Mantan Direktur Jenderal, Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo tak sepakat dengan wacana pemerintah yang akan menerbitkan Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Penerbitan Perppu ini dijadikan opsi untuk mempercepat upaya pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Hal itu disampaikan Harkristuti di Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2017).
“Perppu kan untuk kepentingan yang mendesak. Makanya apa kegentingan mendesaknya?,” kata Tuti.
Menurut dia, wacana pemerintah menerbitkan Perppu untuk membubarkan HTI bisa menjadi “senjata makan tuan.”
“Harus cepat, tapi jangan tiba-tiba. Apakah begitu penting sehingga perlu Perppu? Kan itu bisa jadi bumerang bagi negara. Kalau saya melihatnya seperti itu,” ujar pakar hukum pidana ini.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah tak gegabah.
Ia menilai, masih ada waktu untuk mengkaji secara mendalam wacana tersebut.
“Pemerintah masih ada waktu kembali tinjau Perppu. Kan kita punya proses peradilan. Itu saja. Ikuti prosesnya,” kata dia.
Soal usulan memakai hukum terbalik untuk membubarkan HT, kemungkinan itu terbuka.
Akan tetapi, perlu dilakukan kajian terlebih dahulu.
“Kita selalu terbuka, namanya untuk upaya hukum selalu ada. Tapi saya belum memperhatikan alasannya secara detil apa yang dipakai,” ujar Tuti.
Sebelumnya, upaya pemerintah untuk membubarkan HTI melalui jalur peradilan dianggap membutuhkan waktu panjang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, Kejaksaan Agung menyarankan agar diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mempercepat upaya pembubaran HTI.
DPR RI akan membahas usulan pemerintah tersebut dalam rapat paripurna pada Kamis (18/5/2017).
(kompas.com, 17/5/2017)