Pengantar: Tulisan, tanpa nama penulis, berjudul “Onar” ini dimuat dalam Berita Nahdlatoel Oelama No. 5. Th. 7, 28 Syawal 1356/1 Januari 1938, halaman 5 dan 6.
Majalah yang beralamat di Kantoor Hoefbestuur N.O., Sasak Str 66 Surabaya ini dipimpin oleh M Machfoedz Shiddiq (Hoofdred), dan Abdullah Oebayd (Dir. Adm).
Di halaman dalam tercantum Mede Redacteur K.H. Hasjim Asj’ari (Tebuireng, Jombang), K.H. Abdulwahab Chasboellah (Surabaya), dan K.H. Bisri (Denayar, Jombang). Sedangkan K.H. Eljas (Banyuurip, Pekalongan), dan K.H.A. Wahid (Tebuireng, Jombang), tercantum sebagai Redacteuren.
Tulisan ini memperlihatkan bagaimana organ resmi kaum Nahdliyyin menyikapi peristiwa penistaan terhadap agama Islam yang terjadi di masa itu.
Untuk memelihara keaslian, hanya ejaan yang disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
Semoga bermanfaat.
=============
Dalam surat-surat kabar Indonesia sekarang sedang terbit perbantahan kalam haibat, berhubung dengan tulisannya Nona Siti Soemandari yang dikatakan menghinakan Nabi Muhammad SAW.
Apakah yang sudah ditulis oleh Nona itu? Kita sendiri tidak dapat baca, tapi satu penulis yang sebut dirinya Abd dalam surat kabar Pemandangan antara lain-lain ada bilang begini:
“Kembali orang menghina Nabi Muhammad dengan secara buta-tuli, dengan serendah-rendahnya penghinaan, penghinaan mana diucapkan oleh Nona Soemandari di salah satu surat kabar kebangsaan, ialah Bangoen, yang komisi redaksinya terdiri dari bapak pemimpin Parindra, dr Soetomo.
“Kembali Nabi Muhammad SAW diserang, bukan oleh orang asing, tapi oleh seorang nona yang emak-bapaknya atau familinya sedikit-dikitnya mengakui dirinya dari golongan umat Islam.”
Tetapi, dari serangan-serangannya yang haibat itu ternyata bahwa nona itu kosong dari ke-Islaman, kosong pula dari pengetahuan-pengetahuan tentang Islam, semata-mata pengetahuan itu timbulnya dari hati yang membenci kepada agama Islam dan Nabinya.
“Belum kita selesai berurusan dengan penghinaan baru-baru ini dari buku karangan Rombach yang mengatakan Nabi Muhammad itu penipu yang licin dan sebagainya, tiba-tiba timbullah penghinaan dari Nona Soemandari yang melebihi wates dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad itu pernah berzina, seorang tua-bangka yang bengis, pemaksa, serta penggemar perempuan.”
Itulah yang dapat kami baca dalam Matahari. Kami tak mempunyai majalah Bangoen. Menurut kata pemberita Matahari, Tuan dr Soetomo menjadi kepala komisi redaksinya. Jikalau di antara pembaca ada yang mempunyainya, sudi apalah kiranya mengirimkan kepada kami.
Menurut pemberita tersebut, konon sudah disiapkan orang akan mengadakan protest meeting, jikalau berita ini sungguh benar, sungguh misih mujur. Kami kuatir kalau-kalau umat Islam yang sering-sering digoda, diuji, dilukai hatinya, dan disemena-mena seolah-olah mereka sudah bukan manusia lagi, akan hilang kesabarannya, tidak lagi merasa perlu mengadakan protest-protest yang hanya ramai suara sahaja.
Kami khawatir kalau-kalau umat Islam ambil tindakan lebih dari sekadar bicara sahaja, sebab siapakah bisa memberi pertanggungan bahwa umat yang tidak diorangkan dan selalu ‘digoda’, akan dapat mengendalikan nafsu amarahnya?
Empat tahun yang lalu, Kongres N.O. ke-9 di Banyuwangi telah mempersembahkan mosi kepada pemerintah, mohon ditambah dalam Wetboek van strafrechtnya suatu artikel yang melindungi kehormatan Igama dari kecemaran tangan dan gatelnya mulut manusia biadab.
Permuhunan itu bukan hanya untuk melindungi kehormatannya agama, juga untuk menjaga keamanannya beberapa golongan di Indonesia yang bermacam-macam Igamanya. Pemerintah menjawab bahwa permohonan tersebut tengah dipertimbangkan. Empat tahun sudah lampau, berita hasil pertimbangan yang dijanjikan, belum terdengar.
Adakah semboyan sedia payung sebelum hujan, sekali ini harus dilampaui? Wallahu a’lam!
Sesungguhnya orang kita harus malu mengadakan protest meeting terhadap kejadian semacam ini, sebab dengung suara kita yang pertama belum hindar dari telinganya, sudah diberikuti kejadian yang kedua.
Mulut kita belum lagi hilang buihnya memprotes yang kedua, diberikuti pula oleh kejadian yang ketiga. Belum lagi kita turun dari podium tempat kita memperdengarkan protes ketiga, bersualah kita kejadian keempat, berulang-ulang sejak majalah “Hoa Kiaw” sampai sekarang tak dapat menghitung lagi. Menghina Nabi, merobek-robek Alquran, menginjak-injaknya, dan sesamanya.
Kita harus menempuh lain jalan yang lebih mujarab tetapi wettig! Kita harus memutuskan antero perhubungan kita dengan pihak yang celemer tangannya dan pihak yang membiarkan perbuatannya. Kita harus berdiri atas kaki sendiri, tidak lagi “ma’mum” pada partij-partij yang mempermainkan kita dan tidak mengakui hak-hak kita sebagai manusia terhormat yang berperasaan dan berpikiran.
Penghinaan-penghinaan atas diri kita umat Islam selamanya akan terjadi, selama kita tidak memperlihatkan kecakapan kita berdiri atas kaki sendiri, mengadakan partij-partij politik sendiri, selaras dengan i’tiqad dan faham kita, menggalang pergerakan perekonomian sendiri, dan lain-lainnya.
Selama kita menjadi ma’mumnya partij-partij yang tidak memberi tempat kehormatan pada kita dan meninggalkan partij-partij Islam seperti sekarang ini, selama itu, orang mengetahui kelemahan dan kebodohan kita, dan selama anggepan orang misih begitu, kita tidak akan terhormat selama-lamanya.
Dalam kalangan kita sungguh sudah komplit, gerakan Igama dari kaum Nahdlatul Ulama, dari kaum Muhammadiyah, gerakan politik Co “Penyedar”, gerakan politik non-Co “PSII”, dan lain-lainnya lengkap dengan bahagian pemudanya dan puterinya dan lain-lain.
Selama kita MENGEMIS jangan harap memperoleh kehormatan! Selama kita tak pandai menghormati pendirian-pendirian kita sendiri, jangan mengharap orang menghormati kita! Bangsa Indonesia yang terhormat!
Kami tidak menganjurkan perpisahan dalam kalangan sebangsa, asalkan kamu misih menghendaki persatuan kita, akan tetapi kami merasa berhak ambil tindakan yang kupandang perlu, bilamana ada sebab-sebab yang memaksanya. Penghargaan kita kepada persatuan nasional, tidak sekali-kali membuta-tuli, ridha mengorbankan kesucian Igama kita, kehormatan Nabi besar, syare’at Islam kita, kebenaran kita, kemulyaan dan umat dan kebesaran masyarakat kita.
Sebagaimana bukan semuanya orang kafir itu musuh kita, begitupun juga bukan semuanya sebangsaku kawan kita.
Umat Islam yang terhormat! “Kamu sebaik-baik umat yang dikeluarkan kepada manusia. Kamu memerintah kebajikan dan melarang kebusukan.” (Alquran).
Betapakah kamu bisa mewujudkan amar makruf dan nahi mungkar selama kamu tidak memunyai tenaga dan kekuatan? Dan betapakah tenaga dan kekuatanmu ada, selama kamu meninggalkan barisanmu sendiri? Meninggalkan Nahdlatul Ulama-mu, Muhammadiyah-mu, Penyedar-mu, PSII-mu, dan lain-lain gerakan Islammu?
Betapakah kamu menjadi sebaik-baik umat jikalau kamu misih menjadi –maaf– pengemis? Mengekor di belakangnya orang atau golongan yang meludahi mukamu?
*Lukman Hakiem, Peminat Sejarah, Mantan Staf Wapres Hamzah Haz dan M Natsir
(khazanah.republika.co.id, 17/4/2017)