Khilafah Mengembalikan Kedigdayaan Pendidikan di Dunia Islam
HTI Press. Yogyakarta. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD I Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan Forum Muslimah untuk Peradaban (Formuda), Ahad (26/3/17) di Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) Yogyakarta. Mengangkat judul yang sama dengan Konferensi Perempuan InternasionaI “Khilafah dan Pendidikan: Mengembalikan Masa Keemasan” yang telah digelar oleh Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir Divisi Muslimah bersama MHTI bulan Maret lalu di Jakarta. Forum ini dihadiri belasan tokoh Muslimah se–DIY.
Dipimpin oleh moderator Aeni Qoriah Ketua MHTI Yogyakarta, forum ini menghadirkan dua orang narasumber: Meti Astuti., S.EI., M.EK. Dosen STEI Hamfara, dan DR.Rahma Qomariah DPP MHTI. Meti memaparkan kondisi pendidikan di dunia Islam—termasuk Indonesia—saat ini yang cukup memprihatinkan. Nyaris tak ada prestasi yang bisa dibanggakan dari pendidikan di dunia Islam saat ini.
Menurut Meti, penyebabnya adalah karena pendidikan di dunia Islam telah tercerabut dari identitas keislamannya dan malah terbawa arus pendidikan Barat yang sekular kapitalistik dan dikendalikan oleh kepentingan industri. Out put yang dihasilkan dari pendidikan semacam ini adalah orang–orang individualis materialis. Orientasi utamanya adalah sekadar kesejahteraan diri dan keluarganya saja. Nyaris tidak memberikan dampak apa pun bagi masyarakat. Dengan alasan kesejahteraan yang lebih baik, mereka lebih memilih menjadi sekrup industri kapitalis di negara maju daripada membangun negerinya sendiri. Fenomena brain drain membuktikan hal ini.
Bertolak belakang dengan apa yang dipaparkan Meti, Ratna menggambarkan bagaimana dunia Islam pernah sangat digdaya dengan pendidikannya saat Khilafah masih tegak. Menurutnya, rahasia kedigdayaan ini adalah visi besar Khilafah untuk menjawab seruan Allah. “Menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian” (QS. Al Anfaal [8]: 60). Hanya dengan menjadi negara yang kuat, mandiri, maju, dan terdepan-lah seruan Allah tersebut dapat terealisasi.
Oleh karenanya, Khilafah mengembangkan dunia pendidikan semaksimal mungkin atas dorongan wahyu. Maka wajar, dalam Khilafah jamak ditemukan pakar medis yang sekaligus mujtahid, teknokrat handal yang sekaligus muhadits (ahli hadits), atau pebisnis kaya raya yang sekaligus seorang mufassir (ahli tafsir).
Hizbut Tahrir tengah berupaya mengembalikan kedigdayaan tersebut dengan menegakkan kembali Khilafah—negara bervisi besar itu—dan satu-satunya jalan untuk menegakkannya adalah dengan meniti jalan dakwah yang sama seperti jalan dakwah Rasulullah. Ratna juga menyeru para tokoh perempuan yang hadir untuk turut serta dalam perjuangan mulia ini bersama MHTI.[]