Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Hafidz Abdurrahman mengungkap tiga faktor ulama dikriminalisasi. “Pertama, karena menguatnya kekuatan umat Islam, yang direpresentasikan oleh Aksi Bela Islam 1, 2 dan 3,” ungkapnya seperti diberitakan Tabloid Media Umat Edisi 190: Kekuatan Besar di Balik Kriminalisasi Ulama dan Ormas Islam, 6 – 19 Jumadil Awal 1438 H/ 3 – 16 Februari 2017.
Menurut Hafidz, menguatnya kekuatan Islam yang digerakkan dan dipegang bukan oleh kelompok status quo tentu sangat mengkhawatirnya penguasa. Jika selama ini kekuatan umat Islam terpecah, dan tidak solid, maka Aksi Bela Islam ini telah berhasil menyatukan kekuatan yang berserakan ini.
“Lebih mengerikan lagi, karena kelompok status quo itu bisa dikatakan telah terdelegitimasi, dan kehilangan kontrol pada umat,” bebernya.
Kedua, munculnya kekuatan baru yang digerakkan dan dipegang oleh bukan kelompok status quo ini mendorong penguasa, melalui aparatnya, untuk melakukan tekanan, mulai dari aspek litigasi, opini, bahkan provokasi kelompok yang kontra, bahkan kriminalisasi sedemikian rupa, dengan tujuan untuk menundukkan mereka.
“Jurus-jurus yang selama ini berhasil mereka gunakan dalam menangani isu terorisme ternyata tidak mempan menundukkan mereka,” kata Hafidz.
Ketiga, adanya kelompok anti Islam, baik yang berbasis agama maupun ideologi, seperti Kristen radikal, dan PKI yang menjadi pemangku kekuasaan jelas merasa terancam kekuasaannya. Mereka tidak hanya mewakili kekuasaan diri dan kelompok mereka, tetapi juga kekuatan asing dan aseng yang ingin mencengkram dan menjajah negeri ini.
“Karena itu, target mereka adalah menghancurkan kekuatan Islam yang bisa mengancam kekuasaan serta bisa menghancurkan cengkraman dan penjajahan mereka di negeri ini,” pungkasnya. (mediaumat.com, 7/2/2017)