Sistem Pendidikan Islam Mencetak Generasi Pemimpin Peradaban
HTI Press, Serang. Lajnah Khusus Ustadzah Muballighah (LKUM) DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) bersama LKUM MHTI DPD II Kota Serang berkunjung ke Ponpes Ardaniyah Serang, Sabtu (11/02/2017) dalam acara Multaqo Muballighah.
Dalam acara tersebut, selain dihadiri Bu Nyai selaku tuan rumah Pondok Pesantren (Ponpes) Ardaniyah, hadir pula Ibu Lies Syarifah, serta muballighah dan bu nyai dari berbagai Ponpes di Kota Serang, seperti Ponpes Bani Adung, Ponpes al-Islam, Ponpes Darul Ilmi, Ponpes Darussalam, Ponpes Sabilurrohman, serta Yayasan al-Irsyad.
Dalam kesempatan tersebut, Ustadzah Asma Amnina menyampaikan salam pembuka, bahwa kunjungan LKUM DPP MHTI kali ini dalam rangka menjalin silah ukhuwah dan mengajak muballighah, ustadzah dan bu nyai bersama-sama berjuang menegakkan Islam kaffah dalam institusi Khilafah.
Ustadzah Asma juga menyampaikan sekilas tentang realitas pendidikan saat ini dan agenda Konferensi Perempuan Internasional yang akan dilaksanakan 11 Maret mendatang di Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama, hadir Ustadzah Nabilah DPP MHTI menyampaikan materi dengan tema “Mencetak Generasi Pemimpin Peradaban dengan Pendidikan Islam”. Dalam pemaparannya, Ustadzah Nabilah menjelaskan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan kolektif masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara secara gratis dan berkualitas. Pendidikan juga merupakan salah satu pilar pembangun sebuah peradaban.
Hanya saja, lanjutnya, realitas kekinian pendidikan yang diterapkan di negeri ini adalah pendidikan yang sekuleristik, agama dipisahkan dari ilmu. Sehingga produk pendidikan negeri pun menjadi sekuler.
“Sekulerisasi pendidikan tak ayal menghasilkan produk pendidikan yang kosong dari nilai ruhiyah,” terangnya.
Menurutnya, Islam adalah sebuah ideologi yang melahirkan berbagai sistem untuk mengatur kehidupan. Salah satunya sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Kurikulumnya mengintegrasikan antara ilmu dengan akidah, sehingga out putnya adalah orang-orang yang memiliki integritas, memiliki kepribadian yang unik dan istimewa (kepribadian Islam, red).
Sementara, negara memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan secara gratis dan berkualitas. Sejarah membuktikan, pada masa kekhilafahan Islam, negara memfasilitasi sarana dan prasarana, juga menanggung gaji guru dengan sangat layak.
“Namun, semua keunggulan pendidikan itu akan sempurna ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam negara Khilafah,” tegasnya.
Dilanjutkan sesi diskusi, kian memperjelas materi yang disampaikan. Acara pun ditutup dengan doa dan foto bersama.[]