Suriah Baru di Bawah Rusia Tidak Ditempati Orang Arab Atau Muslim
Sebuah dokumen yang bocor, yang isinya rancangan konstitusi baru yang dibuat Kremlin untuk Suriah, tampaknya menggambarkan keadaan Suriah di masa depan sebagai sebuah negara yang tidak dihuni baik oleh orang Arab maupun Muslim. Rancangan konstitusi itu diserahkan kepada perwakilan rezim Bashar Al-Assad, maupun pihak oposisi.
Dokumen tersebut berisi 27 pasal di dalamnya banyak perubahan dari konstitusi sebelumnya, terutama dalam hal identitas warga. Alih-alih menyebut Suriah dengan nama formalnya Republik Arab Suriah, konstitusi itu hanya akan menyebutnya sebagai “Suriah”, dan menghapus identitas Arab dari nama negara.
Konstitusi yang diusulkan dan didukung Rusia itu juga menggambarkan Suriah sebagai republik “sekuler dan demokratis”, dan menghapus pasal sebelumnya yang menetapkan bahwa hukum Islam akan menjadi dasar setiap undang-undang yang disahkan di negara Arab itu.
Demikian pula, presiden republik Suriah, yang sebelumnya harus seorang Muslim yang mewakili mayoritas rakyat Suriah, didefinisikan sebagai seseorang yang berasal dari agama manapun maupun etnis manapun.
Dalam apa yang dilihat sebagai serangan terhadap negara dengan penduduk mayoritas Arab Suriah, konstitusi itu menyerukan wilayah otonom bagi suku Kurdi di utara negara itu, dengan menggambar kesetaraan baik antara bahasa Arab maupun bahasa Kurdi, meskipun suku Kurdi menjadi penduduk minoritas yang signifikan.
Menurut dokumen itu, undang-undang di Suriah akan dilimpahkan dari pemerintah yang terpusat di Damaskus dan akan diwakili oleh parlemen baru yang terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah provinsi yang didesentralisasi.
Rancangan konstitusi, jika memang asli, kemungkinan akan mengobarkan perlawanan dari pihak oposisi Suriah yang melihat Suriah “baru” mirip dengan keadaan era Soviet daripada sebuah republik yang merdeka dan berdaulat. Hal ini juga kemungkinan akan menyebabkan masalah bagi rezim Assad, yang akan dituduh mengkhianati identitas Arab, dan membiarkan republik berada di bawah telapak kaki Rusia, yang saat ini banyak dilihat sebagai kekuatan imperialis. (middleeastmonitor.com, 26/1/2017)