Kegemilangan Pendidikan dan Hak-Hak Perempuan di bawah Khilafah

al-azhar

Selama beberapa dekade, kaum sekularis telah memintal jaring-jaring kebohongan sekitar persoalan hak pendidikan dan status anak perempuan serta perempuan di bawah pemerintahan Islam. Dengan penuh tipuan, mereka menggunakan tingkat buta huruf yang tinggi dan akses pendidikan yang rendah di bawah rezim sekuler atau pseudo-Islam di dunia Muslim selama beberapa dekade terakhir untuk menuduh Islam telah merampas hak pendidikan yang baik bagi perempuan. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan ketakutan terhadap kembalinya pemerintahan Islam di bawah naungan Negara Khilafah (kekhalifahan) berdasarkan metode kenabian itu. Namun, kebenaran mengenai status pendidikan perempuan di bawah pemerintahan sistem Islam yang mulia ini sebenarnya sangat jauh dari tuduhan kaum sekuler yang palsu dan penuh akan kebohongan.

Tak dapat dipungkiri bahwa risalah Islam membawa pandangan yang berbeda bagi dunia untuk mencari pengetahuan dan pendidikan. Belajar dan mengajar yang terjalin erat dengan agama dianggap sebagai bagian ibadah kepada Allah SWT, dan ia merupakan sarana untuk mendapatkan imbalan yang besar di akhirat. Nabi (saw) mengatakan,

«وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ» (رواه مسلم)

Oleh karena itu Islam memberikan apresiasi yang tinggi bagi aktivitas mencari ilmu, bahkan mengklasifikasikannya sebagai tindakan ibadah, dan membuat aktifitas tersebut sebagai ukuran derajat individu, dan meninggikan derajat orang-orang berilmu. Allah (swt) mengatakan,

﴿يَرْفَعُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتٍ

“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah diberi ilmu.” [Al-Mujadilah: 11]

Dan Nabi (saw) mengatakan,

«وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ»

The Deen of Islam also obliged the seeking of Islamic knowledge upon men and women alike as the Prophet (saw) said,

“Dan keutamaan orang yang berilmu atas orang yang beriman adalah seperti keunggulan bulan atas seluruh benda langit. Sungguh para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak meninggalkan Dinar atau Dirham. Satu-satunya warisan para ulama adalah pengetahuan, sehingga siapa pun yang mengambil hal itu, maka sungguh dia telah mengambil bagian yang paling cerdas. “(HR Qais bin Katsir)

Islam juga mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu sebagaimana Nabi (saw) mengatakan,

«طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ» (رواه ابن ماجه)

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah).

Selain itu, Islam mendorong pria dan wanita untuk mempelajari dunia di sekitar mereka demi mendapatkan penghargaan yang lebih besar dari Allah SWT serta untuk secara efektif menggunakan semua hal yang telah Allah (swt) ciptakan untuk manusia di dunia ini. Serta dalam rangka untuk membawa manfaat bagi umat manusia di segala bidang – termasuk ilmu pengetahuan, kedokteran, industri dan teknologi. Allah (swt) mengatakan,

﴿إِنَّ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِى تَجۡرِى فِى ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ۬ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا وَبَثَّ فِيہَا مِن ڪُلِّ دَآبَّةٍ۬ وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَـٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَعۡقِلُونَ

“Lihatlah, dalam penciptaan langit dan bumi, di perubahan siang dan malam, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkanNya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti. “[Al-Baqarah: 164]

﴿وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا مِّنۡهُ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.”[Surah Al-Jasiyah: 13]

Dalam Islam, semua dalil tersebut lantas menciptakan rasa haus atas semua bentuk pengetahuan dan insentif di dalam diri pria dan wanita Muslim yang berlomba-lomba untuk mengejar pendidikan dan beasiswa di berbagai bidang dan menjadi guru. Hal ini juga membentuk dasar dari kebijakan Khilafah menjunjung tinggi pendidikan untuk pria dan wanita, yang tercermin dalam investasi besar atas gedung sekolah, perguruan tinggi, madrasah, universitas, perpustakaan, dan observatorium serta terhadap pelatihan guru selama berabad-abad nya pemerintahan Islam – semua untuk menjamin akses yang luas terhadap pendidikan bagi warganya. Banyak ‘Rumah Pengetahuan’ (Dar al-Ilm) didirikan pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi di timur dan barat negara Khilafah. Khalifah Harun al-Rasyid, salah satu penguasa awal Abbasiyah  memerintahkan bahwa setiap masjid harus mendirikan sekolah di dalamnya. Wazir Nizam lal-Mulk di abad ke-11 mendirikan sistem sekolah pendidikan tinggi di seluruh dunia Muslim, termasuk di kota-kota seperti Baghdad, Mosul, Basra, dan Herat. Khalifah Nuruddin di abad ke-12 mengikuti jejaknya dengan mendirikan banyak lembaga pendidikan seperti di Damaskus dan kota-kota besar lainnya. Cordova saja memiliki 70 perpustakaan. Jumlah kuttab (guru) di dunia Muslim meningkat pesat sampai hampir setiap desa memiliki kuttab sendiri. Dan pada satu titik selama pemerintahan Islam, ada 74 di perguruan tinggi Kairo, 73 di Damaskus, 41 di Yerusalem, 40 di Baghdad, 14 di Aleppo, 13 di Tripoli dan di samping berbagai lembaga di kota-kota lain yang memberikan pendidikan gratis kepada puluhan ribuan murid.

Sementara itu, sejumlah universitas bergengsi kembali dikenal secara internasional karena keunggulan akademiknya didirikan di seluruh negara bagian dan menjadi pusat pembelajaran bagi intelektual elit dunia dan lembaga-lembaga pendidikan yang memilki banyak siswa dari seluruh dunia. Ini termasuk Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko yang dibangun pada 859 CE, Universitas Al-Azhar di Mesir didirikan pada 970 CE, Mustansiriya University di Baghdad didirikan pada 1227 CE, Sankore University di Timbuktu, Mali dibangun pada abad ke-14, dan Istanbul universitas di Turki didirikan pada abad ke-15.

Hal ini tidak mengherankan pendidikan perempuan juga berkembang karena pada saat itu aktivitas belajar dan studi dikelola oleh sistem Islam yaitu Khilafah,. Nabi (saw) sendiri telah menetapkan didahulukan untuk kepentingan anak perempuan dan pendidikan perempuan melalui kata-kata dan tindakannya sendiri. Dan ummul mu’miniin, Aisha (radhiya Allahu anha) juga memuji perempuan yang mencari pengetahuan,

“نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ”

“Para wanita terbaik adalah wanita dari Ansar, karena mereka adalah wanita yang tidak pernah malu untuk selalu belajar tentang agama” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah (saw) juga mengajar laki-laki dan perempuan tentang Islam di masjid dan majelis umum lainnya tetapi juga menyisihkan waktu khusus untuk secara khusus mendidik perempuan dan menjawab pertanyaan mereka tentang agama.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ،‏. قَالَتِ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ r غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ، فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ‏.‏ «فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ، فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ» (رواه البخاري)

Abu Sa’id al-Khudri (ra) menceritakan bahwa beberapa wanita mengatakan kepada Nabi (saw), “Pria telah di depan kita (dalam hal akuisisi pengetahuan). Oleh karena itu, pilihlah hari khusus untuk kepentingan kami juga. “Nabi (saw) lalu menetapkan satu hari untuk mereka. Beliau (saw) akan menemui mereka pada hari itu, menyarankan mereka dan mendidik mereka tentang Perintah Allah (swt). (HR Al-Bukhari)

Pandangan Rasullullah (Saw)  tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan tercermin dalam banyaknya lahir kaum cendekiawan dari banyak istri-istrinya, Sahabiyyat (para sahabat wanita), dan wanita lain selama pemerintahannya dari Madinah. Istrinya Aisha (ra) misalnya, mendapat gelar ‘faqihat ul Ummah’ (ahli hukum dari umat) karena pengetahuan tentang hadits dan keahliannya dalam hukum Islam. Dia meriwayatkan lebih dari 2200 hadits dari Nabi (saw). Dikatakan bahwa hanya Abu Hurairah (ra), Ibnu Umar (ra), dan Anas (ra) yang telah meriwayatkan lebih banyak darinya. Ulama Ibnu Hajar menulis, “Salah satu keempat dari perintah Nabi (saw) yang diriwayatkan oleh dia.” Sementara kalangan shahabat (sahabat laki-laki Nabi (saw)) akan bertanya padanya atas persoalan agama mereka. Ahli hukum Islam dan shahabat yang besar, Abu Musa Ashari (ra) mengatakan, “Setiap kali hal apapun menjadi sulit bagi kami, para sahabat Nabi (saw), maka kami akan bertanya pada Aisha tentang hal itu. Kami meyakini bahwa dia memiliki pengetahuan tentang masalah itu. “Umar bin Al Khattab (ra) dan Utsman bin Affan (ra) sebagai khalifah juga akan merujuk kepada Aisha (ra) untuk menjawab pertanyaan khusus mengenai hadits dan fiqh. Tapi dia juga memiliki peran yang besar atas bidang pengetahuan lainnya, termasuk obat-obatan, puisi, sastra dan sejarah orang-orang Arab. Sahabat, Urwah bin Az-Zubair (ra) mengatakan tentang dia, “Saya belum pernah melihat (pria atau wanita) yang memiliki pengetahuan lebih tentang Al-Qur’an, perkara wajib, apa yang halal dan haram, puisi, sastra, sejarah orang Arab, silsilah mereka, daripada Aisha. ”

Istri Rasul (saw) yang lain seperti Ummu Salamah, Hafsa, Umm Habibah dan Maymunah juga unggul dalam ilmu, memiliki pengetahuan luas tentang hadits dan mengeluarkan fatwa Islam, seperti yang dilakukan banyak Sahabiyat seperti Asma binti Abu Bakar, Umm Atiyah, Umm Shareek , dan Fathimah binti Qais (ra). Adapun shohabiyah yang lain juga memiliki keahlian dalam puisi, seperti Khansa binti Amr, Hind binti Athathah, Atikah, Umm Aiman dan Safiyah binti Abdul Muthalib bin Hasyim. Rasul (saw) juga menekankan pentingnya kepahaman baca tulis bagi perempuan, tercermin dalam instruksi untuk Shifa binti Abdullah untuk mengajarkan menulis kepada istri beliau, Hafsa.

Khilafah mengikuti ajaran dan contoh dari Rasul (saw) dengan merangkul pandangan Islam akan pentingnya pendidikan perempuan. Anak perempuan dan perempuan mampu mengakses pendidikan di rumah, di sekolah, masjid, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya dari laki-laki dan juga guru perempuan. Mohammad Akram Nadwi, seorang cendekiawan India modern yang melakukan studi ekstensif pada ulama perempuan Islam dalam sejarah Islam, menceritakan bahwa di setiap kota di mana Muslim menetap, wanita akan menerima ilmu dari ulama di wilayah mereka. sekolah terkenal dan masjid di mana wanita secara reguler menghadiri kelas telah terbukti dari daftar hadir termasuk sekolah bergengsi Umayyad dan Masjid al-Jami ‘al-Muzaffari di Damaskus,  al-Madrasah al-Umariyya, dan Dar al-Hadits al-Nuriyyah, juga di Suriah. Universitas bergengsi Al-Azhar di Kairo juga memberikan akses khusus untuk perempuan sebagai mahasiswa dan dosen – hak perempuan di Barat hanya diperoleh di universitas abad mereka setelah. Beberapa sekolah didirikan khusus untuk mendidik anak-anak perempuan. Yang pertama adalah al-Qarawiyyin yang didirikan oleh Fatima Al-Fihri di 859 CE di Fez, Maroko. Perempuan juga mampu bepergian di seluruh dunia Islam untuk mencari ilmu, tanpa hambatan oleh batas-batas negara yang tidak ada di bawah Khilafah yang telah menyatukan semua wilayah ke dalam satu negara.

Akibatnya, lahirlah ribuan ulama perempuan yang dihasilkan dalam sejarah negara mulia yang menerapkan hukum Syariah Islam.

“Mohammed Akram (seorang cendekiawan Islam India modern) memulai delapan tahun lalu pada satu volume kamus biografi ulama hadits perempuan, sebuah proyek yang membawanya berpetualang melalui kamus biografi, teks-teks klasik, sejarah madrasah dan surat untuk kutipan yang relevan. “Saya pikir saya akan menemukan mungkin 20 atau 30 perempuan,” katanya. Sampai saat ini, ia telah menemukan 8.000 dari mereka, selama kembali ke 1.400 tahun silam, dan kamusnya sekarang telah menjadi 40 jilid …. ”

Disarikan dari “A Secret History” oleh Carla Daya diterbitkan d majalah New York Times, 25 Februari 2007.

Para intelektual perempuan ini telah mencapai peringkat tertinggi di semua bidang pengetahuan agama dan menjadi ahli hukum terkenal, mengeluarkan putusan hukum berdasarkan Islam, menafsirkan Alquran, meriwayatkan dan mengkritisi hadits, dan bahkan menantang putusan hakim. Banyak dari mereka yang menulis buku tentang berbagai bidang dalam ilmu-ilmu Islam, kadang-kadang terdiri dari 10 jilid atau lebih. Mereka juga secara rutin mengajar di rumah-rumah, sekolah-sekolah, dan masjid-masjid utama dan perguruan tinggi dari kota-kota mereka – untuk siswa laki-laki dan perempuan. Beberapa perguruan tinggi seperti Saqlatuniya Madrasa di Kairo didanai dan dikelola sepenuhnya oleh wanita. Ruth Roded, Dosen Senior di Sejarah Islam dan Timur Tengah di Universitas Ibrani Yerusalem menyatakan bahwa dalam dokumen sejarah dinyatakan bahwa proporsi dosen perempuan di banyak perguruan tinggi Islam klasik lebih tinggi daripada proporsi dosen perempuan di universitas-universitas Barat saat ini.

Di antara para ulama wanita terkenal di bawah Khilafah, yaitu Umm Darda yang pada abad ke-7 mengajari hadits dan fiqh di Masjid Besar Umayyah di Damaskus, ibukota Khilafah pada saat itu. Salah satu muridnya adalah Khalifah Negara, Abdul Malik bin Marwan yang akan duduk dalam lingkaran studinya bersama dengan siswa yang lain. Selain itu adalah Nafisa binti Hassan, seorang intelektual di Mesir pada abad ke-9 masehi yang memilki menjadi guru dari seorang mujtahid terkenal Imam Syafi’i. Dan satu lagi dari ulama perempuan adalah Sitt al-Wuzara binti Umar yang populer di Damaskus pada abad ke-12 untuk mengajar hadis shahih al bukhari. Dia diundang ke Kairo di mana ia mengajar di Masjid Agung dan tempat-tempat lain. pelajarannya dihadiri oleh para ulama dan tokoh-tokoh lainnya dari kota – pria dan wanita. Semua ini dilakukan dalam batas-batas dari sistem sosial Islam, dengan kode pakaian Islam dan pemisahan tempat duduk pria dan wanita.

ulama perempuan lainnya dari catatan termasuk Amrah binti Abd al-Rahman – yang mengeluarkan ketetapan hukum di Madinah pada hal-hal seperti transaksi bisnis dan hukuman. Imam Malik (rm) dalam kitabnya, Al Muwatta, menyebut bahwa fatwa nya mengenai haji adalah fatwa yang terkenal. Aishah binti Abd-al-Hadi adalah intelektual abad ke-9 Masehi yang ditunjuk untuk menjabat sebagai guru utama yang mengajarkan Sahih al-Bukhari di masjid agung Bani Umayyah. Intelektual perempuan lain adalah Shaykhah Umm al-Khayr Fatimah binti Ibrahim, yang pada abad ke-14 masehi mengajarkan hadits di Masjid Nabawi di Madinah, sebuah kota yang dihormati oleh seluruh masyarakat, mencerminkan rasa hormat yang dimiliki oleh masyarakat terhadap dirinya. Dan Zainab binti Kamal adalah ulama abad ke-14 yang mengajar lebih dari 400 kitab-kitab hadis. Karya tulisnya telah menarik banyak mahasiswa dan dengan reputasinya yang tinggi ia mengajar di beberapa lembaga akademis paling bergengsi di Damaskus.

Para siswa dari banyak ulama perempuan Islam termasuk kaum laki-laki yang merupakan para ahli hukum besar dan Mujtahidin pada masa itu, seperti Imam Malik, Ibnu Hajar, dan Ibn Taimiyah (rm). Tak terhitung banyaknya ulama  terkemuka yang juga menyebutkan guru perempuan mereka dalam buku-buku mereka, menulis biografi mereka dan memuji mereka karena adanya pengetahuan, kecerdasan, kesabaran, perilaku berbudi luhur, integritas, dan kesalehan. Para guru dari ulama terkemuka pada abad ke-13 masehi, yaitu Sejarawan Islam Ibn al-Najjar, misalnya termasuk 400 perempuan; seperempat dari para guru dari ulama abad ke-14 besar yaitu ahli fikih Al-Suyuti adalah perempuan; sedangkan ulama yang dikenal pada abad ke-12 masehi yaitu  Ibnu Asakir meriwayatkan hadits dari lebih dari 80 perempuan dan ia mendedikasikan seluruh buku ke biografi dari mereka. Selain itu, dari biografi dari banyak ulama besar Islam, jelas bahwa faktor penting dalam keberhasilan mereka menggabungkan pengetahuan Islam adalah dasar dalam pendidikan mereka yang telah diberikan oleh ibu mereka.

Di bawah pemerintahan Islam, wanita memainkan peran penting dalam pengembangan, transmisi dan pelestarian berbagai bidang ilmu-ilmu Islam, fiqh dan hadis, serta kontribusi terhadap kekayaan budaya dan pengetahuan Islam. Mereka juga menikmati rasa hormat yang besar antara masyarakat mereka, yang dijadikan rujukan dalam mempelajari tafsir dan putusan fiqh, dan memperoleh hak-hak yang sama seperti laki-laki, termasuk hak untuk memberikan ijaazah (atau lisensi untuk mengajar) kepada siswa mereka. Bahkan ada catatan bahwa perempuan  menggunakan pengetahuan Islam mereka untuk campur tangan dalam keputusan pengadilan untuk mencegah terjadinya kedzaliman. Amrah binti Abd al-Rahman, yang muhaddithat besar dan faqihah misalnya sekali campur tangan dalam kasus pengadilan dipimpin oleh Qadhi (gubernur) dari Madinah yang menerapkan hukuman hudud pada seorang pencuri yang telah mencuri beberapa cincin besi. Amrah mengingatkan hakim bahwa hukuman seperti itu hanya bisa diterapkan pada orang yang telah mencuri sesuatu yang jumlahnya seperempat dinar atau lebih. Akibatnya Qadhi menarik keputusannya dan membebaskan terdakwa karena dia tidak memiliki argumen terhadap otoritas bukti dalam Islam seperti yang disampaikan oleh Amrah.

Para intelektual muslimah ini menjalani kehidupan Islam yang kaffah, mengelola rumah tangga mereka, mengasuh anak-anak mereka, menerima beasiswa, berpartisipasi dalam urusan masyarakat, tegas membela untuk keadilan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang Munkar, dan memuhasabahi penguasa. Seorang cendekiawan India, Mohammad Nadwi Akram menulis, “Saya telah membaca banyak materi lebih dari satu dekade untuk mengkompilasi catatan biografi 8000 Muhaddithat (ahli hadits wanita) . Tidak salah satu dari mereka  direndahkan dalam domain kehidupan keluarga, atau mengabaikan tugas di dalamnya, atau dianggap menjadi seorang wanita yang tidak diinginkan atau lebih rendah daripada menjadi seorang pria, atau menganggap bahwa, mengingat bakat dan kesempatan, dia tidak punya tugas luas di masyarakat, di luar domain kehidupan keluarga. ”

 

Di bawah sistem Khilafah, wanita juga unggul dalam bidang-bidang studi seperti kedokteran, astronomi, matematika, kaligrafi, puisi, sains dan teknik. Misalnya, Labana dari Cordoba adalah seorang ahli dalam matematika dan sastra di abad ke-10 masehi. Dia mampu memecahkan masalah geometri dan aljabar yang paling kompleks dan pengetahuan luas dari literatur umum diperoleh pekerjaannya sebagai sekretaris Khalifah, al-Hakem II. Mariam “al-Asturlabi” Al-Ijilya adalah seorang ilmuwan dan penemu di abad ke-10 masehi. Dia merancang astrolube yang digunakan dalam astronomi untuk menentukan posisi matahari, planet-planet dan navigasi. desainnya sangat inovatif sehingga ia dipekerjakan oleh penguasa kota di mana dia tinggal. Lubna dari Andalus adalah penyair yang juga hidup di abad ke-10 masehi. Dia unggul dalam tata bahasa, retorika, matematika dan kaligrafi. Dia adalah salah satu sekretaris kepala negara dan memegang posisi yang berurusan dengan korespondensi resmi. Fakhr al-Nisa Umm Muhammad Shuhdah adalah spesialis abad ke-12 masehi di bidang Kaligrafi. Dia menulis untuk Khalifah al-Muqtafi. Dikatakan bahwa pada waktunya tidak ada orang di Baghdad yang bisa menyamai keunggulan tulisannya. Perempuan dari keluarga Bani Zuhr adalah dokter yang bertugas abad ke-12 masehi di masa kekuasaan Khalifah Abu Yusuf Yaqub al-Mansur, dimana pada abad ke-15 seorang dokter bedah Turki Serefeddin Sabuncuoglu menjelaskan bahwa terdapat seorang ahli bedah perempuan di Anatolia yang melakukan prosedur bedah pada pasien wanita. Di bawah pemerintahan Islam, terdapat pula seorang seniman kaligrafi wanita dari Spanyol ke Suriah, Irak ke India yang mempraktekkan seni menyalin Al Qur’an. Dikabarkan bahwa di Timur Cordoba saja ada 170 ahli kaligrafi perempuan yang menyalin Qur’an dalam naskah Kufi.

Di samping semua ini, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, dan pengabdian  kepada Allah (swt) tertanam pada diri perempuan di bawah pemerintahan Islam, yang mendorong banyak dari mereka untuk menghabiskan uang mereka sendiri di gedung sekolah, universitas dan lembaga lainnya untuk menyediakan pendidikan bagi orang lain dan mengharapkan imbalan di akhirat dari hal tersebut. Sebagai contoh ialah Umm ul-Banin Fatimah yang membangun madrasah pertama bagi anak perempuan di 245 H (859 masehi). Dia terus menerus berpuasa semenjak hari diletakkannya fondasi awal bangunan tersebut sampai bangunan itu selesai. Serta Universitas Fatima Al-Fihri yang didirikan pada tahun 859 masehi di Fez, Maroko, yang sekarang dikenal sebagai universitas pemberian gelar-pertama di dunia, Masjid Qarawiyyin dan madrasah, dimana ia menghabiskan seluruh warisannya dalam proses pembangunannya, hingga ia tetap berpuasa sampai bangunan itu didirikan. Ini menjadi salah satu pusat pendidikan paling bergengsi dan penting bagi pendidikan di dunia. Tidak ada biaya dan siswa diberi tunjangan finansial untuk makanan dan akomodasi.

Semua ini didorong oleh pelaksanaan hukum dan sistem Islam di bawah Khilafah yang mendorong warga – laki-laki dan perempuan – untuk mempelajari Islam dan dunia di sekitar mereka, serta unggul dalam setiap bidang kehidupan untuk kepentingan masyarakat dan kemanusiaan . Selanjutnya, itu adalah prinsip-prinsip Islam yang di atasnya Khilafah berdasarkan yang wajib negara untuk memberikan pentingnya besar dan nilai pendidikan perempuan yang layak, memanfaatkan potensi perempuan dan memastikan aspirasi pendidikan mereka bertemu.

warisan yang mulia ini juga menanti wanita di masa Khilafah berdasarkan metode kenabian Insya Allah, yang juga akan memprioritaskan penyediaan sistem pendidikan kelas satu untuk semua warganya – laki-laki dan perempuan. Selain itu, Khilafah (kekhalifahan) wajib menyediakan pendidikan gratis di tingkat primer dan sekunder untuk kedua anak laki-laki dan perempuan. Hal ini termasuk mata pelajaran seperti disiplin Islam, Bahasa Arab, matematika, dan ilmu-ilmu eksperimental seperti biologi, kimia dan fisika. Negara juga akan berusaha untuk membiayai pendidikan tingkat gratis yang lebih tinggi untuk pria dan wanita untuk yang terbaik dari kemampuannya.

“Ini merupakan kewajiban pada Negara untuk mengajar setiap individu, laki-laki atau perempuan, hal-hal yang diperlukan untuk arus utama kehidupan. Ini harus wajib dan tersedia bebas di tingkat primer dan sekunder pendidikan dan Negara harus, untuk yang terbaik dari kemampuannya, memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk melanjutkan pendidikan tinggi gratis. “Pasal 178, Draft Hizbut Tahrir Konstitusi al-Khilafah

Negara yang mulia ini karena itu akan berusaha untuk memberantas buta huruf perempuan dan mengamankan impian pendidikan anak perempuan dan perempuan. Ini juga akan mendorong mereka untuk memasuki studi yang lebih tinggi dan memfasilitasi mereka dalam mengkhususkan diri dalam berbagai bidang, termasuk disiplin Islam, kedokteran, sains, bahasa dan teknik, memanfaatkan berpikir dan keterampilan mereka untuk mengangkat dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Ini akan mencakup menghasilkan kelimpahan ulama perempuan, dokter, perawat dan guru misalnya untuk memberikan yang terbaik layanan pendidikan dan kesehatan kepada warga perempuan dari negara. Semua ini akan dijamin dalam kerangka sistem sosial Islam, yang akan memisahkan pengajaran siswa laki-laki dan perempuan di kedua sekolah negeri dan swasta. Hal ini akan memungkinkan anak perempuan dan perempuan Muslim untuk mengejar aspirasi pendidikan mereka sementara juga mengikuti semua hukum Islam yang menjamin perlindungan martabat dan keselamatan mereka. Selanjutnya, ia akan berusaha untuk menghilangkan sikap tradisional atau hambatan budaya yang merendahkan pendidikan perempuan atau mencegah perempuan dari mengejar hak-hak pendidikan mereka. Hal ini hanya pelaksanaan Sistem Allah di bawah naungan Khilafah yang bisa mencapai seperti visi dibedakan untuk pendidikan perempuan.

﴿الٓر‌ۚ ڪِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٲطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ

“Alif Lam Ra. Ini adalah kitab yang kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji.” [Ibrahim: 1]

 

 

Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir

Oleh Dr. Nazreen Nawaz

Direktur Women’s Section Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*