Komisi Eropa baru-baru ini menyajikan sebuah laporan yang mengusulkan lima visi berbeda mengenai akan seperti apa Uni Eropa pada tahun 2025. Laporan ini menjadi pusat perhatian pada KTT Uni Eropa di Brussels, bersama dengan isu-isu migrasi, keamanan, pertahanan, serta ekonomi. Seiring dengan saran agar negara-negara anggota dapat berintegrasi pada kecepatan yang berbeda, laporan resmi tersebut meningkatkan kemungkinan bahwa Uni Eropa dapat banyak membalikkan jalur yang telah dilalui sejak awal pendiriannya.
Komentar :
Beberapa tahun ini telah menjadi masa sulit bagi Uni Eropa. Integrasi dan konvergensi adalah order of play (perintah untuk dimainkan) selama beberapa dekade, tetapi sekarang hal ini lebih banyak terancam dibatalkan. Sejak awal lahirnya blok ini enam dekade lalu, tujuannya selalu untuk mendelegasikan keputusan-keputusan kebijakan nasional secara progresif kepada otoritas supranasional. Setiap reformasi kelembagaan sejak tahun 1950 mempercepat tujuan ini, memberikan tanggung jawab lebih besar kepada Brussel. Meskipun pejabat Uni Eropa mengatakan mereka menentang pelemahan terhadap lembaga supranasional, tak ayal laporan resmi tersebut berbicara mengenai betapa banyak hal telah berubah di Eropa.
Laporan tersebut berbicara banyak tentang masa depan Uni Eropa, tetapi harus diingat bahwa Uni Eropa telah mencoba banyak ide yang digariskan dalam laporan resmi tersebut. Integrasi ke dalam blok telah selalu bergerak dengan kecepatan berlipat ganda selama beberapa dekade. Beberapa anggota menggunakan euro sebagai mata uang mereka, sementara yang lainnya tidak. Beberapa adalah anggota dari Perjanjian Schengen yang memberlakukan pergerakan bebas paspor, sementara sebagian yang lain tidak. Dan beberapa Negara dibebaskan dari partisipasi di dalam struktur Uni Eropa pada permasalahan dalam negeri dan kerja sama keamanan. Namun, sebelum publikasi laporan resmi tersebut, harapan sentral dari blok ini adalah semua anggota Uni Eropa akan bertemu suatu hari nanti, bahkan jauh di masa depan.
Laporan resmi menunjukkan Uni Eropa kini secara resmi menerima bahwa konvergensi mungkin tidak akan pernah terjadi. Baru setahun yang lalu, mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan dalam negosiasi dengan Brussels bahwa ia ingin Inggris dikecualikan dari tujuan Uni Eropa atas “persatuan yang semakin dekat.” Dengan bangkitnya referendum Brexit, para pemimpin Uni Eropa mengakui bahwa prinsip tersebut tidaklah realistis. Uni Eropa telah sering menghadapi tuduhan bahwa ia tidak fleksibel dan tidak sesuai dengan perubahan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi. Laporan resmi ini merupakan sebuah upaya pada titik pragmatisme. Bahkan ia dapat menandai dimulainya upaya terpadu pertama blok tersebut yang dikelola – bukannya disangkal – yakni fragmentasi/perpecahannya.
Reaksi-reaksi terhadap laporan resmi ini sangatlah terbuka. Negara-negara dengan (kekuatan) ekonomi besar di dalam inti zona euro, termasuk Jerman, Perancis dan Italia, menyatakan dukungan untuk sebuah “Eropa multi-kecepatan” di mana beberapa anggota dapat bergerak maju dengan integrasi yang lebih dalam, bahkan jika negara anggota lain memilih keluar. Di sisi lain, negara-negara di Eropa Tengah dan Timur memperingatkan adanya bahaya pemisahan inti Uni Eropa dari batas-batas luarnya. Negara-negara seperti Polandia dan Hongaria, terlepas dari semua kritik mereka, masih melihat Uni Eropa sebagai sumber penting akan pendanaan dan perlindungan. Meskipun mereka menyalahkan Uni Eropa dan menuntut agar Brussels mengembalikan kekuatan pengambilan keputusan kepada legislatif nasional, mereka terganggu oleh gagasan bahwa inti Uni Eropa dapat meningkatkan integrasi tanpa mereka. Kemungkinan bahwa Jerman atau Perancis dapat mengkoordinasikan kebijakan mereka atas Rusia, misalnya, tanpa berkonsultasi dengan sisa anggota blok lainnya, sangat menggelisahkan bagi mantan negara-negara blok Timur seperti Polandia atau Rumania.
Laporan resmi ini menegaskan bahwa blok tersebut tidak hanya bergerak pada kecepatan yang berbeda, tetapi bergerak ke arah yang berbeda. Krisis keuangan global dan krisis imigrasi menampakkan cacat internal Uni Eropa. Maraknya sentimen nasionalis dan Euroskeptik di Benua ini telah memaksa para anggota dan lembaga-lembaga Uni Eropa menyadari fakta bahwa mimpi menjadi sebuah Eropa federal tidak pernah bisa terwujud.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Adnan Khan