Aset berdenominasi rupiah masih menjadi incaran dan dilaporkan terus menguat hingga Rabu kemarin, juga disertai dengan derasnya aliran dana asing.
“Namun hal itu belum diikuti penguatan rupiah,” ujar analis Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, dalam keterangan tertulis, Kamis, 27 April 2017.
Menurut Rangga, rupiah tidak kunjung menguat kemungkinan disebabkan preferensi Bank Indonesia (BI) yang ingin memperkuat cadangan devisa. “Pelemahan dolar Amerika Serikat dan perbaikan fundamental ekonomi domestik akan terus meminta kurs rupiah yang lebih kuat,” katanya.
Rangga berujar, terlepas dari faktor global, saat ini fokus mulai beralih pada data ekonomi domestik yang akan dirilis pekan depan. Berdasarkan sentimen global, rupiah pun berpotensi sementara. “Sentimennya ketakutan anggaran Presiden Amerika Donald Trump tidak disetujui hingga batas akhir Jumat tengah malam waktu setempat, yang akan berujung pada dihentikannya kegiatan pemerintahan Amerika,” ucapnya.
Sedangkan efek pembalikan flight to safety tertahan, yield surat utang negara (SUN) dilaporkan mulai turun. Hal itu tampak dari yield obligasi negara maju, yang hingga dini tadi bergerak turun setelah sempat naik akibat meredanya sentimen flight to safety.
Dari sisi domestik, yield SUN juga mulai kembali turun sebagai bentuk respons meredanya ketidakpastian politik. “Tapi perlu diwaspadai inflasi April 2017, yang kemungkinan naik cukup signifikan,” tuturnya. Sehingga ruang penurunan yield SUN secara umum diperkirakan mulai terbatas. (tempo.co, 27/4/2017)