Refleksi 212, Iffah Ainur Rochmah: Optimisme Besar Menuju Kemenangan Umat dengan Tegaknya Khilafah
HTI Press, Jakarta. Pasca Aksi Bela Islam 212 umat kian bersemangat melakukan perubahan. Berbagai program berwarna Islam digagas dan dilahirkan guna menghasilkan perubahan.
“Refleksi 212 itu harus ada optimisme besar bahwa perubahan yang kita gagas, perubahan yang kita canangkan ke depan itu semestinya tidak hanya perubahan parsial tetapi menyeluruh dan mendalam,” ungkap Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Iffah Ainur Rochmah saat memberikan paparannya dalam Diskusi Politik Perempuan bertajuk “Refleksi Aksi Bela Islam 212: Menyongsong Kemenangan Islam” di Gedung Dakwah HTI, Crown Palace, Jakarta Selatan, Sabtu (21/1/2017).
Menurut Iffah, perubahan yang diinginkan tidak hanya perubahan seperti anak-anak yatim yang selama ini tidak terurusi menjadi terurusi, televisi yang selama ini tanyangannya menyesatkan dan liberal menjadi berwarna Islam atau menginginkan pemimpin yang lebih memperhatikan syariat seperti membatasi peredaran miras, dan lain-lain.
“Tentu bukan hanya seperti itu perubahan yang kita kehendaki, bukan hanya itu yang kita inginkan. Semestinya memang kita menginginkan al-Quran itu diterapkan secara sempurna, syariat itu dipraktekkan bukan hanya oleh individu-individu dalam keluarga kita,” terang Iffah di hadapan puluhan tokoh perempuan dari berbagai kalangan yang hadir.
Iffah melihat, ada optimisme perubahan bahwa umat Islam hari ini adalah umat Islam yang masih hidup. Ini artinya, umat masih mempunyai keyakinan bahwa perubahan untuk tegaknya Islam secara keseluruhan masih sangat besar peluangnya.
Namun, Iffah mempertanyakan, apakah perubahan kepada penerapan Islam yang sempurna hanya menguatkan ekonomi rakyat atau dengan kekuatan fisik umat untuk turun ke jalan. “Ini juga nggak cukup, yang kita butuhkan sesungguhnya adalah kekuatan politik untuk mempraktekkan ayat-ayat itu,” katanya.
Iffah menyebut, jika para ulama, kaum intelektual, tokoh-tokoh umat, penggerak majelis taklim, aktivis sosial media, serta tokoh-tokoh media dan lainnya memiliki satu visi menerapkan syariat secara sempurna, maka kekuatan politik umat akan terwujud. “Hari ini, itu yang belum kita lakukan,” kata Iffah.
Namun, terang Iffah, penguasa juga melihat kekuatan ulama dan tokoh-tokoh umat kian memiliki keseragaman arah. Untuk itu, penguasa berusaha melakukan kriminalisasi terhadap para ulama dengan melakukan politik segregasi yaitu memisahkan antara umat dan ulamanya serta politik alienasi yaitu menjauhkan umat dari organisasi Islam yang menuntun umat kepada pemahaman-pemahaman Islam. Menurut Iffah, sikap represif penguasa terhadap suara umat ini adalah tanda makin lemahnya kekuasaan mereka.
Di akhir, Iffah kembali menegaskan bahwa refleksi 212, umat harus mengarahkan perubahan ke arah penerapan syariat secara sempurna yaitu ke arah pemberlakukan sistem berdasarkan Islam yang dalam kitab-kitab fiqh disebut Khilafah Islamiyah. “Tegaknya sistem itu adalah sebuah kewajiban tuntunan keimanan kita, Khilafah itu adalah janji Allah, dan Khilafah itu adalah solusi,” pungkasnya. [] Novita M Noer