Ketua KoDe Inisiatif, Veri Junaidi mengatakan, keputusan Menkopolhukam yang menyatakan pembubaran organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bertentangan dengan konstitusi. Pembubaran ormas seharusnya didahului putusan lembaga peradilan.
“Jika melihat aturan yang ada, memang pembubaran HTI bertentangan dengan UU,” tegas Veri di Jakarta, Senin (8/5).
Adapun aturan yang dimaksud yakni UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas. Dalam aturan itu disebutkan bahwa pembubaran ormas harus didahului putusan pengadilan. Karenanya, Veri menekankan bahwa prosedur di lembaga peradilan dijalankan lebih dulu. Pemerintah tidak boleh mengambil putusan secara sepihak dalam pembubaran parpol.
Menurut dia, amanat UU bertujuan menjaga agar pemerintah tidak kebablasan dan salah dalam mengambil keputusan. Kedua, pembubaran yang didahului putusan pengadilan memberikan ruang kepada pihak yang bersangkutan atau pihak lain untuk memberikan pembelaaan atau argumentasi mereka.
“Jadi, proses hukumlah yang memberikan ruang. Jangan sampai pembubaran ormas berdasarkan selera pihak tertentu. Misalnya tidak suka ormas ini atau ormas itu, nanti bisa saja ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi dibubarkan atas dasar selera,” lanjut Veri.
Dia juga menyarankan pemerintah bisa meminta proses pengadilan yang lebih cepat untuk menangani ormas. Permintaan itu bisa didasari fakta-fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa ormas tersebut melakukan hal meresahkan.
Pemerintah memutuskan untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada Senin (8/5). Menurut Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, keputusan ini diambil untuk menjaga keamanan dan ketertiban bangsa dengan sejumlah pertimbangan.
“Mencermati berbagai pertimbangan serta menyerap aspirasi masyarakat, maka pemerintah perlu mengambil langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI,” kata Wiranto dalam keterangan persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (8/5). (republika.co.id, 8/5/2017)