Hati manusia itu dibagi menjadi tiga jenis.
Pertama, hati yang bersih.
Sebagaimana Allah subhānahu wa ta’āla berfirman: “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (TQS. Asy-Syu’āra’ [26] : 88-89).
Ibnu Qayyim rahimahullāh berkata: “al-qalb as-salīm adalah hati yang bersih dari kesyirikan, kebencian, kedengkian, keirihatian, kekikiran, kesombongan, kecintaan pada dunia dan kekuasaan, serta bersih dari semua nafsu yang bertentangan dengan firman-Nya, bersih dari semua syubhat (ketidakjelasan) yang bertentangan dengan sunnahnya, bersih dari semua kehendak yang menandingi kehendak-Nya, dan bersih dari semua pemutus yang memutus hubungannya dengan Allah.”
Kedua, hati yang mati yang tidak memiliki kehidupan. Hati yang mati ini sama sekali tidak mengenal Tuhannya, tidak beribadah sesuai perintah-Nya, tidak mencintai-Nya, dan tidak mencari ridha-Nya.
Sebaliknya, hati yang mati ini selalu berbuat mengikuti syahwatnya dan kelezatannya, sekalipun hal itu mengundang murka Tuhan dan kemarahan-Nya.
Hati yang mati ini adalah hati orang kafir.
Allah subhānahu wa ta’āla berfirman:“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah); mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah); dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (TQS. Al-A’rāf [7] : 179).
Ketiga, hati yang hidup tapi berpenyakit.
Hati ini memiliki dua kecenderungan, terkadang condong ke sana dan terkadang condong ke sini; terkadang mihak sana dan terkadang mihak sini.
Jadi hati jenis ketiga ini adalah hati yang plintat-plintut (plinplan), tidak memiliki pendirian yang jelas. Hati jenis ini adalah hati orang munafik dan penyembah hawa nafsu.
Allah subhānahu wa ta’āla berfirman: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (TQS. Al-Hajj [22] : 52).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 2/5/2017.