Memberikan Perlindungan Kepada Para Pengungsi Membutuhkan Perubahan Tata Dunia Baru

pengungsi suriahSudah hampir dua tahun sejak foto-foto Aylan Kurdi, seorang anak suku Kurdi berusia tiga tahun, yang tubuhnya mati tertelungkup di pantai Mediterania, menjadi berita utama di seluruh dunia. Namun, meskipun terdapat protes pada saat itu, nasib para pengungsi yang putus asa mencari perlindungan di Eropa belum membaik. Ribuan orang pengungsi masih tenggelam di Laut Mediterania setiap tahun. Selanjutnya, alih-alih mengurangi aliran pengungsi dan berusaha membuat mereka untuk lebih mudah tinggal, Eropa malah untuk memblokir aliran pengungsi dari orang-orang yang putus asa itu. Saat ini, mereka sering menemukan kawat berduri dan polisi perbatasan yang bersikap bermusuhan dan mereka sering ditahan tanpa batas di kamp-kamp pengungsi dengan kondisi di bawah standar dan tidak diizinkan untuk masuk untuk mendapatkan keselamatan. Hal ini terlepas dari fakta bahwa negara-negara Barat sangat menyadari betapa takut dan menderitanya orang-orang putus asa orang yang melarikan diri itu dari wilayah-wilayah seperti Suriah dan Irak. Dan meskipun faktanya mereka adalah diantara negara-negara terkaya di dunia, negara-negara Eropa itu harus memberikan contoh kepada dunia tentang bagaimana memperlakukan para pengungsi secara terhormat dan manusiawi. Tentunya perlakuan buruk ini kepada pengungsi ini adalah contoh lain dari tidak adanya nilai-nilai moral dari Kapitalisme. Mereka yang mengkritik orang-orang seperti rezim Assad dan ISIS di satu sisi, di sisi lain menolak untuk menerima orang-orang yang melarikan diri dari wilayah-wilayah yang sama.

Pandangan Islam Mengenai Imigran dan Orang Asing

Islam memandang isu imigrasi dan pengungsi dengan berbeda dari apa yang telah diperdebatkan di Barat. Pertama Islam tidak melihat masalah ini sebagai masalah ras, seperti pandangan di Barat. Bahkan, Islam hanya sedikit mempermasalahkan ras dan asal etnis mereka dan mengajak kita untuk tidak melihat orang lain dengan cara ini. Allah (Swt) berfirman dalam Surah Al-Hujraat (49:13):

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujuraat [49]:13)

Selanjutnya, Nabi Muhammad (Saw) dalam banyak hadits mengajak untuk tidak melihat orang lain dari etnis mereka melainkan mengajak kita untuk menilai orang menurut ketakwaan mereka kepada Allah (Swt). Abu Nadrah meriwayatkan:

“Aku mendengar khutbah perpisahan dari Rasulullah, dan dia (Nabi Saw) bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ

Wahai manusia, Tuhanmu adalah satu dan ayahmu Adam adalah satu. Tidak ada keutamaan orang-orang Arab dibandingkan non-Arab atau dan tidak juga keutamaan orang Non-Arab di atas orang Arab, dan tidak juga kulit putih atas kulit hitam atau kulit hitam atas atas kulit putih, kecuali dengan ketakwaan. (Musnad Ahmad)

Bagaimana Islam Orang-orang yang Mencari Perlindungan dan Bantuan

Islam tidak hanya mencegah untuk menilai orang dari ras dan latar belakang mereka, tapi Islam lebih mendorong perlakuan yang baik terhadap orang-orang yang mencari bantuan dan tempat tinggal.

Dalam Surat Adz-Dzaariyatt Allah (Swt) menyebutkan bagaimana Nabi Ibrahim (AS) dikunjungi oleh para tamunya, yang sebenarnya adalah para malaikat, tetapi mereka tidak diketahui olehnya, namun Nabi Ibrahim segera menyambut mereka ke rumahnya dan menyiapkan makanan untuk mereka. Allah (Swt) berfirman:

هَلۡ أَتَٮٰكَ حَدِيثُ ضَيۡفِ إِبۡرَٲهِيمَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ إِذۡ دَخَلُواْ عَلَيۡهِ فَقَالُواْ سَلَـٰمً۬ا‌ۖ قَالَ سَلَـٰمٌ۬ قَوۡمٌ۬ مُّنكَرُونَ فَرَاغَ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ فَجَآءَ بِعِجۡلٍ۬ سَمِينٍ۬ فَقَرَّبَهُ ۥۤ إِلَيۡہِمۡ قَالَ أَلَا تَأۡكُلُونَ

‘Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaaman”, Ibrahim menjawab: “Salaamun” (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: “Silakan kamu makan”. (QS. Adz-Dzaariyat: 24-27)

Nabi Muhammad (Saw) juga mendorong kita untuk membantu orang-orang yang membutuhkan yang datang kepada kita. Beliau (Nabi Saw) bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari hendaklah menghormati tamunya.” (Shahih Muslim)

Bahkan, para sahabat Nabi (Saw) begitu termotivasi untuk mengikuti ajaran Nabi mereka sehingga mereka akan menyambut dan menyediakan untuk tamu mereka apa yang mereka butuhkan bahkan jika mereka sendiri tidak memiliki banyak makanan. Diriwayatkan bahwa Abu Talha (ra) dan istrinya Umm Sulaim menyambut seorang musafir yang kelaparan yang dayang ke rumah mereka meskipun mereka memiliki sedikit makanan. Abu Talha (ra) meminta istrinya untuk membawa apa pun yang mereka miliki dan memberikannya kepada tamu mereka. Saat tamunya makan, mereka berpura-pura makan dengan cahaya lilin yang redup. Nabi (Saw) memberi mereka kabar baik keesokan harinya, bahwa ayat Quran yang diturunkan ini telah menyebutkan kemurahan hati mereka. Allah (Swt) berfirman dalam Surat Al-Hasyr (59: 9):

وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَـٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡہِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمۡ حَاجَةً۬ مِّمَّآ أُوتُواْ وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِہِمۡ خَصَاصَةٌ۬‌ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (QS Al-Hasyr [59]: 9)

Perlakuan yang memuliakan tamu ini dan orang-orang yang membutuhkan, sangat kontras dengan apa yang terjadi di negara-negara Barat pada saat ini. Para pengungsi diperiksa sesuai dengan ras dan negara-negara mereka dari mana mereka berasal, dan bukan dari kebutuhan khusus mereka. Mereka diperlakukan dengan tidak manusiawi dan dipandang sebagai serangan sekelompok lebah, yang berusaha mengeksploitasi kekayaan di Barat. Selain itu, negara-negara Barat yang kaya mengklaim mereka tidak memiliki cukup uang untuk membantu dan mendukung para pengungsi ini. Namun negara-negara yang sama terus menimbun jumlah kekayaan yang besar dalam sistem perbankan mereka dan terlebih lagi tidak berusaha menemukan cara ketika mereka memutuskan memulai perang di seluruh dunia.

Bagaimana Khilafah Memperlakukan Para Pengungsi di Masa Lalu

Jika kita melihat kembali sejarah Islam, kita akan temukan banyak contoh bagaimana Daulah Islam memperlakukan para pengungsi dan orang-orang yang membutuhkan dengan sangat berbeda dengan cara perlakukan terhadap para pengungsi yang dibicarakan dan diperlakukan di Barat pada hari ini. Selama Inkuisisi Spanyol, setelah Spanyol yang Islam itu ditaklukkan kembali, Raja Ferdinand II dan Ratu Isabella I memerintahkan agar semua orang Yahudi dan Muslim untuk masuk ke agama Katolik. Orang-orang Muslim dan Yahudi yang menolak akan diusir atau dibunuh. Selama periode ini yang ekstrem dari ‘pembersihan agama’ ini, ribuan kaum Muslim dan Yahudi melarikan diri dari negara asal mereka di Spanyol kepada kaum Muslim yang memerintah di Afrika Utara dan juga ke wilayah-wilayah yang diperintah oleh Khilafah Uthmani. Bahkan Sultan Ottoman, Beyazid II (penerus Mehmet Sang Penakluk) mengeluarkan undangan resmi bagi orang-orang Yahudi yang diusir dari Spanyol dan Portugal dan mereka mulai tiba di negeri Khilafah Uthmani Ottoman dalam jumlah besar. Eksodus Yahudi selanjutnya didorong oleh orang-orang seperti Kepala Rabbi dari Edirne yang menulis surat yang mengundang Yahudi Eropa untuk menetap di Khilafah Uthmani, di mana dia menyatakan bahwa: “Turki adalah negeri di mana tidak kekurangan sesuatu” dan dia bertanya: “Apakah tidak lebih baik bagi Anda untuk hidup di bawah kaum Muslim daripada di bawah kaum Kristen?”

Contoh lain yang jelas tentang bagaimana Khilafah membawanya dirinya sendiri untuk mengakomodasi para pengungsi yang melarikan diri karena merasa putus asa yang berada di antara penaklukan Rusia dan Muslim Krimea pada tahun 1783 dan Perang Balkan yang kedua pada tahun 1913. Selama periode ini antara lima dan tujuh juta Muslim diusir dari tanah yang dirampas dari Khilafah Utsmani di Eropa Timur, Krimea dan Kaukasus. Khilafah Utsmani mendirikan ‘komisi kaum migran’ pada tahun 1860 untuk mengawasi pemukiman yang aman dari orang-orang yang putus asa itu. Meskipun posisinya lemah pada saat itu, Daulah membuat upaya besar untuk memenuhi masuknya para pengungsi yang banyak itu ke negerinya. Daulah mengatur pemukiman kembali mereka dan menyalurkan bantuan terhadap mereka dalam bentuk subsidi pertanian seperti bibit, peralatan dan bahkan uang tunai. Hal ini kontras dengan cara pengungsi yang mencari cara untuk memasuki Eropa pada saat ini dan bagaimana mereka diperlakukan. Terlepas dari kenyataan bahwa negara-negara Barat secara ekonomi dalam posisi yang jauh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan pengungsi daripada Khilafah Utsmani pada waktu itu. Khilafah Utsmani melihatnya sebagai tugasnya untuk memenuhi kebutuhan pengungsi yang melarikan diri dari Eropa yang Kristen pada abad yang lalu. Sedangkan negara-negara kaya di Eropa hanya merasa sedikit terganggu tidurnya pada para pengungsi perempuan dan anak-anak yang menangis di perbatasan mereka pada hari ini.

 

Bagaimana Khilafah Akan Memperlakukan Para Pengungsi di Masa Depan

Islam jelas memandang pengungsi dengan cara yang sama sekali berbeda dengan cara Barat memandang mereka. Alih-alih membuat profil agama dan rasial mereka dan mencegah mereka masuk jauh di perbatasan, kita dapat lihat dalam sejarah Islam bahwa para pengungsi itu disambut masuk ke dalam wilayah Islam, tanpa memandang ras dan agama mereka. Masa depan Khilafah akan melanjutkan tradisi Islam ini dan menawarkan dirinya sebagai tempat perlindungan bagi setiap orang yang mencari bantuan. Dengan demikian, Khilafah akan melihatnya sebagai kewajiban agama untuk membantu dan mendukung orang-orang yang melarikan diri dari zona perang dan kelaparan. Khilafah akan berusaha menyambut mereka, bukan menolak mereka, atau melihatnya para pengungsi yang lari ke negeri mereka itu sebagai sumber daya yang hanya membutuhkan kesempatan untuk bekerja dan mencukupi diri mereka sendiri.

Khilafah juga akan berusaha untuk menangani kebutuhan para pengungsi itu dengan cara yang berbeda dari sekarang. Seperti yang terlihat dari contoh-contoh sejarah di atas, Khilafah akan berusaha untuk memukimkan para pengungsi secara permanen dengan menawarkan mereka kewarganegaraan dan mengintegrasikan mereka secara cepat ke negara dan selanjutnya menawarkan mereka cara untuk membangun diri mereka sendiri. Setelah mereka menetap ke dalam masyarakat Islam, kaum Muslim akan jauh lebih ramah dan mendukung komunitas-komunitas baru itu. Seperti disebutkan dalam bukti-bukti awal, Islam sangat mendorong bantuan dan dukungan kepada orang-orang miskin. Sebaliknya, saat ini, para pengungsi dimasukkan ke dalam kamp-kamp yang sesak dan harus menunggu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun hingga mereka dikembalikan ke negara asal mereka; sering mereka tidak diizinkan untuk bekerja atau benar-benar menetap ke negara-negara tuan rumah mereka.

Masa depan Khilafah akan kontras dengan cara yang tidak bermoral dalam memperlakukan para pengungsi oleh negara-negara kapitalis yang kaya pada hari ini. Dengan cara ini, orang-orang di seluruh dunia akan melihat nilai-nilai Islam yang kontras yang terhormat dan tinggi dengan nilai-nilai egois yang dipromosikan oleh Kapitalisme. (riza)

 

http://www.hizb.org.uk/current-affairs/giving-refuge-to-refugees-needs-a-change-in-the-world-order

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*