[Al-Islam No. 854, 1 Sya’ban 1438 H – 28 April 2017 M]
Menegakkan Khilafah adalah kewajiban syar’i yang didasarkan pada dalil-dalil syariah. Bahkan kewajiban menegakkan Khilafah yang menerapkan syariah Islam secara kâffah adalah perkara yang mujma’ ‘alayhi (disepakati oleh para ulama mu’tabar). Karena itu jika ada yang menyelisihi kewajiban ini maka tidak perlu dianggap karena jelas menyimpang. Imam ‘Alauddin al-Kasani al-Hanafi berkata:
وَلِأَنَّ نَصْبَ الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ فَرْضٌ، بِلَا خِلَافٍ بَيْنَ أَهْلِ الْحَقِّ، وَلَا عِبْرَةَ بِخِلَافِ بَعْضِ الْقَدَرِيَّةِ
…karena sesungguhnya mengangkat imam yang agung (khalifah) adalah fardhu, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ahlul haq, dan tak perlu dianggap adanya perbedaan dari sebagian kalangan Qadariyyah.
Bersegera Menunaikan Kewajiban
Dalam menyikapi semua ketetapan hukum syariah, seorang Mukmin sejatinya hanya memiliki satu sikap, yakni: sami’nâ wa atha’nâ (kami mendengar dan kami taat). Sebabnya, perintah Allah SWT adalah untuk dijalankan, bukan untuk diperdebatkan, apalagi dibantah dan ditentang. Karakter Mukmin yang sebenarnya ini digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
﴿إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا﴾
Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, ialah ucapan. “Kami mendengar dan kami patuh.” (TQS an-Nur [24]: 51).
Karena itu ketika mereka mendengar seruan untuk menegakkan Khilafah yang diwajibkan oleh Allah SWT, mereka pun berkata, “Sami’na wa ataha’na (Kami mendengar dan taat).”
Sikap taat akan mengantarkan pelakunya mendapatkan kemenangan yang besar. Allah SWT berfirman:
﴿وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾
Siapa saja yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia telah mendapat kemenangan yang besar (TQS al-Ahzab [33]: 71).
Ketika Allah SWT dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu urusan, maka tidak patut bagi seorang Mukmin mencari pilihan lain. Seorang Mukmin yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa keputusan Allah SWT pasti benar dan adil. Allah SWT berfirman:
﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا﴾
Tidaklah patut bagi seorang laki-laki Mukmin maupun perempuan Mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (TQS al-Ahzab [33]: 36).
Karena itu ketika Allah SWT dan Rasul-Nya menetapkan Khilafah sebagai sistem pemerintahan, seorang Mukmin tidak akan mencari alternatif lainnya, seperti sistem kerajaan atau republik. Demikian pula ketika Allah SWT dan Rasul-Nya telah mewajibkan sistem ekonomi Islam, dia tidak akan tergoda dengan kapitalisme, liberalisme atau komunisme. Dia juga tidak akan tergiur dengan ideologi sekularisme, paham pluralisme, materialisme dan paham-paham lainnya.
Seorang Mukmin akan bersegera untuk menunaikan kewajiban agung ini, yakni menegakkan Khilafah. Tidak akan menunda-nunda, apalagi mengabaikannya. Apalagi ketika waktu yang telah ditetapkan syariah untuk menunaikannya hampir habis atau bahkan sudah habis. Allah SWT berfirman:
﴿وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ﴾
Bersegeralah kalian meraih ampunan dari Tuhan kalian dan meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk kaum yang bertakwa (TQS Ali Imran [3]: 133).
Lihatlah yang dilakukan oleh para sahabat. Tak lama setelah Rasulullah saw wafat, para sahabat segera berkumpul di Saqifah Bani Saidah. Mereka menyibukkan diri dalam urusan pengangkatan khalifah, yang menjadi pengganti Nabi saw. sebagai kepala negara. Bahkan mereka lebih mendahulukan urusan tersebut daripada mengurus dan memakamkan jenazah Rasulullah saw. Padahal mengurus dan memakamkan jenazah termasuk perkara fardhu yang harus disegerakan.
Bagaimana dengan kita? Sudah 96 tahun lamanya umat Islam hidup tanpa Khilafah. Masihkah kita enggan berjuang menegakkan Khilafah yang wajib itu?
Dalam menjalankan kewajiban, seorang Mukmin juga harus mengerahkan segala daya upaya. Sebabnya, Allah SWT berfirman:
﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ﴾
Bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian; dengar dan taatlah, serta nafkahkanlah nafkah yang baik untuk diri kalian (TQS al-Taghabun [64]: 16).
Ayat ini memerintahkan kita untuk bertakwa kepada Allah SWT dengan sepenuh kemampuan; bukan dengan setengah, sepertiga atau seperempat kemampuan. Karena itu dalam perjuangan menerapkan syariah dan menegakkan Khilafah pun, kaum Mukmin harus mengerahkan segala daya, kekuatan dan kemampuan mereka. Apalagi Khilafah bukan sekadar fardhu, namun tâj al-furûdh, mahkota segala kewajiban. Sebabnya, hanya dengan Khilafahlah, syariah secara kâffah dapat dilaksanakan; amar makruf secara sempurna dapat dikerjakan; Islam bisa diemban ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad; dan umat Islam dapat dipersatukan dalam satu kepemimpinan di bawah naungan Rayah (Panji) Rasulullah saw., yakni Panji Lâ ilâha illalLâh Muhamadur rasûlulLâh.
Khilafah: Jalan Kebangkitan
Sungguh aneh jika ada sebagian orang yang mengaku Mukmin menolak Khilafah, apalagi menganggap Khilafah sebagai ancaman. Padahal yang jelas nyata menjadi biang aneka bencana di negeri ini adalah sekularisme dan semua sistem turunannya.
Sebagian besar rakyat di negeri ini miskin dan menderita. Utang negeri ini pun menggunung. Apakah itu akibat diterapkan syariah dan Khilafah? Tidak! Kemiskinan itu disebabkan oleh kapitalisme-liberalisme. Sistem itulah yang membuat kekayaan negeri ini yang melimpah dikuasai oleh hanya segelintir orang. Kapitalisme-liberalisme itu juga membuka pintu lebar bagi penjajahan asing.
Korupsi di negeri ini tetap marak dan meluas. Apakah syariah dan Khilafah yang menjadi penyebabnya? Tidak! Maraknya korupsi ditengarai karena semakin mahalnya ongkos politik. Untuk memperebutkan jabatan politik dalam kontestasi demokrasi, dibutuhkan biaya yang amat besar. Semua itu akan ditagihkan kembali oleh orang-orang yang berhasil mendapatkan kekuasaan. Salah satunya dengan jalan korupsi dan manipulasi! Artinya, sistem demokrasi menjadi biang penyebab maraknya korupsi. Sistem demokrasi juga telah menghasilkan banyak undang-undang liberal, yang menguntungkan para pemilik modal, juga undang-undang yang membuka pintu bagi penjajahan negara-negara kafir penjajah.
Kenakalan remaja, pergaulan bebas, narkoba, pornografi dan aneka perilaku dekadensi moral juga semakin marak. Apakah itu terjadi karena syariah dan Khilafah? Tidak! Semua itu pun terjadi karena sekularisme dan liberalisme. Ideologi dan paham itulah yang membuat manusia berperilaku layaknya binatang.
Jelaslah bahwa aneka problem di negeri ini terjadi bukan karena syariah dan Khilafah! Semua itu karena penerapan sekularisme dan semua sistem turunannya.
Bagaimana mungkin Khilafah disebut sebagai ancaman, padahal Khilafah adalah institusi yang menerapkan Islam secara kâffah. Jika Anda menuduh Khilafah sebagai ancaman, bukankan sama saja dengan Anda menuduh Islam sebagai ancaman. Seorang Mukmin tentu tidak akan setuju Islam disebut sebagai ancaman.
Bagaimana mungkin Khilafah dianggap sebagai musuh, sementara Khilafah adalah institusi yang menerapkan hukum-hukum Allah SWT. Bukankah menganggap Khilafah sebagai musuh berarti sama saja menjadikan Allah SWT sebagai musuh? Tentu seorang Mukmin tidak berani berlaku lancang dan durhaka seperti itu.
Alhasil, tidak ada yang perlu ditakutkan dari Khilafah. Sebaliknya, Khilafah adalah solusi hakiki bagi negeri ini dan seluruh negeri lainnya. Dengan tegaknya Khilafah, berkah dari langit dan bumi akan diturunkan. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96).
Ketakwaan total hanya bisa dilaksanakan dalam naungan Khilafah karena hanya dengan Khilafah seluruh syariah secara kâffah bisa diterapkan.
Dengan Khilafah pula, umat ini akan bangkit. Negeri ini dan negeri-negeri Islam lainnya juga akan bangkit menjadi negara besar dan berwibawa, bahkan bisa menjadi negara adidaya. Dengan Khilafah, kehormatan umat Islam akan terpelihara dan kekayaan negeri juga akan terjaga. Negeri-negeri Islam akan dipersatukan dan yang terjajah akan dibebaskan. Dengan Khilafah pula Islam akan diemban dan disebarkan ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Alhasil, Khilafah adalah jalan kebangkitan umat yang hakiki.
Sungguh, hari demi hari, perjuangan ini terus menunjukkan peningkatan yang mengagumkan. Seruan Khilafah semakin membahana. Karena itu, wahai kaum Muslim, mari kita turut andil dalam perjuangan ini dengan penuh semangat. Mari kita menyongsong berita gembira Rasulullah saw.:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
… Kemudian akan ada Khilafah yang berjalan di atas manhaj kenabian (HR Ahmad dan at-Thayalisi).
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam:
Din: Rakyat Miskin karena Dimiskinkan (Republika.co.id, 26/4/2017).
- Betul. Kemiskinan di negeri ini bersifat struktural, yakni akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal.
- Sistem ekonomi kapitalisme-liberal terbukti menjadikan sebagian besar kekayaan negeri ini hanya dinikmati oleh segelintir orang/perusahaan, terutama asing maupun aseng.
- Saatnya umat menerapkan sistem ekonomi Islam yang hanya mungkin tegak secara sempurna dalam sistem Khilafah.