Potensi Besar Umat Menyongsong Kemenangan Islam
HTI Press, Jakarta. Aksi Bela Islam 212 telah menunjukkan bahwa kekuatan umat Islam sungguh luar biasa. Apa yang terjadi pada aksi tersebut telah meruntuhkan banyak mitos yang disematkan kepada umat Islam. Dipersatukan oleh akidah dan iman yang tidak bisa digantikan dengan apapun.
“Umat memiliki kekayaan yang luar biasa, terutama kekuatan akidah. Akan tetapi potensi besar ini akan menjadi sebuah kekayaan yang terpendam saja ketika tidak diwujudkan dalam aksi nyata,” ungkap Ketua Lajnah Siyasi DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Pratma Julia Sunjandari dalam Diskusi Politik Perempuan bertajuk “Refleksi Aksi Bela Islam 212: Menyongsong Kemenangan Islam” di Gedung Dakwah HTI, Crown Palace, Jakarta Selatan, Sabtu (21/1/2016).
Pratma melihat, pasca Aksi Bela Islam 212, umat begitu merindukan persatuan hakiki, semangat dan ukhuwah yang ingin tetap terjaga dan tetap berlanjut. Namun, apa yang dirasakan oleh umat berbeda dengan sikap penguasa.
“Kalau kita lihat sikap penguasa justru sebaliknya. Kekuatan yang membuat keimanan kita semakin bulat disikapi sebagai sebuah ancaman,” terangnya di hadapan puluhun tokoh perempuan dari organisasi masyarakat (Ormas) dan partai politik (Parpol) yang hadir.
Dalam paparannya, Pratma menilai, penguasa ingin membuat umat jauh dari ajaran Islam yang sesungguhnya dan berupaya untuk membungkam ghiroh umat dengan menggunakan alat negara. Umat pun tidak dapat berfikir kearah yang lebih utama atau lebih penting. Umat akan alergi dengan politik Islam yang hakiki. Potensi umat tidak berkembang secara sempurna dan berbagai permasalahan tidak bisa terselesaikan.
Jika dilihat, kata Pratma, potensi umat Islam secara keseluruhan sungguh luar biasa. Namun, umat menghadapi tantangan untuk mewujudkan solusi hakiki tersebut. Pertama, saat ini umat masih dicengkram neo liberalisme dan neo imperialisme serta ancaman komunisme.
“Semua isme-isme ini terjadi karena satu hal, kita meninggalkan al-Quran dan as Sunnah, tidak menerapkannya secara kaffah dalam kehidupan,” terangnya.
Kedua, lanjutnya, tidak cukup persatuan umat sebatas Indonesia saja. Potensi umat bisa menyatu jika negeri-negeri Muslim menyatu seperti yang terjadi pada masa kekhilafahan dahulu.
Lebih dari itu, ketiga, umat harus mendudukkan ayat suci di atas ayat konstitusi dengan menerapkan al -Quran secara menyeluruh dalam kehidupan dengan mengikuti jalan dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Pratma menegaskan, saatnya energi dan potensi besar umat dikerahkan untuk mewujudkan perintah Allah, bersatu menuntut penerapan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah sebagai wujud kecintaan terhadap al-Quran dan as-Sunnah.
“Amal sholih tengah menunggu kita untuk bersama-sama mewujudkan apa yang dicontohkan Rasulullah dengan dakwah politik secara hakiki, menjadikan hukum-hukum Allah tegak di muka bumi,” pungkasnya.[] Novita M Noer