Kesepakatan nuklir Iran, suatu prestasi yang luar biasa, dan pembukaan hubungan diplomatik dengan Kuba sayangnya adalah suatu peristiwa yang berdiri sendiri karena Presiden Obama menggunakan diplomasi permusuhan dengan sukses.
Ketika Obama menjadi calon presiden, dia berjanji untuk mengakhiri perang yang dilakukan George W Bush, dan ketika sudah menjabat dalam dua periode dia telah berperang lebih lama daripada presiden manapun dalam sejarah AS.
Presiden Obama tidak mengurangi jumlah tentara AS yang berperang di Afghanistan dan Irak, tetapi secara dramatis memperluas perang udara di negara itu dan menggunakan pasukan operasi khusus di seluruh dunia.
Saat melihat kembali warisan Presiden Obama, Dewan Hubungan Luar Negeri Micah Zenko menambahkan data dari departemen pertahanan mengenai serangan udara dan membuat penyataan mengejutkan: hanya pada tahun 2016, pemerintahan Obama telah menjatuhkan setidaknya 26.171 bom.
Ini berarti bahwa setiap hari pada tahun lalu, militer AS menyerang kombatan atau warga sipil di luar negeri dengan 72 bom; itu berarti tiga bom setiap jam, 24 jam sehari.
Sementara itu sebagian besar serangan udara ini dilakukan di Suriah dan Irak, bom AS juga menghujani penduduk di Afghanistan, Libya, Yaman, Somalia dan Pakistan. Itu adalah tujuh negara mayoritas Muslim.
Salah satu teknik pengeboman yang diandalkan Presiden Obama adalah serangan dengan drone.
Obama secara resmi telah melakukan 10 kali serangan drone lebih banyak dibandingkan yang dilakukan George W Bush, dan secara otomatis menganggap semua laki-laki usia militer di wilayah itu sebagai kombatan, sehingga menjadikan mereka sebagai permainan untuk dibunuh bunuh dengan dikendalikan remote.
Presiden Obama telah menyatakan bahwa petualangan militer luar negeri-adalah legal di bawah otorisasi pada tahun 2001 dan 2003 untuk penggunaan kekuatan militer yang disahkan oleh Kongres untuk memburu al-Qaida.
Bangunan hukum pemerintahan Obama telah didirikan untuk membenarkan intervensi, terutama pembunuhan dengan drone di luar hukum tanpa ada pembatasan geografis, dan sekarang akan ditransfer ke tangan Donald Trump, orang yang tidak punya pendirian.
Apa yang pemerintah AS harus tunjukkan selama delapan tahun bertempur di banyak bidang? Terorisme telah menyebar, tidak ada perang yang telah “dimenangkan” dan Timur Tengah menjadi lebih kacau dan perpecahan daripada saat calon presiden Barack Obama menyatakan penentangannya terhadap invasi ke Irak.
Saat dituntut menyampaikan informasi tentang kematian warga sipil dalam serangan pesawat drone, pada bulan Juli 2016 pemerintah AS mengklaim tentang pembunuhan itu dengan mengatakan paling banyak 116 warga sipil di Pakistan, Yaman, Somalia dan Libya antara tahun 2009 dan 2015. Jurnalis dan pembela hak asasi manusia mengatakan bahwa angka itu sangat rendah dan tidak diverifikasi, mengingat bahwa tidak ada nama, tanggal, lokasi atau detail lainnya yang disebutkan. Biro Jurnalisme Investigasi yang berbasis di London telah melacak serangan drone selama bertahun-tahun, dan mengatakan bahwa angka yang benar adalah enam kali lebih tinggi.
Mengingat bahwa drone hanya sebagian kecil dari amunisi yang dipakai dalam delapan tahun terakhir, jumlah warga sipil yang tewas oleh bom Obama bisa mencapai ribuan orang.
Pada bulan Mei 2013, saya menginterupsi Presiden Obama saat menyampaikan pidato tentang kebijakan luar negeri di Universitas Pertahanan Nasional.
Saat saya berbicara atas nama keluarga yang berduka dan kerugian yang tidak pernah diakui oleh pemerintah AS, saya meminta Presiden Obama untuk meminta maaf kepada mereka.
Tapi dia tidak pernah melakukannya. (rz/theguardian, 9/1/2017)