Diskusi Terbatas Guru Inspiratif MHTI Bondowoso: Idealisme Guru, antara Harapan dan Realita
HTI Press, Bondowoso. Naluri seorang pendidik yang menginginkan terbentuknya anak didik sebagai generasi cermerlang seolah menemui jalan buntu. Guru justru disibukkan dengan bebagai aktivitas yang cukup menguras tenaga dan waktu. Adakah solusi jitu guna mengatasi masalah dunia pendidikan saat ini? Untuk itu, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesai (MHTI) DPD II Bondowoso mengadakan Diskusi Terbatas Guru Inspiratif dengan topik ”Idealisme Guru, antara Harapan dan Realita”.
Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci al-Quran. Ustadzah Elis selaku pemateri diawal pemaparannya memberi sedikit gambaran bagaimana keududukan seorang guru dalam Islam. “Rasulullah bersabda bahwa hamba yang paling dicintai Allah Swt. setelah para Nabi dan syuhadada ialah para guru,” sebutnya membacakan HR. Zaid bin Azlam di hadapan para guru tingkat SMP dan SMA yang hadir.
Lanjutnya, ini menunjukkan betapa posisi seorang pendidik amatlah tinggi dan mulia, karena ia rela mencurahkan tenaga, waktu, dan pikiran untuk tersampainya ilmu yang nantinya akan bermanfaat bagi semua orang. Melihat peran dan pengorbanan seorang guru yang sedemikian hebat, tak heran bila pada masa kejayaan Islam para khalifah memberi penghargaan yang setinggi-tingginya. Misal, pada masa Umar bin Khattab gaji seorang guru adalah 15 dinar/bulan setara dengan Rp. 36.350.250,- dan ini diteruskan oleh para khalifah selanjutnya. Bukan hanya jaminan kesejahteraan namun dari sisi personality tenaga pendidik juga dipilih orang orang yang memiliki kepribadian Islam dan kapabel di bidangnya.
“Dari sini bisa terlihat bahwa mengajar bukan sekedar mencari materi semata tapi juga bertujuan mencetak generasi cemerlang,” tegasnya.
Acara yang digelar pada Minggu (26/2/2017) di Aula Yayasan Pemberdayaan Umat, Bondowoso ini mengajak para peserta untuk mengkomparasi antara kesejahteraan guru dan kondisi pendidikan saat ini dengan era kekhalifahaan Islam. Di akhir, narasumber menjelaskan penyebab terjadinya berbagai permasaahan pendidikan sebagai akibat diterapkannya sistem kaptalisme yang melahirkan aturan sekulerisme, memisahkan agama dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Menurutnya, dalam sistem pendidikan Islam penyampaian ilmu kepada siswa sebagai sebuah konsep dilakukan dengan menyatukan ilmu dan realitas yang terindera oleh siswa. Hal ini ditujukan agar siswa memahami ilmu tersebut dan mampu menggunakannya sebagai landasan sikap dan perilaku. Setiap penyampaian ilmu kepada siswa harus disertai dengan dorongan untuk mengamalkannya. “Sistem pedidikan ini hanya bisa terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan yang menerapkan Islam dalam kehidupan negara, yakni Khilafah Islam,” pungkasnya.[]