Tokoh Muslimah Menghadapi Tantangan 2017

HTI Press. Cilacap. Memasuki awal tahun 2017, rakyat Indoensia dikejutkan dengan kasus penangkapan puluhan PSK China dengan visa wisata di beberapa tempat hiburan di kota-kota besar di Indonesia. Tidak hanya itu, pemberitaan masuknya tenaga kerja asing yang terus menerus bertambah di seluruh Indonesia pun tidak ada hentinya.

Suasana acara

Kejutan awal tahun terus berlanjut dengan kenaikan biaya pengurusan STNK, BPKB dan TNBK, harga baru BBM jenis umum (selain Premium RON 88) yang naik Rp 300 per liter, serta kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk pelanggan golongan 900 VA. Bahkan dalam hal urusan dapur, para ibu harus menambah jeritan dengan melonjaknya harga kebutuhan bahan pokok, utamanya cabai. Belum lagi pasca penistaan al Maidah: 51, kini ulama dan tokoh agama menjadi target penistaan dan kriminalisasi.

Menanggapi besarnya kejutan-kejutan di awal tahun 2017 ini, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD II Cilacap menggelar Diskusi Tokoh Terbatas (Distas) dengan tema “Tokoh Muslimah Menghadapi Tantangan 2017” di RM. Sendok Garpu, di bilangan Jalan S. Parman, Cilacap. Acara dihadiri oleh tokoh muslimah dari berbagi elemen, Ahad (15/01/2017).

Ketua MHTI DPD II Cilacap Dewi Ummu Syahidah, memulai dengan pertanyaan, “Dimana posisi tokoh saat ini? Penting bagi kaum muslimin memahami apa akar masalah sebenarnya sehingga dapat terjadi segala problematika ini.”

Peserta

Dewi memaparkan, sebuah makalah National Security Strategy US 2010, bahwa guna melancarkan strategi ekonomi Barat untuk semakin menancapkan Sistem Ekonomi Liberal di negara-negara pengikut adalah dengan menerapka kebijakan Pasar Bebas. Pada Indonesia Outlook 2016, secara realitas hari ini sangat tampak upaya kolaborasi politikus – pengusaha (lokal dan asing) dalam mengeruk kekayaan Indonesia. Dalam hal political-output, Indonesia semakin kapitalistik – liberalistik dengan kebijakan migas, alokasi dana pembangunan, dan sebagainya. Di sisi lain orientasi Indonesia ke Timur semata untuk kepentingan bisnis para komprador. Hal ini tampak dengan tingginya dominasi asing dalam hal kebijakan reinventing government, investasi asing secara masif, dan eksploitasi SDM. Akibatnya muncul kebijakan neo-liberal berupa privatisasi, liberalisasi investasi (sektor migas dan strategis), anti subsidi dan minimalisasi peran negara.

“Menghadapai permasalahan ini umat Islam membutuhkan negara mandiri yang kuat (Khilafah, red),” tegasnya.

Lanjutnya, tokoh muslimah semestinya memiliki fungsi politis, fungsi edukasi, dan fungsi sosial terhadap rakyat serta berperan dalam dakwah Islam dan syariat-Nya. Untuk itu, tokoh muslimah memiliki peran dengan berdakwah mencegah kemunkaran dan mengajak pada kebaikan, mengikuti perjuangan dakwah Rasulullah, istiqomah, lurus, dan terikat pada ide dan metode Islam serta melakukan perubahan secara sistemik, bukan parsial.

Diskusi berlangsung hangat dengan tanggapan yang antusias dari para tokoh terkait permasalahan umat Islam saat ini.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*