Anak–anak tak terdaftar di Hong Kong: Derita Tak Berujung Perbudakan TKW
Berita:
Pada tanggal 12 April kemarin Time.com merilis laporan khusus tentang penderitaan menyayat hati anak-anak TKW di Hong Kong yang tak terdaftar karena mereka lahir dari tenaga kerja asing. Sekitar 340 ribu buruh migran domestik yang bekerja sebagai PRT dari Filipina dan Indonesia datang ke Hong Kong mencari penghidupan yang lebih baik. Akan tetapi, pemerintah Hong Kong melarang mereka menetap setelah tujuh tahun tinggal di wilayah Hong Kong, tidak seperti turis asing/ WNA lainnya. Dan meskipun mayoritas adalah perempuan usia reproduktif, namun tidak ada sistem perlindungan anak bagi ribuan anak-anak yang lahir dari migran illegal tersebut, apakah itu berupa perawatan medis dasar ataupun dokumen identitas dan akses pendidikan.
Hong Kong tidak menyimpan catatan kelahiran publik dari para pekerja rumah tangga asing itu, namun sebuah organisasi bernama PathFinders mengatakan bahwa mereka telah membantu kelahiran 4.200 bayi, anak-anak dan perempuan sejak 2007, sementara jumlah kasus perlindungan anak yang mereka tangani meningkat setiap tahunnya sebesar 20%, dan melonjak 53% untuk tahun 2015 saja. “Saya pikir kita hanya melihat puncak gunung es dari fenomena anak-anak yang tidak terdaftar di Hong Kong,” kata Kay McArdle, CEO organisasi tersebut. Kasus anak-anak – dan bukan hanya mereka yang lahir dari pembantu rumah tangga – yang tinggal underground tanpa identitas resmi, telah menghantui Hong Kong selama bertahun-tahun.
Komentar:
Perbudakan perempuan di Hong Kong yang telah menjadi sorotan beberapa tahun terakhir kini juga menghasilkan lahirnya anak-anak tanpa kewarganegaraan, tidak ada negara yang melindungi mereka. Tragis. Pemerintah HongKong jelas lebih menghargai pertumbuhan ekonomi dibanding anak-anak tak berdosa ini. Tidak heran karena nyaris semua negeri-negeri kapitalis nasionalis nyaris tidak mengemban misi kemanusiaan bagi mereka yang bukan warga negaranya, apalagi terhadap mereka yang rentan dan lemah. Inilah bukti bahwa sistem negara-bangsa dan kapitalisme adalah sistem yang anti kemanusiaan.
Pangkal masalahnya jelas tidak bisa diperbaiki dari cabang, harus dari akar. Bermula dari watak asli Kapitalisme yang mensucikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dari masyarakat, sehingga tak pelak lagi ini menjadi bahan bakar bagi semangat dehumanisasi dan eksploitasi perempuan dan kaum lemah. Pandangan cacat ini akhirnya menimbulkan kesenjangan ekonomi kesenjangan global yang ekstrim yang menyebabkan migrasi massal ekonomi dari negara-negara yang lebih miskin untuk mencari pekerjaan meski dengan upah rendah.
Berbeda dengan model negara nasional sekuler yang kapitalistik, ideologi Islam memiliki misi kemanusiaan yang luhur dengan menggariskan perlindungan penuh terhadap kaum perempuan. Dimana kaum perempuan dipandang sebagai kehormatan yang wajib dijaga, yang harus diperlakukan layaknya sebagai manusia yang bermartabat dan BUKAN dipandang hanya sebagai pekerja murah rendahan. Pencegahan kezhaliman dan perlindungan terhadap perempuan ini hanya akan terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan ideologis bagi umat Islam, yakni sistem Khilafah yang memiliki visi politik untuk mengimplementasikan SELURUH prinsip-prinsip dan hukum Islam pada masyarakat.
Selain itu Khilafah juga akan menerapkan paradigma kewarganegaraan Islam di dalam negeri. Dimana menurut Islam, kewarganegaraan seseorang itu berdasarkan tempat yang dipilihnya untuk tinggal menetap. Karena itu, jika ia memilih untuk tinggal di dalam wilayah Khilafah dan menerima untuk loyal pada negara dan hukum-hukum Islam, maka dia adalah warganegara resmi Khilafah yang berhak menerima seluruh hak-haknya sebagai jaminan, tanpa memandang kebangsaannya atau agamanya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi (saw)
ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ إِنْ هُمْ فَعَلُوا ذَلِكَ أَنَّ لَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَأَنَّ عَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ
“Serulah mereka untuk pindah ke negeri kaum Muhajirin, dan beritahu mereka jika mereka melakukannya, maka mereka akan memiliki hak-hak yang sama dengan kaum Muhajirin dan memiliki tugas yang sama dengan kaum Muhajirin”
Khilafah juga dilarang untuk melakukan diskriminasi berdasarkan etnis, bangsa, warna kulit ataupun keyakinan dalam memberikan kewarganegaraan. Juga terlarang untuk membedakan antara warganegara dalam hal apapun, apakah itu pemerintahan, pengadilan, pelayanan urusan, ataupun perlindungan terhadap jiwa, kehormatan dan harta. Semua warganegara dalam Khilafah harus diperlakukan setara tanpa memandang agama, ras atau lainnya, dan mereka semua harus bisa menikmati keadilan Islam, karena Allah Swt berfirman
وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ
“dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil” (QS. An-Nisa : 58)
Rasulullah (Saw) juga bersabda, الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ “Seorang Imam (pemimpin) itu adalah penjaga dan ia bertanggungjawab terhadap apa yang dia jaga”. Konteks hadits ini adalah ‘umum’ dan mencakup semua urusan, Muslim maupun non-Muslim. Bahkan Dzimmi (warganegara non Muslim) juga memiliki hak dan jaminan perlindungan yang sama seperti halnya Muslim di dalam negara, terjamin hak mereka untuk beribadah sesuai keyakinannya tanpa gangguan dari siapapun, dan tidak boleh dipaksa keluar dari agamanya. Inilah kenapa saat Khilafah dulu, kaum Yahudi di Spanyol yang dianiaya oleh pemerintahan Nashrani melarikan diri ke wilayah Khilafah selama era inkuisisi Spanyol, karena mereka tahu bahwa mereka akan diterima di sana, disediakan tempat perlindungan dan dijamin hak-hak mereka untuk hidup sebagai warganegara.
Sungguh, sangat bisa dipahami bahwa tegaknya kembali negara mulia ini akan melampaui pengharapan dan standar norma-norma internasional dalam hal perlakuan negara terhadap warga minoritas, pengungsi dan populasi manusia dimana hari ini telah mencapai titik terendah kemanusiaan sampai pada level mengerikan yang dibentuk oleh tata dunia yang egois, amoral dan tidak berperikemanusiaan.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir oleh
Fika Komara
Anggota Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir