Hak Pendidikan Bagi Perempuan: Antara Fakta Suram dan Propaganda

pendidikan

Mulai tahun 2030 akan terjadi perubahan mendasar yang diharapkan sesuai dengan ide PBB, yang telah dijanjikan pada tahun itu dapat merealisasikan perubahan intelektual kita: perkembangan agenda tahun 2030 telah dikeluarkan sejak bulan September tahun lalu yang telah memastikan kefakiran dalam segala bentuk dan merealisasikan kesetaraan gender dengan menyasar 17 pendidikan yang berkualitas.

Sampai tahun 2030, saat ini pemerintah telah melepaskan kader-kader khusus pendidikan serta mensepakati keputusan trans-internasional terhadap tata cara mewujudkan janji perubahan ke dalam dunia nyata. Perbincangan ini telah dibuka oleh Direktur Umum Organisasi Dunia untuk Pendidikan Keilmuwan dan Tsaqofah UNESCO Irena Bogofa dalam pertemuan yang telah disetujui pada هامش فعاليات الدورة  ke-38 Mu’tamar Umum UNESCO 4 November 2016.

Tidak diragukan lagi bahwa saat ini manusia membutuhkan hak yang dapat menyelamatkannya dari cengkraman kebodohan dan pembodohan, maka jutaan anak diseluruh dunia yang terampas pendidikannya disebabkan oleh kemiskinan, peperangan, dan politik pemerintah yang gagal, hal itu sesuai dengan ketetapan PBB beberapa tahun terakhir ini, dimana satu dari setiap tiga orang anak telah keluar dari sekolah dan hidup dalam negara yang dipengaruhi konflik.

Dalam 35 negara yang dikategorikan pada negara-negara yang mengalami kekerasan dan kekejaman menampakkan 65 juta anak usia 3-15 tahun berada dalam resiko kehilangan kesempatan mendapatkan pendidikan. Sesuai dengan bukti-bukti yang dipercaya dalam resolusi internasional terhadap observasi seluruh pendidikan pada bulan Juli 2015

Meskipun banyak kepedulian terhadap kondisi perempuan, hak anak dalam pendidikan, dan seruan perbaikan sistem pendidikan, tapi usaha yang sungguh-sungguh demi memenuhi pendidikan dasar masih terbatas, dan dihalangi dalam wilayah-wilayah konflik dan bencana yang akan mengentaskan kefakiran.

Hanya saja, seruan-seruan ini semata-mata hanya sebatas tiupan angin dan tidak berhasil, maka tidaklah ada sistem pendidikan yang baik dan tidak ada fuqoro yang mampu memberikan pendidikan anak mereka. Bahkan peperangan terus bertambah dalam merampas hak-hak anak dalam mengenyam pendidikan. Dalam wilayah-wilayah yang banyak peperangan dan membawa kekerasan penjajahan negara-negara besar semakin bertambah para fakir miskin menjadi benar-benar fakir dan tidak ada perlindungan kecuali hanya sebatas slogan-slogan hak perempuan dan anak dalam pendidikan.

Maka kapitalisme dengan seluruh sistemnya hanya menghasilkan kebodohan dan kehancuran. Antonie Lake Direktur Pelaksana Organisasi UNICEF mengatakan dalam artikel dengan berita utama “Hilangnya Generasi Anak-anak yang Terampas dari Pendidikan”: meskipun dari sejumlah anak-anak yang terpengaruh dalam pergolakan dan berada di bawah standard pendidikan, maka sesungguhnya pembiayaan pendidikan yang sedang berlangsung tetap lebih rendah dari tujuan pendidikan. Maka pada tahun 2013 telah ditetapkan (kurang) < 2% saja dari bantuan-bantuan yang dikeluarkan untuk mengembangkan dan perbaikan pendidikan dan pengajaran.

Akan tetapi yang membangkitkan rasa takut adalah bahwa PBB tidak ada harapan! Puluhan tahun sejak munculnya mabda sekuler dan ribuan remaja terampas dari pendidikan, tidak cukup bagi mereka untuk memperlihatkan bahwa politik mereka telah gagal. Tidak dapat merealisasikan ¼ tujuan yang telah mereka gariskan pada setiap pertemuan yang baru. Dan tidak sama nilainya dengan yang telah dituliskan. Ribuan sekolah-sekolah dari pendidikan khusus dan organisasi hukumnya mengimplementasikan dalah wadah pendidikan atau pentingnya sebuah pendidikan para remaja bahkan hak-hak pendidikan untuk wanita dalam kegemilangan perkembangan ekonomi, akan tetapi semua itu hanya sebatas perkataan/slogan. Perkataan hanya sebuah perkataan, dan aktifitas adalah hal lain.

Maka setiap ide yang berkaitan dengan pendidikan wanita, akan menguatkan pandangan materialis. Maka telah gagal orang yang berpandangan terhadap tesis Mark kesamaan “Think out of the box” (berfikir di luar kebiasaan). Maka semua hal yang menyenangkan mereka akan menguatkan pada kesetaraan gender itu telah gagal. Seakan-akan kesamaan ada pelita agama yang semata menghapus dan akan menyelematkan setiap wanita di dunia dari kefakiran dan tercabutnya hak-haknya asasi dan kehinaan yang telah dilaluinya dari masa ke masa.

Berdirinya Bank Dunia dan organisasi PBB seperti UNESCO, UNICEF dan lain-lain disepakati oleh masyarakat disusun UU dan Perundang-undangan dengan tujuan memberikan pada wanita hak-haknya dalam pendidikan dalam bentuk tahapan pendidikan setiap tahun terhadap sejumlah wanita yang terampas pendidikannya. Akan tetapi semua peristiwa yang terjadi disekitar justru memperkuat atas wajibnya pendidikan terhadap wanita dan bukan bagaimana cara pemenuhan pendidikan yang menghantarkan pada kefakiran. Dan senantiasa menjadi pertemuan yang mendiskusikan tentang hak-hak pendidikan wanita. Dan ketika itu ditetapkan langkah-langkah baru yang dikeluarkan dalam jangka waktu ribuan mil menjadikannya sebagai ide/pendapat yang tidak menyimpang dari perhatian masyarakat.

Inilah ungkapan mereka, “Pada awal Januari 2006, dunia telah sadar bahwa waktu yang dijanjikan telah berakhir, sungguh telah berlalu dan sungguh sasaran pengembangan yang dibentuk telah berakhir: kesemibangan dua jenis pendidikan dasar dan menengah telah berakhir 2005 tanpa terealisasi, kegagalan terhadap apa yang didelegasikan itu adalah berakhirnya waktu yang telah dijanjikan dari target nyata yang tadinya mengklaim dapat direalisasikan. Dan peristiwa kegagalan ini dalam jumlah yang tidak dapat terhitung pada usia anak-anak dan mayoritasnya adalah para remaja yang telah mereka tinggalkan masa depan yang belum jelas”.

Ketetapan UNICEF 2005 tentang kualitas pergaulan dan cakrawala pendidikan: tembusan ketetapan [bag I] Newyork:UNICEF, hal 4. Meningkatkan ketetapan kurikulum “kemajuan pendidikan demi anak-anak” analisa yang membandingkan tiap-tiap wilayah, jelas bahwa prestasi/kualitas paling besar dalam rata-rata penambahan pertahun dalam partisipasi sekolah pada 20 tahun yang lalu teralisasi di wilayah Timur Tengah dan Utara Afrika dengan tambahan mencapai 1.4 anak-anak dan 1.2 remaja.

Dinilai materi pada sistem kapitalisme dan hampir menjadikannya satu-satunya nilai dalam mabda ini diantu oleh pengikutnya. Kebanyakan transaksi yang dilakukan dan adanya manfaat dan maslahat sehingga masyarakat yang dibentuk oleh negara adalah bertujuan memburu materi. Dengan demikian, pandangan manfaat didominasi oleh mabda dan pengikutnya. Dan tidaklah pengikutnya ini kecuali merupakan bagian dari kelompok yang terpengaruh oleh pandangan ini yaitu pandangan manfaat. Karenanya sistem kapitalisme menghendaki pada wanita dan pendidikannya memberikan peran penting dalam pendapatan negara. Menurut riset Bank Dunia secara keseluruhan bahwa biasanya satu tambahan pendidikan dasar sampai menengah akan meningkatkan penghasilan rata-rata/individu 5-15% lebih tinggi dari dan satu tambahan pendidikan yang lebih rendah sampai menengah akan meningkatkan penghasilan rata-rata 15-25% lebih tinggi.

“Mengapa pemerintah menambah lebih banyak pada pendidikan remaja wanita “0,30 perkembangan dunia sebagaimana disebutkan pada ketetapan pembahasan politik Bank Dunia tentang kesetaraan gender. Pertumbuhan jumlah wanita terjadi pada pendidikan itu rendah berkembang rata-rata. Dan ini setelah dihilangkan bagian pendidikan wanita dalam Islam dan kekeliruan Islam terhadap wanita dan kedzolimannya  terhadap wanita dengan didominasi sebagian kepercayaan, adat yang salah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin. Hal itu walaupun hilangnya Daulah khilafah yang menerapkan Islam di muka bumi dan kebodohan yang nyata dan yang menghinakan wanita dalam sistem kapitalisme dimana ratusan wanita terampas dari pendidikan dan kebodohan dan pengabaian sistem terhadap rakyat dan tidak terwujud generasi keuangan yang mencukupi. Karena mewujudkan pernikahan dini, poligami sebagaimana menghancurkan pejuang hukum Islam.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*