Kurikulum Pendidikan Afganistan menimbulkan Peperangan Antara Islam dan Sekularisasi
Afganistan adalah salah satu negara tidak berdaya yang telah diduduki oleh Amerika Serikat (US). Ia adalah negara yang penuh dengan kerusakan, pembantaian, kemiskinan, gangguan kesehatan masyarakat, keamanan dan infrastruktur. Penerapan system sekuler oleh pemerintah Barat yang diklaim sebagai solusi atas segala kesengsaraan hanya menimbulkan lebih banyak peperangan dan bencana. Para generasi muda yang masih memiliki mimpi akan kemajuan dan pendidikan terjebak dalam keputusasaan karena mereka harus segera menyadari bahwa dengan kondisi negara mereka yang masih terjajah seperti sekarang adalah sebuah kemustahilan bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan yang memadai, pendidikan yang akan menopang generai muda untuk benar-benar bangkit. Kondisi Ini bertentangan dengan sistem pendidikan yang ada pada masa kekhilafahan Islam, yang apabila ditegakkan kembali, akan memberikan sistem pendidikan yang dapat mengarahkan pemuda muslim dan seluruh masyarakat kepada kemajuan yang sesungguhnya (nahda= kebangkitan).
Sistem pendidikan adalah salah satu cara untuk mempertahankan ideology suatu peradaban, oleh karena itu, maksud dan tujuan dari sebuah kurikulum pendidikan sangatlah penting adanya. Sampai pada saat ini, sistem pendidikan di Afghanistan tidak dapat menopang kebutuhan masyaratkatnya, sama halnya juga dengan system perpolitikannya. Pada masa rezim Taliban, pendidikan hanya diutamakan untuk laki laki saja dan titik fokus sistem pendidikannya adalah di sekolah-sekolah al Quran dan madrasah-madrasah, pendidikan yang lain tidak dianggap cukup penting. Sejak tumbangnya rezim Taliban, dibawah upaya bersama pemerintah Afganistan dan pakar internasional, kurikulum pendidikan diubah. Tak lama setelah Pemerintahan dikuasai oleh Karzai, ia mulai membentuk sistem pendidikan dalam bingkai sekularisme, dan berharap dapat menghasilkan perubahan yang lebih baik. Organisasi-organisasi sekuler mendukung penghapusan keyakinan akan nilai-nilai Islam dari kurikulum dan materi-materi pendidikan, dengan landasan bahwa mereka memandang nilai-nilai tersebut merupakan refleksi dari kecenderungan/prasangka akan budaya, agama, dan gender. Mereka juga berasumsi bahwa dengan penghapusan nilai-nilai Islam dapat menjadi jalan bagi masyarakat untuk lebih memaknai hidup. Tujuan dibalik reformasi ini adalah penyisipan ide-ide sekuler dalam sistem pendidikan di Afghanistan, yang secara tidak langsung membentuk generasi muda menjadi tenaga kerja yang melayani keinginan pemerintah penjajah. Agenda sekularisasi ini adalah ikut dalam membentuk masyarakat yang jauh dari nilai agama dan norma adat. Dan menjadikan masyarakat patuh terhadap nilai-nilai dan norma-norma sekuler. Kondisi tersebut mengacu pada proses sejarah ketika pentingnya nilai-nilai agama hilang dalam kehidupan sosial dan budaya. Sebagai hasil dari sekularisasi ini peran agama dalam masyarakat modern menjadi sangat terbatas. Di dalam Islam tidak ada pemisahan nilai-nilai agama dari kehidupan seperti halnya di peradaban barat. Dalam peradaban Islam, Hukum-hukum Islam menjadi landasan dari semua aktivitas dan sudut pandang dalam kehidupan (menggunakan halal haram) sebagai tolak ukur . Sebaliknya sekularisme menyatakan bahwa agama adalah urusan pribadi, individu dan dilakukan dengan sukarela tanpa adanya pengaruh terhadap kehidupan sosial dan sistem pendidikan. Oleh karena itu, musuh-musuh Islam mempropagandakan bahwa sekularisasi, demokrasi dan kesetaraan gender adalah landasan dari perdamaian abadi dan kemajuan di Afganistan, para pemuda diharuskan melihat agama dan pendidikan dalam sudut pandang ini yang sangat jauh dari nilai Islam. Mereka melaksanakan strategi yang berbeda untuk mensekularisasi sistem pendidikan dan menjauhkan pemuda dari kebenaran Islam sebagai jalan kehidupan yang sempurna.
Di dekade terakhir, agenda penghapusan kayakinan terhadap nilai-nilai Islam pada materi pendidikan dan kurikulum di Afganistan, mendapatkan perhatian dari donator-donatur barat, LSM dan Organisasi-organisasi internasional. Dalam laporan pada Juli 2016, The United States Agency for International Development (USAID) menyatakan bahwa mereka mendukung untuk memperkuat sistem pendidikan di Afganistan dengan menyediakan guru-guru profesional, materi pendidikan yang berkualitas dan metodelogi yang mengarah kepada perkembangan dan nilai-nilai demokrasi. Sebagai contoh, dalam penerapan terhadap kurikulum, topik/tema seperti kesetaraan gender dan pendidikan mengenai perdamaian diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan dengan dukungan dari Program Pendidikan Dasar untuk Afganistan (BEPA). Selain itu, buku-buku sekolah yang baru difokuskan pada pemahaman akan konsep-konsep barat mengenai kesetaraan gender dan sudut pandang kapitalis tentang globalisasi dan modernisasi. Tema-tema Islam seperti mengenal sifat-sifat Allah dalam asmaul husna, Jihad, dan lain-lain telah dihilangkan dari buku-buku sekolah. Mereka berfikir bahwa dengan metode ini mereka bisa menjauhkan pemuda dari Islam dan membatasi agama hanya terbatas pada ibadah ritual. Subjek pengkajian Islam terbatas pada hafalan ayat-ayat Al quran tanpa mengetahui tafsirnya/maknanya. Kurikulum dipusatkan pada pembelajaran Bahasa Inggris. Banyak pelajaran-pelajaran disajikan dalam bahasa Dari[1] dan Inggris, bahkan pelajaran matematika sekalipun.
Sejak perang Amerika Serikat dimulai pada bulan Oktober 2001, USAID telah menghabiskan sedikitnya 868 juta dolar untuk program pendidikan di Afganistan, hanya untuk memprivatisasi institusi-institusi pendidikan agar dapat menyetir pemikiran pemuda sesuai dengan keinginan penjajah. LSM bahkan menggunakan komunitas berbasis model sekolah al quran tradisional untuk memperkenalkan ide-ide sekuler. Di samping ini semua, media masa, internet, jejaring sosial, pengajaran bahasa-bahasa asing dan promosi buku-buku tertentu merupakan alat yang digunakan untuk memperkenalkan pemuda dengan dunia di luar Afganistan dan mengadopsi nilai-nilai liberal dan sekular.
Lebih dari itu, tidak hanya materi pendidikan yang ada sebelum penjajahan oleh Amerika Serikat saja yang dikecam dan dihapuskan, tetapi juga sekolah-sekolah Islam (madrasah) telah dicemari. Selain itu, faham sekuler juga memberikan pemahaman bahwa madrasah-madrasah adalah institusi yang mengajarkan konsep Islam ekstrim yang merupakan bagian dari rezim Taliban yang tidak memberikan konstribusi positif pada masyarakat kecuali hanya faham ekstrim saja. Mereka sepakat bahwa sebagian besar para pemimpin Taliban ditelurkan dari sekolah madrasah. Ini adalah salah satu fitnah yang menghubungkan Islam dengan terorisme. Tujuan dari propaganda negatif ini adalah untuk menakuti-nakuti orang tua agar tidak menyekolahkan anak-anaknya ke madrasah-madrasah. Setelah adanya serangan di Universitas Amerika-Afghanistan, majalah Afganistan Times, pada tanggal 25 agustus 2016, menyatakan bahwa “Pendidikan adalah senjata terbaik untuk melawan ekstrimisme. Para fundamentalis anti Afganistan mengetahui bahwa orang berpendidikan akan memerangi ideologi dengan ideologi lagi. Mereka tidak pergi ke medan perang akan tetapi mereka menyerang ektrimisme dengan cara cerdas, karena mereka tahu bahwa pena lebih kuat dari pada pedang. Dengan pernyataan ini mereka ingin merepresentasikan Islam sebagai agama kekerasan dan barbar yang tidak cocok untuk orang-orang terdidik.
Di lain pihak, USAID dan LSM-LSM mendukung pendirian yang katanya madrasah-madrasah modern yang mempromosikan nilai-nilai demokratis sekular dan menghubung-hubungkanya dengan Islam. Moto mereka adalah “moderat bukanlah penghapusan suatu nilai tertentu melainkan kebijakan alternatif hakiki yang diberikan untuk pendidikan yang lebih dinamis”. Oleh karena itu, di sekolah-sekolah Islam saat ini, mereka mengajarkan bahwa Khilafah hanya merupakan dari bagain sebuah peristiwa sejarah dan mereka juga mengajarkan hukum-hukum syariah hanya sebagai pengetahuan tanpa adanya aplikasi di kehidupan sehari-hari. Merujuk kepada Menteri pendidikan, bahwa kurikulum sistem pendidikan Islam sedang direvisi agar konten pelajaran agama Islam disamakan dengan muatan pendidikan umum seperti matematika, sains, ilmu sosial, bahasa nasional (Pashto dan Dari) dan bahasa Inggris. Berarti, Menteri Pendidikan melihat bahwa Islam hanya sebagai pelajaran sekolah dan sumber informasi dan mereka tidak ingin Islam mempunyai pengaruh lebih banyak pada kehidupan manusia.
Citra perempuan Afghanistan yang tertindas juga digunakan sebagai propaganda untuk mempromosikan ide sekularisme dan demokrasi. Amerika Serikat sangat menginginkan sekali untuk “memperkenalkan pendidikan” kepada perempuan Afghanistan. Melalui berbagai upaya, salah satunya dengan memakai topeng “kebebasan dan pemberdayaan perempuan”, mereka ingin menggunakan pendidikan untuk menanamkan kepada perempuan muslim di Afganistan nilai-nilai liberal dan ide-ide sekularisme dan dan menjadikan “perempuan-perempuan modern’’ ini sebagai agen budaya dan norma Barat di kalangan masyarakat Afganistan. Banyaknya organisasi-organisasi yang aktif menyerukan liberalisasi untuk perempuan Afghanistan melalui pendidikan, seperti organisasi–organisasi perlindungan hak-hak perempuan, karang taruna, lingkar sastra, klub intelektual, asosiasi pelajar. Institusi-institusi tersebut digunakan untuk mencapai agenda sekularisme. Salah satu contohnya adalah Organization of Promoting Afghan Women ‘s Capabilitas (OPAWC). Organisasi tersebut didirikan pada tahun 2003 oleh sekelompok perempuan yang berhasrat untuk melakukan sesuatu yang proaktif, kongkrit, dan terjangkau untuk pemberdayaan perempuan Afghanistan. Mereka mendukung perempuan dalam memperoleh pendidikan tetapi hal itu bertujuan agar perempuan memiliki konsep “perempuan independen” yang tidak bergantung kepada laki-laki yang pada dasarnya menentang konsep kepemimpinan laki-laki dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang merupakan konsep Islam. Adapula Organisasi lain seperti Afghan women’s Education Center (AWEC) yang dibentuk untuk mempromosikan HAM dan kesetaraan gender, organisasi ini fokus untuk menghilangkan setiap jenis diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak melalui pelatihan-pelatihan, seminar-seminar, dan juga layanan sosial. Salah satu visi mereka adalah untuk memungkinkan perempuan dan anak-anak memiliki akses terhadap hak-hak mereka, yang didefinisikan oleh ide-ide/nilai-nilai barat, seperti demokrasi masyarakat sosial (sistem yang berdasarkan hukum buatan manusia) dan kesetaraan gender yang mempromosikan ide bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai individu dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, penghapusan dikriminasi terhadap perempuan yang dalam konsep mereka berarti juga penghapusan terhadap hukum Islam yang membedakan laki-laki dan perempuan dalam beberapa hak dan kewajiban. USAID juga memiliki banyak program pendidikan pemberdayaan. Tujuan dari program-program tersebut adalah untuk mendorong perempuan-perempuan Afghanistan agar lebih berpastisipasi dan efektif dalam mengembangkan komunitas dan keluarga untuk memperkuat sistem demokrasi yang ada dan agar perempuan Afghanistan dapat memiliki suara dan ruang yang lebih besar dalam pemerintahan. Organisasi-organisasi tersebut menjebak perempuan dalam kebingungan. Mengharuskan perempuan yang haus akan pendidikan untuk fokus agar mereka bisa setara dengan laki-laki di semua bidang, dan juga membebaskan diri mereka sendiri dari agama untuk menuju kehidupan yang bebas.
Fakta nya adalah bahwa tujuan pendidikan di Afganistan adalah untuk menanamkan ide sekuler terhadap generasi muda. A.S ingin menciptakan masyarakat yang terampil dan berbakat yang tumbuh dan patuh terhadap nilai-nilai demokrasi. Rencana global dan jangka panjang dari kekuatan penjajahan adalah memusnahkan kemuliaan agama Islam, mecabut nilai-nilai Islam dari umat dan mengubah jati diri pemuda muslim menjadi berkepribadiaan sekuler sehingga dapat tumbuh menjadi budak mereka. Tujuan merekan bukan hanya memerangi umat muslim melalui peperangan fisik, melainkan juga peperangan melalui pemikiran dan ideologi, terutama penyerangan terhadap generasi muda, yang dinamakan perang ideologi. Penjajah ingin memprogram kembali masyarakat muslim agar mereka dapat dijejali ide-ide sekular demokrasi dan kebebasan liberal yang tidak sesuai dengan ideologi Islam. Mereka ingin menindas konsep dan ide-ide Islam dalam pemerintahan.
Pemuda muslim hanya akan menerima kemuliaan yang sesuguhnya melalui sistem pendidikan Islam. Tujuan dari sistem pendidikan Islam adalah membangun jati diri generasi muda berlandaskan nilai-nilai Islam yang akan menciptakan kepribadian Islam yang mulia dan juga menghasilkan banyak ulama, ilmuwan dan innovator sehingga negara diperintah oleh generasi unggulan Islam untuk mencapai kemajuan dan perkembangan. Juga menjadi Negara pemimpin dunia, menyampaikan pesan dan nilai Islam ke berbagai penjuru dunia dan membawa umat manusia dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Malahan, pada masa kekhalifahan lah (yang pada ketika itu aqidah Islam menjadi landasan suatu negara khilafah) Khilafah menjadi negara paling maju pada masanya.
Kondisi yang mengerikan yang sekarang dihadapi oleh Afghanistan dan umat Islam tidak dapat diselesaikan dengan solusi “menciptakan” kepribadian yang berlandaskan pada nilai nilai dan norma norma sekuler yang sudah terbukti cacat dan tidak berhasil di seluruh dunia, bahkan di Barat sekalipun. Generasi muda dan umat muslim harus segera menyadari nahwa sistem pendidikan sekuler yang ada sekarang bukanlah sistem yang tepat yang dapat mengantarkan pada kemajuan dan perkembangan seperti yang mereka impikan.
Pemuda muslim Afganistan dan populasi muslim harus memastikan diri mereka berjuang untuk menegakkankembali khilafah (caliphate) berdasarkan metode kenabian. Hanya dengan kebangkitan Islam, khilafah dan system pendidikan Islam dibawah nangan khilafah yang akan membawa kemaslahatan yang sesungguhnya bagi pemuda muslim dan seluruh umat. Pemuda muslim Afghanistan dan seluruh umat islam harus menyadari dan mulai merkomitmen untuk membangun kembali Khilafah Rasyidah sesuai Metode kenabian. Hanya melalui kebangkitan dan naungan Khilafah lah system pendidikan Islam bias Berjaya kembali dan memajukan generasi muda dan seluruh umat.
“Katakanlah (Muhammad) “Wahai Tuhanku pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu” (QS 3:26)
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Amanah Abed
[1] Bahasa daerah di Afghanistan