Oleh: Ainun Dawaun Nufus (pengamat sospol)
Umat Islam telah bangkit dari sikap ‘diamnya’ atas penindasan. Amerika sadar melalui eskalasi suasana Islami yang dilihatnya bahwa revolusi Islam tidak akan pernah tuntas tanpa Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah sebagai solusi hakikinya. Amerika yang memposisikan dirinya sebagai penguasa tunggal dalam konstelasi politik internasional mulai merasakan bahwa ajalnya sudah dekat, jika tidak dikatakan bahwa pengaruhnya akan berakhir. Untuk itu, Amerika mulai mencari kekuatan militer yang dibisiki kebencian mendalam terhadap Islam dan Khilafah, agar kekuatan itu menjadi garis depan dalam menghadapi revolusi ini, menekannya atau mengubah arah tujuannya.
Tindakan bengis yang dilakukan pemerintah Barat khususnya AS mengungkapkan kegagalan dan kebusukan Sekularisme dan Demokrasi dan jelas menunjukkan bahwa mereka benar-benar panik akan tingginya kesadaran Islam di kalangan umat Islam. Betapa naif mereka untuk berpikir bahwa mereka dapat melemahkan perjuangan kita dalam usaha kita untuk mengembalikan tegaknya Negara Islam dengan berbagai taktik murahan dan keji. Sebaliknya, hal ini membuat marah hati kita- umat Islam dan membuat kita lebih yakin dari sebelumnya untuk hidup di bawah sistem Khilafah Islam, yang memiliki panji yang haq.
Umat Islam hendaknya mengusung ar-Râyah tanpa takut di jalan Allah kepada konspirator dan diktator, dan tidak terpengaruh oleh upaya penyesatan bahwa panji Rasulullah menjadi simbol terorisme. Yang benar bahwa panji Rasulullah memicu ketakutan penjajah barat kafir. Panji daulah Islamiyah “al-Khilafah” memiliki al-Liwâ’ dan ar-Râyah. Hal itu diistinbath dari apa yang ada di Daulah Islamiyah pertama yang didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah al-Munawarah
Panji Islam
al-Liwaa’ , secara harfiah, juga berkonotasi al-‘alam. Bentuk jamaknya alwiyah dan alwiyaat. Liwa’ adalah panji yang diberikan kepada Amir (panglima tentara, bisa juga komandan detasemen). Sedangkan ‘Alam adalah Liwaa’ (panji) yang digunakan sebagai tanda untuk berkumpulnya pasukan. Ahli bahasa menyatakan, al-‘alam adalah panji yang diikatkan di ujung tombak. Az-Zubaidiy berkata, al-‘alam adalah rasm at-tsaub (baju resmi) yang di pinggir-pinggirnya diberi garis-garis.
Liwaa’ adalah panji yang menunjukkan posisi pemimpin pasukan, dan ia akan dibawa mengikuti posisi pemimpin pasukan’. Ar-Raazi berkata, “Liwaa’ adalah panjinya pemimpin perang (Amir), sedangkan Alwiyah adalah al-mathaarid (tombak pendek) tanpa panji dan bendera.” Al-Mathraziy berkata, “Raayah adalah bendera pasukan yang diibaratkan dengan induk peperangan. Ar-Raayah lebih kecil daripada al-liwaa’.” Al-Abadiy juga berkata, “Raayah adalah (al-’alam) bendera kecil, sedangkan Liwaa’ adalah bendera besar. Pada masa kita sekarang ini, Raayaat dan Alwiyaat disebut dengan al-a’laam, al-bunuud, dan al-bayaariq.”
Sedangkan Ar-Raayah secara harfiah bermakna al-‘alam (panji). Bentuk jamaknya adalah raayaat. Kata ar-raayah, sebagaimana dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib saat Perang Khaibar, bermakna al-‘alam (panji). Ar-Raayah juga bermakna sejenis bendera yang diikatkan di leher. Bendera kecil disebut dengan ruyaih. Bentuk kata kerjanya adalah: rayaitu rayaan, wa rayyiitu, taryatah.
Raayah dinamakan seperti itu, sebab dipasang di bagian atas tombak. Sedangkan tombak adalah alat untuk menikam. Ini merupakan penamaan yang bersifat majaziy (kiasan). Al-Abadi berkata, “Ath-Thurisiy berkata, Raayah adalah panji yang diserahkan kepada pemimpin perang, di mana seluruh pasukan berperang di bawah kepemimpinannya dan akan mempertahankannya hidup atau mati.”
Al-‘Allamah al-Qalqasyandi telah mendefinisikan al-a’laam (bendera) sebagai berikut, “Ia adalah ar-raayaat (panji) yang dibawa oleh wakil (pengganti) Sultan yang diletakkan di atas kendaraannya.”. Kadang-kadang al-a’laam digambarkan dengan al- ‘ashaaib (serban), bentuk jamak dari ‘ashabah, yang maknanya adalah al-alwiyah. Lafadz ini diambil dari kata ‘ashabah ar-ra’s (serban kepala), sebab ar-raayah biasanya dikenakan di ujung tombak bagian atas. Kadang-kadang dilukiskan dengan as-sanaajiq (panji-panji), bentuk jamak dari as-sinjaq. Ini adalah bahasa orang Turki, yang bermakna ath-tha’n (tikaman).
Abu Bakar ibn al-‘Arabiy berkata, “Liwaa’ berbeda dengan ar-raayah. Liwaa’ adalah bendera yang diikatkan di ujung tombak, kemudian dililitkan di gagang tombak. Sedangkan ar-raayah adalah bendera yang dipasang di ujung tombak dan dibiarkan hingga berkibar ditiup angin.” Ada juga yang menyatakan bahwa Liwaa’ berbeda dengan Raayah. Liwaa’ adalah bendera yang berukuran besar, sedangkan ‘Alam adalah tanda yang menunjukkan di mana posisi Amir (pemimpin pasukan). Adapun Raayah adalah bendera yang diserahkan kepada pemimpin pasukan’ (Fath al-Baariy: VI/126-127; ‘Umdatul Qaari lil-‘Aina: XII/47; ‘Uynul Ma’bud li al-Abadiy: VII/254).
Sebagian besar nash hanya menyatakan bahwa panji Rasulullah SAW berbentuk persegi empat. Disebutkan dalam riwayat Bara’ bin al-‘Azib, “(Panji Rasulullah SAW) berbentuk persegi empat dan terbuat dari wool.” Dalam riwayat Ibnu ‘Abbas disebutkan, “(Panji Rasulullah SAW) berwarna hitam, berbentuk persegi empat, dan terbuat dari kain wool.” Al-Kattaaniy mengeluarkan riwayat dari Abu Zar’ah al-Qaza’iy, yang menyatakan, “Rasulullah SAW telah menyerahkan kepada ‘Ali sebuah panji berwarna putih yang ukurannya sehasta kali sehasta.” Ini menunjukkan, ukuran panji di masa Rasulullah SAW, yakni sehasta kali sehasta. Ini juga berarti, bahwa ukuran bendera Rasulullah SAW lebih besar lagi. (Taratib al-Idariyyah: I/320-322).
Bangkit
Spirit penegakan Islam di negeri ini juga sangat kental. Di antaranya tampak padatnya berbagai aktivitas umat Islam menuju kebangkitan. Dalam hitungan singkat, umat Islam sebetulnya bisa menggagalkan proyek Amerika dan para anteknya jika bangkit bersama ahlul quwah dengan kesadaran politik Islam. Sehingga kita akan memasuki era baru yaitu kekuasaan dan peradaban Islam yang mengadopsi panji Islam, di mana cahaya Islam akan bersinar menjadi mercusuar bagi penduduk bumi dan penuh dengan harapan, sebagaimana pernah berjaya selama beberapa abad.[]