Meski rilis yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan menurun, namun pemerintah tetap dinilai semakin lambat dalam mengentaskan kemisikan.
“Tingkat penurunan kemiskinan berjalan semakin lambat dibandingkan periode sebelumnya, terutama sebelum krisis ekonomi tahun 1997,” ujar peneliti senior Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Muhammad Ishak kepada mediaumat.com, Jum’at (6/01/2017).
Pada tahun 2011, misalnya, jumlah penduduk miskin mencapai 30,01 juta orang. Sedangkan rilis BPS terbaru (3/1/2017) menyebutkan tingkat kemiskinan nasional pada September tahun 2016 mencapai 27,76 juta orang atau 10,7 persen dari jumlah penduduk. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 28,5 juta atau 11,3 persen dari total populasi.
Dengan demikian, penduduk miskin dalam lima tahun terakhir, hanya turun 2,5 juta orang. Padahal, anggaran APBN yang secara khusus ditujukan untuk penanggulan kemiskinan sejak tahun 2011 hingga tahun 2016 mencapai Rp 842 triliun.
“Ini berarti dibutuhkan Rp 374 juta untuk mengentaskan satu orang miskin. Ini menunjukkan bahwa program-program penanggulan kemiskinan yang selama ini dijalankan pemerintah semakin tidak efektif,” ungkapnya.
Di samping itu, Ishak pun menyatakan tren tingkat kesenjangan ekonomi justru melebar. Jika pada tahun 2000, gini ratio masih 0,30, maka pada tahun 2016 angkanya mencapai 0,40.
“Ini menjadi indikasi bahwa kebijakan ekonomi selama ini lebih banyak berpihak kepada kelas menengah atas,” pungkasnya.
Dengan demikian, Ishak pun menyimpulkan kebijakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dinilai gagal.
“Kebijakan ekonomi neo liberal yang selama ini dianut pemerintah gagal dalam menciptakan kesejahtereaan dan keadilan bagi rakyat secara menyeluruh,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo