Sistem Pendidikan Dasar pada Kekhilafahan Usmaniyah

pendidikan dasar utsmaniyyah

Kampanye negatif terhadap kaum muslimin dan sentimen anti Islam telah ada sejak turunnya ayat pertama dari al-Quran. Pernyataan tegas yang disampaikan oleh mereka yang ingin menyerang sudut pandang Islam tentang kehidupan, bahwa pengajaran yang Islami, mendorong kedunguan, taklid buta, mencetak kepribadian dengan toleransi yang rendah kepada orang lain dan tidak menghargai kemajuan tekhnologi dan sosial, khususnya menyangkut persoalan perempuan dan pemberdayaan mereka melalui pengetahuan.

Namun jika seseorang dengan seksama meninjau bukti sejarah tanpa bias, kita akan menemukan bahwa sistem politik Islam meletakkan pengetahuan dan pembelajaran sebagai persoalan dengan prioritas tertinggi bagi laki-laki dan perempuan.

Islam mendorong dengan tegas bahwa menuntut ilmu sebagai aktivitas ibadah yang akan meninggikan derajat manusia dalam kehidupan dunia dan di akhirat.

﴿أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang ber-akal-lah yang dapat menerima pelajaran.”

[Quran surat Az Zumar ayat 9].

Inilah visi kesuksesan yang memacu penguasa kaum muslimin untuk mendorong literasi massal dalam rangka untuk memahami dan melaksanakan al-Quran dan sunnah. Negara Islam yang pertama di madinah mewujudkan tradisi pembelajaran umum yang berawal dari masjid Rasulullah saw, yang digunakan sebagai tempat pendidikan bagi orang tua maupun muda, dan juga berfungsi sebagai pusat sosial bagi komunitas muslim. Kewajiban dari Islam untuk mendidik, membawa pada terwujudnya universitas islam pertama di dunia yaitu Al Qarawwiyin di kota Fez, Maroko.

Trend berinovasi dalam pendidikan menjadikan negeri-negeri kaum muslimin memimpin dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan pembelajaran, begitu dahsyatnya hingga banyak tokoh elit diluar negeri negeri kaum muslimin, meminta agar warga negaranya mendapatkan pendidikan di dalam Negara Daulah pada berbagai periode dalam sejarah. Kekhalifahan yang terakhir adalah kekhilafahan Usmani di Turki, yang memiliki model pendidikan  terkemuka yang menandingi hampir seluruh institusi yang ada pada saat ini. Menurut Lord Paul Rycaut (diplomat Inggris, sejarawan, pakar tentang kesultanan Usmani), “sistem pendidikan dan kedisiplinan dalam kesultanan Turki adalah kekuatan utama dari politiknya, dan elemen yang paling penting yang menopang kesultanannya. Dalam sistem ini, kekayaan ataupun suap tidak menjadi sesuatu yang inheren pada kelas atas dan bukan pula sesuatu yang terpuji, semua itu adalah sesuatu yang tidak sah; justru diaplikasikan kebajikan, kebijaksanaan, ketekunan dan kedisiplinan. Sultannya sendiri tampil sebagai seseorang dengan seluruh karakter tersebut”

Mengingat bahwa 600 tahun rentangan masa Kekhilafahan Usmaniyah menjangkau wilayah sebesar 14 juta km persegi, yang meliputi wilayah Siprus Turks, Yunani, Bulgaria, etnis Pomaks (kaum muslimin di Slavic), Serbia, Kroasia, Montenegro, Bosnia, Albania, Hungaria, etnis Poles di polandia, Romania, Armenia, Georgia, Syria, Chaldean, Arab, Persia, kurdi, koptik, Ethiopia, etnis Berber (Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, Mesir, Mali, Nigeria, Mauretania).  Komentar Rycaut membuktikan, betapa sistem pendidikan dalam Khilafah adalah yang paling inklusif, dimana kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri didapatkan oleh siapa saja tanpa kecuali, sebuah perkara yang tidak mampu dicapai dalam tataran komprehensif oleh model politik manapun yang sedang berlaku pada saat ini. Dengan sejumlah besar komposisi kelompok etnis dan budaya didalam naungan satu kekuasaan, kita juga bisa melihat bagaimana sistem pendidikan Islam menjadi pemersatu, karena nasionalisme tidak bernilai dalam ideologi Islam, ayat dari al-Quran yang diajarkan seperti :

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“ Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

[Quran Al Hujurat ayat 13]

﴿وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”

[Quran Ar Rum ayat 22]

Dengan memperkenalkan ide-ide ini kepada para pemuda, kepribadian terbentuk sejak usia dini agar menjadi toleran dan manusiawi kepada semua orang, sebagaimana mereka disatukan sebagai warga negara Khilafah, sehingga persaingan dan kebencian sektarian diminimalisasi yang pada akhirnya mengembangkan dan memelihara keselamatan dan keamanan masyarakat.

Analisis tentang sistem pendidikan dasar saja, akan membuktikan betapa kepemimpinan Usmaniyah benar benar menjadi garda terdepan dalam menjamin pengalaman pendidikan yang benar-benar mudah diakses, praktis, dan layak mendapatkan pujian, bagi jiwa-jiwa muda yang sangat sensitif dalam pemeliharaannya. Dalam Kekhilafahan Usmaniyah pendidikan sekolah dimulai saat anak berusia 3 tahun, yang dikenal dengan sebutan sekolah dasar (Sibyan Mektepleri).

Dalam artikelnya yang dipublikasikan oleh Jurnal internasional Humaniora dan ilmu sosial pada tahun 2013, Professor Dr. Selami Sonmez dari Universitas Atatürk di Turki, menyusun daftar dari tujuan sistem pendidikan dasar Kekhilafahan Usmaniyah sebagai berikut :

  1. Mengajar anak-anak Turki dan anak-anak kaum muslimin agar mampu membaca al-Quran dengan lancar dan menulis dalam bahasa Arab dengan sebaik-baiknya
  2. Mengajarkan dasar-dasar Islam
  3. Mengajarkan bentuk-bentuk ibadah dalam Islam
  4. Mengajarkan prinsip-prinsip etika dalam Islam dan adat istiadat
  5. Mengenalkan dan mengajarkan nilai-nilai moral yang benar dalam Islam
  6. Mengidentifikasi kemampuan dari anak
  7. Mempersiapkan anak anak untuk masuk ke madrasah

Sekolah disponsori secara langsung oleh negara sendiri atau dibangun dan didanai oleh  individu-individu yang kaya atau kelompok-kelompok yang kaya di dalam komunitas yang berbagi tanggungjawab untuk mendidik generasi muda. Adalah sesuatu yang umum untuk memiliki sekolah yang berhubungan erat dengan sebuah masjid.

Ergin Osman, dalam bukunya pada tahun 1977, Sejarah Pendidikan Turki, menulis betapa pentingnya mendidik semua tingkatan masyarakat bagi pemerintahan Usmaniyah, sehingga Sultan Muhammad Al Fatih mempelopori ide untuk pendanaan khusus bagi sekolah yang hanya membolehkan anak-anak dari keluarga miskin atau yatim piatu untuk bisa datang ke sekolah, sehingga bisa memastikan, bahwa tidak ada individu yang membutuhkan, terselip dari jaring untuk mendapatkan hak pendidikan. Dia mendokumentasikan protocol khusus yang diadopsi untuk pendidikan dasar:

  1. Pendidikan di Sekolah Dasar bebas biaya
  2. Diberikan uang saku harian sebesar 2 akche
  3. Baju, topi fez, kemeja, celana, tali atau sabuk, sepatu dan topi didistribusikan pada semua anak
  4. Diberikan makanan
  5. Perjalanan liburan diorganisir setiap tahun sekali

Adalah sesuatu yang umum, keluarga yang lebih kaya juga menyokong anak-anak dari keluarga miskin, karena hal itu dapat menggalakkan terjadinya kohesi sosial di negara Islam.

Dia juga mengatakan bahwa hari pertama anak di sekolah merupakan peristiwa sosial yang signifikan secara budaya hingga orang tua, baik kaya maupun miskin, akan menyelenggarakan sebuah pesta khusus dan parade jalanan untuk memperingati peristiwa mulia tersebut. Istilah resmi untuk itu dikenal sebagai “ Parade Amen Anak-anak”. Ahmed Rasim dalam karyanya pada tahun 1927, Falaka Istanbul, menjelaskan upacara tersebut meliputi pemberian makan keluarga dan teman-teman, dimana anak-anak akan diberi hadiah dan memakai baju baru yang indah dan akan dipanjatkan doa untuk kesuksesan mereka.

Perayaan yang kompleks dari hari pertama anak di sekolah memiliki fungsi sosial sebagai berikut:

  1. Untuk mendorong orang tua untuk mengirim anak mereka ke sekolah
  2. Untuk mendorong ayah dari anak–anak yang lain di lingkungan sekitar sekolah untuk mengirim anak-anak mereka ke sekolah
  3. Untuk mendorong anak-anak memulai sekolah
  4. Untuk mendorong kakak peremuan atau laki-laki bahkan yang sudah dewasa, dan anak-anak tetangga mereka untuk mulai bersekolah
  5. Untuk memberikan kehormatan bagi keluarga dari anak-anak

Mengutip penemuan dari penelitian Osman Ergin 1977, bahwa kepentingan sosial semacam itu dalam pendidikan tidak dapat ditemukan “di sejarah pendidikan negara lain manapun!”

Dr. Selami Sonmez (2013) mendokumentasikan bahwa gaya mengajar yang fleksibel pada saat itu membuat anak-anak belajar berdasarkan kecepatan mereka, dan murid yang memiliki kemampuan yang lebih didorong untuk berprogres lebih cepat dan murid yang memiliki kemampuan kurang diberikan waktu lebih untuk menyelesaikan dengan baik. Kelas yang lebih besar didukung oleh murid-murid yang paling cerdas yang ditunjuk sebagai asisten mengajar bagi murid yang lain, fenomena yang saat ini, menjadi perkembangan terkini di dalam sistem sekolah Barat .

Menimbang dari bukti sejarah dan sosiologi yang luar biasa ini, dapat kita menyimpulkan bahwa Model Pendidikan Dasar Negara Kekhilafah Usmaniyah benar benar menghilangkan  mitos bahwa Sistem Politik Islam sama sekali tidak menghargai pengetahuan, kemajuan dan pendidikan untuk anak anak perempuan. Sebaliknya, keterbatasan akses pendidikan bagi warga negara yang tinggal di negara yang didalamnya tegak sistem demokrasi, karena faktor kekayaan, gender, etnis, dan kelas sosial, sudah diketahui secara luas, dan semua negara negara barat menghadapi krisis yang berkelanjutan dalam mewujudkan kesetaraan bagi warga negaranya.

Pada artikel yang sama tahun 2013, disebutkan sebelumnya, Dr. Selami Sonmez berkomentar bahwa karakteristik luar biasa dari Sistem Pendidikan Kekhilafahan Ottoman adalah:

“…. Bahkan dibandingkan dengan dunia pada saat ini, karakteristik dan fungsi sekolah dasar… adalah sebuah kemewahan, dan banyak negara yang masih belum bisa mencapai konsep ini.” (Sistem Pendidikan Dasar di Kekhilafahan Usmaniyah, asisten Prof. Dr. Selami SONMEZ, Universitas Atatürk 2013).

Dengan bersenjatakan pengetahuan ini, sekarang kita dapat meninjau ulang  ketakutan kita terhadap kembalinya sistem pemerintahan politik Islam, dan justru membawa visi yang positif, penuh pengharapan dan inspirasional bagi semua orang, yaitu tentang kesempatan besar dalam meninggikan kemanusiaan dengan kembalinya Negara Khilafah Islamiyah.

 

Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh

Imrana Mohammed

Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*