kajian Data dan Analisis (PKDA).
Lagi-lagi rakyat korban kebijakan para penguasa negeri ini yakni dengan menaikkan Tarif Dasar Listrik yang bekapasitas 900 VA. Adapun dalihnya masih tetap menggunakan lagu lama, APBN Negara yang membengkak karena harus mensubsidi karena seiring dengan kebutuhan rakyat yang juga semakin meningkat, nilai tukar rupiah yang melemah, biaya produksi yang tinggi dan lain sebagainya.
Listrik yang dibutuhkan masyarakat, bukan hanya masyarakat industri tetapi juga oleh semua masyarakat pengguna energi. Hal tersebut disebabkan energy listrik dapat dikatagorikan sebagai energi bersih yang tidak berdampak negative terhadap lingkungan. Energi listrik juga mudah dimanfaatkan, Listrik yang seharusnya menjadikan rakyat hidup sejahtera justru malah racun yang mematikan. Setiap ada kenaikan tarif seperti listrik, beban ekonomi rumah tangga masyarakat rendah akan meningkat dan berefek pada daya beli yang semakin rendah pula. Jadi semakin tinggi tekanan yang diterima kelompok (masyarakat) bawah, pasti akan berpengaruh pada gini ratio. Karena bagaimanapun beban ekonomi rumah tangga akan meningkat.
Kepala satuan komunikasi korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, kenaikan tarif dasar listrik tersebut merupakan kebijakan pemerintah memberikan subsidi secara tepat sasaran. “Mulai 1 Januari 2017, pelanggan listrik rumah tangga mampu berdaya 900 VA dikenakan kenaikan tarif secara bertahap”, kata beliau (2/1/’17). Dengan scenario tarif yang akan diberlakukan kepada pelanggan yang notabene adalah rakyat sebagai berikut bahwa rumah tangga mampu 900 VA akan mengalami kenaikan dari Rp 605 menjadi Rp 791 per 1 Januari 2017 (harga tersebut per kWH), Rp 1.034 (per kWH) mulai 1 maret 2017 dan Rp. 1.352 (per kWH) per 1 mei 2017.
Lalu, mulai 1 Juli 2017 pelanggan rumah tangga mampu 900 VA itu akan dikenakan penyesuaian tarif otomatis setiap bulan setiap bulan seperti 12 golongan tarif nonsubsidi lainnya. Ini sangat memperhatikan bahkan ditahun sebelumnya yakni tahun 2016 saja tarif dasar listrik juga mengalami kenaikan dengan dalih pencabutan subsidi. Karena pemerintah mencabut subsidi sebesar 23 juta pelanggan PLN yang diniliai tidak berhak menerima subsidi karena bukan keluarga miskin. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman said mengatakan, pencabutan subsidi 23 juta pelanggan listrik kelompok rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA tersebut. (jpnn.com).
Berdasar standar BPS (maret 2007), kategori miskin diantaranya orang dengan pengahasilan dibawah Rp 167.000,-/bulan/orang atau Rp. 5.500,- /hari/orang. Dengan standar BPS, angka kemiskinan saat ini hanya sekitar 13 persen atau sekitar 30 juta orang. Tetapi jika menggunakan ukuran World Bank angka kemiskinan di Indonesia bisa diatas 43 persen dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia, kira-kira mendekati 100 juta jiwa.
Alasan yang kerap dikemukakan pemerintah untuk menjustiifikasi kenaikan harga listrik adalah selama ini subsidi listrik tidak tepat sasaran dimana kebanyakan penggunanya adalah orang yang kaya. Hal ini tentu saja tidak sepenuhnya benar. Sebab selama ini sebagian besar subsidi masih dinikmati oleh kelompok rumah tangga kecil dan menengah. Alasan lain yang juga digunakan pemerintah untuk menaikkan harga listrik adalah harga jual listrik PLN kepada konsumen lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN. Memang kenyataannya harga listrik Indonesia sedikit lebih tinggi dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sungguh ini adalah kado pait, yang seharusnya rakyat menjadi lebih baik tetapi yang terjadi adalah sebailiknya. Hal ini tidak akan terjadi dalam islam karena islam mempunyai mekanisme yang dimana salah satunya adalah menjamin distribusi secara merata dengan mengatur masalah kepemilikan. Dalam Islam, barang-barang yang menjadi kebutuhan umum seperti BBM, lisrik, air dan lainnya sesungguhnya adalah milik rakyat yang harus dikelola Negara untuk kesejahteraan rakyat. Penetapan harga barang tersebut, karena semua itu milik rakyat, mestinya didasarkan pada biaya produksi, bukan didasarkan pada harga pasar. Kebijakan ini seperti ini dipercaya akan menjauhkan monopoli oelh swasta dan gejolak harga yang disebabkan oleh perubahan harga pasar, seperti yang sekarang terjadi pada minyak bumi, yang pada akhirnya membuat barang barang-barang public akan sangat murah dan senantiasa stabil. Karena itu, sudah saatnya pemerintah menghentikan privatisasi barang-barang milik umum itu dan mencabut semua undang-undang yang melegalkan penjarahan sumber daya alam (SDA) oleh pihak asing. Lebih dari itu, sudah saatnya negeri ini diatur oleh syariah Islam. Karena hanya dengan syariah islam semua problematika rakyat baik ekonomi, pendidikan, kesehatan bahkan tarif listrik dapat terselesaikan. Disamping solusi, penerapan syariah islam merupakan wujud ketakwaan umat kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah janjikan :
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebebkan perbuatan mereka ” (TQS. Al-A’raf[7]:96)[]