Urgensitas Koreksi Total Cara Berfikir
Oleh: Rini Syafri (Ketua Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indoesia)
Pendahuluan
Pemerintah regulator,[1],[2],[3],[4],[5],[6],[7] bukan operator, pentingnya kemitraan-swasta[8] dan kehadiran investor,[9] reformasi birokrasi[10],[11] dan good governance[12] adalah ungkapan-ungkapan yang semakin sering diperdengarkan akhir-akhir ini khususnya oleh elit penguasa, pejabat maupun aparat pemerintah. Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan telah menjadi mindset/cara berfikir dan berperasaan pemerintah. Adakah yang salah dengan cara fikir ini, apa sebab harus dikoreksi total? Mengapa hanya dengan konsep Islam, mindset Islam pemerintah visioner, bertanggungjawab dan menyejahterakan masyarakat dapat terwujud? Mengapa kehadiran sistem kehidupan Islam, khilafah Islam menjadi begitu penting?
Bahaya Cara Berfikir Neolib
Mindset (cara berfikir) neoliberal, entreprenuer government (pemerintah wirausaha), yang diadopsi pemerintah dalam pengelolaan pemenuhan hajat hidup masyarakat semakin memperburuk kehidupan bernegara hari ini. Karena konsep yang diaruskan secara global oleh negara kafir penjajah AS,[13] ini tidak saja mengakibatkan pemerintah kehilangan visi dan perannya sebagai pilar utama bagi kesejahteraan dan kemuliaan hidup jutaan keluarga, namun juga membenarkan kelalaian pemerintah dalam menjalankan tanggungjawabnya. Baik sebagai raa’in (penanggungjawab urusan rakyat) maupun sebagai junnah (pelindung masyarakat dari berbagai agenda penjajahan).
Pemerintahpun beralih peran menjadi pedagang. Hak hidup, kehidupan dan hajat hidup rakyatnya sendiri dikomersialkan. Mulai dari pangan, air bersih, dan perumahan, hingga kesehatan, pendidikan, listrik, migas dan transportasi publik. Harganya terus melangit, disamping sulit diakses dan belum tentu berkualitas. Ketahanan jutaan keluargapun menjadi taruhannya. Sementara pemerintah dan negara menjadi begitu lemah di hadapan korporasi dan negara kafir penjajah. Akibatnya sungguh fatal, kezaliman kian meluas dan kesengsaraan masyarakat makin dalam sebagamana yang kita saksikan bersama.
ReGom & Mindset Pemerintah.
Sejauh mana konsep batil reinventing government (ReGom) diadopsi adalah penentu kompeten tidaknya seseorang menjadi elit penguasa, pejabat pemerintah dan aparatur negara hari ini.[14] Karenanya konten ReGom, materi pelayanan prima, salah satu poin penting bahasan diklat (pendidikan dan latihan) pejabat pemerintah. [15]
Bila dicermati logika-logika yang termuat dalam konsep ReGom, tidaklah seindah yang dipromosikan Barat, bahkan dapat dikatakan gagasan yang termaktub di dalamnya sungguh membahayakan peran pemerintah dan hak-hak publik. Yaitu: Pemerintah sebagai pengarah ketimbang pendayung/pelayan (Steering rather than Rowing); Pemerintah pihak yang memperdayakan ketimbang sebagai pelayanan (Empowering rather than Serving ); Pemerintah yang kompetitif (Competitive government); Pemerintah digerakkan oleh misinya sebagai pengarah bukan sebagai pelayan (Mission-Driven Government); Pemerintah Wirausaha (Enterprising Government); Community – Owned government; Otonomi daerah (Decentralization); kinerja pemerintah harus berorientasi pasar (Market oriented government). Pesan serupa juga termaktub dalam konsep good governance.[16]
Logika-logika batil ini berkelindan dengan logika sekuler lainnya yang bersumber dari konsep kehidupan sekuler kapitalistik khususnya sistem pemerintahan demokrasi, sistem ekonomi kapitalistik berikut politik ekonomi neoliberal knowledge based economy.[17] Bahkan keseluruhan atmosfir neoliberalisme dan neokolonialisme yang mendapat ruang dalam sistem kehidupan sekuler berpengaruh kuat terhadap mindset, kebijakan dan sikap politik pemerintah. Hal ini tercermin konsep-konsep yang begitu populer belakangan ini, seperti pemerintah regulator, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan pemerintah dan swasta, refomasi birokrasi, pemangkasan anggaran (subsidi).
Peran regulator harus dipisahkan dari peran operator. Sebagai regulator peran pemerintah lebih sebagai pembuat/ pemberi perizinan, pembuat standar serta aturan-aturan pengelolaan hajat hidup masyarakat yang dibiarkan dalam kekuasaan korporasi (operator). Bersamaan dengan itu institusi unit teknis fungsi negara seperti rumah sakit pemerintah, puskesmas, sekolah, universitas pemerintah dan industri-industri yang menghasilkan harta milik umum seperti migas harus dikelola di atas prinsip untuk rugi. Berkompetisi meraih keuntungan sebagaimana halnya entitas bisnis. Kinerjanya diukur dari keuntungan yang diproleh bukan pelayanan. Pemerintahpun terus memangkas pengeluaran yang dinilai tidak menghasilkan uang, termasuk subsidi. Pengeluaran harus untuk menghasilkan pemasukan, sebagaimana konsep anggaran berbasis kinerja.
Performa pemerintah sebagai pedagang tampak begitu nyata pada institusi unit teknis pelaksana fungsi negara, seperti PuskesMas, Rumah sakit, sekolah dan universitas pemerintah, di samping pada industri penghasil barang milik umum seperti air minum, listrik, dan migas. Barang dan jasa yang dihasilkan dijual kepada masyarakat. Seiring statusnya sebagai Badan Layanan Umum, Perusahaan Terbatas, Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) dan semisalnya. Hal serupa juga dapat dilihat pada transportasi publik, pangan dan perumahan.
Konsep pemberdayaan masyarakat yang dipandang sebagai wujud partisiapsi masyarakat justru mengaburkan mana yang menjadi tanggungjawab pemerintah dan mana yang menjadi hak warga negara. Bahkan terjadi pemindahan tanggungjawab pemerintah ke pundak keluarga dan masyarakat. Misalnya logika partisipasi orang tua pada konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Melalui keputusan komite sekolah orang tua murid dibebankan berbagai biaya yang semestinya menjadi beban dan tanggungjawab negara. Contoh lain adalah konsep gotong royong ala kapitalis pada program asuransi kesehatan wajib Jaminan Kesehatan Nasional. Masyarakat dipaksa menanggung beban negara atas nama saling membantu.
Reformasi birokrasi tampak jelas sebagai jalan tol agenda korporatisasi dan hegemonisasi hajat hidup publik. Seiring dengan diadopsinya konsep Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (P3s) model pengadaan dan pengelolaan hajat hidup masyarakat. Hal yang sama juga terlihat pada konsep Decentralization, otonomi pemerintahan.
Adapun penggunaan berbagai teknologi dalam bingkai konsep neoliberal tersebut hanya untuk pemassivan komersialisasi hajat hidup masyarakat, bukan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara, serta kemudahan pemerintah menjalankan apa yang menjadi tanggujawabnya yang seharusnya.
Konsep Benar Yang Wajib Diadopsi
Ada dua fungsi yang diamanahkan Allah swt kepada Negara dan Pemerintah. Pertama fungsi “raa’in”, pengurus urusan rakyat, termasuk pengurusan hajat hidupnya sesuai tuntunan As Syaari’ (pembuatan hukum, Allah swt). Ditegaskan Rasulullah saw, artinya “..Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad, Bukhari).[18]
Kedua fungsi “junnah”, pelindung sekaligus sebagai pembebas manusia dari berbagai bentuk dan agenda penjajahan. Ditegaskan Rasulullah saw, artinya, “Imam adalah perisai orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya” (HR Muslim). Apapun bentuk penjajahan telah jelas keharamannya. Allah swt menegaskan dalam QS An Nisa: 141,artinya, “..Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman”. 18
Merujuk kepada dua peran di atas dan keseluruhan sistem kehidupan Islam maka terdapat sejumlah konsep berikut yang wajib diadopsi pemerintah, antara lain adalah: Pertama, negara dan Pemerintah bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan pemenuhan hajat hidup publik. Mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan teknis;18 Kedua, anggaran bersifat mutlak, ada maupun tidak ada tersedia kekayaan Negara untuk pembelanjaan kemashlahatan publik yang ketiadaannya mengakibatkan kemudharatan wajib diadakan pemerintah;[19] Ketiga, Institusi unit teknis pelaksana fungsi negara dikelola di atas prinsip pelayanan;18,[20] Keempat, industri-industri penghasil barang milik umum, seperti migas, listrik, air bersih perpipaan merupakan milik umum, wajib mengutamakan fungsi pelayanan;20 Kelima, tidak dibenarkan pembangunan/ pengadaan/ penyelenggaraan kemashlahatan publik dalam bingkai kemitraan pemerintah swasta,KPS (Public Private Partnership, P3S);18 Keenam, tidak dibenarkan desentralisasi/ otonomi. Karena kekuasaan haruslah sentralisasi, administrasi bersifat desentralisasi;18 Ketujuh, strategi pelayanan mengacu pada 3 hal, yaitu:a. Kesederhanaan aturan; Kecepatan layanan; c. Dilakukan individu yang kompeten dan capable. Karena Rasulullah saw menegaskan, artinya,”Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal…” (HR Muslim).18
Dibutuhkan Kehadiran Khilafah
Semua logika dan konsep sohih tersebut adalah bagian integral sistem kehidupan Islam dan kebijakan Negara khilafah secara keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sehingga berbicara bagi keterwujudan mindset pemerintah yang benar mengharuskan kembali pada kehidupan Islam, khilafah rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah. Pemerintah visioner, tangguh, pilar utama ketahan keluarga niscaya terwujud. Rahasia terwujudnya kesejahteraan dan kemuliaan hidup manusia di seluruh dunia.[21]
Allahu A’lam.
[1] . http://itjen.depkes.go.id/berita/351/2016/07/30/menkes-tandatangani-nota-kesepahaman-pencegahan-tindak-pidana-korupsi-dengan-kpk?page=1. “Dengan adanya Nota Kesepahaman ini diharapkan KPK dapat mengawal Kementerian Kesehatan dalam penguatan peran sebagai regulator pelayanan kesehatan bagi masyarakat”, kata Menkes.
[2] . http://www.dikti.go.id/download-buku-panduan-seleksi-inovasi-peguruan-tinggi-di-industri-2017/. Dalam konteks itu, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus-menerus meningkatkan peran dan fungsinya sebagai regulator,..
[3] . http://data.go.id/organization/kementerian-pertanian:Kementerian Pertanian bertanggung jawab terhadap pengawasan dan regulator.
[4] . http://print.kompas.com/baca/dikbud/kebudayaan/2016/03/03/Mendikbud-Film-Mesti-Mencerahkan. Sebagai regulator, Kemendikbud …
[5] . http://ekonomi.kompas.com/read/2016/11/30/113608426/arcandra.dinilai.mampu.memudahkan.komunikasi.pertamina.dengan.regulator
[6] . http://www.pu.go.id/berita/11181/Tangani-Permukiman-Kumuh–Ditjen-Cipta-Karya-Adakan-Program-KOTAKU-di-269-Kabupaten-Kota–
[7] . http://transportasi.co/budi_karya_kemenhub_fokus_sebagai_regulator_bukan_operator_1278.htm
[8] . http://pkps.bappenas.go.id/.
[9] . http://bisnis.liputan6.com/read/2640426/kemudahan-berbisnis-naik-pemerintah-pamer-ke-investor-korea.
[10] . http://pemerintah.net/reformasi-birokrasi/.
[11] . https://www.ekon.go.id/ekliping/view/regulasi-terkait-paket.2510.html
[12] . http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=1981&id=good-governance-kemenkes-tingkatkan-opini-bpk-dari-tidak-menyatakan-pendapat-(tmp)-menjadi-wajar-den.html
[13] . Gore. Vice President, Hosts. 1st Global Forum on Reinventing Government. Press Release January 14, 1999. www.unpan.org.
[14] . www.bappenas.go.id/files/8214/0288/…/yeremias__20091015151431__2389__0.
[15] . https://diklatpim4ku.files.wordpress.com/…/operasionalisasi-pelayanan–prima-baru.pp.
[16] . “The Good Governance as .a policy options is based on the concept for re-inventing government….” (Manliev, G. Good Governance : Concept, Policy, Practice Without Boundaries. Bulgaria. www.economia.uniroma2.it.
[17] . Knowledge Based Economy: Politik ekonomi sistem ekonomi kapitalis era neoliberal, ilmu pengetahuan dijadikan sebagai faktor produksi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang kian melemah selama beberapa dekade terakhir.
[18] . Hizbut Tahrir. Ajhizatu Daulatul Khilafah. Darul Ummah. Beirut. 2005.
[19] . An Nabhani, T. An Nidzomul Iqtishody fil Islam. Darul Ummah. Beirut. 2004.
[20] . Zalum, ‘Abdul Qadiim. Al Amwal Fi Daulatil KHilafah. Darul ummah. Beirut. 2004.
[21] . An Nabhani, T. Nithoomul Islam (Mu’tamadah). Hizbut Tahrir. 2001.