Indonesia dalam jerat kapitalisme. Krisis multidimensi saat ini sudah cukup membuat masyarakat menolak dan bangkit agar negeri ini tidak lagi terkooptasi oleh peradaban barat yang masih memasarkan proyek kapitalisme telah gagal. Masyarakat lelah dengan berbagai skandal gelap dalam demokrasi.
Mencermati dari apa yang dipaparkan Koordinator Galak Muslim Arbi menjelaskan, “Samad dan BW dikriminalisasikan untuk menyelamatkan emaknya (Megawati). Artinya apa, negeri ini memang diberikan izin korupsi,” jelasnya dalam diskusi ‘Membongkar Kebobrokan Penegakan Hukum Rezim Jokowi: Dari Korupsi Bus TransJakarta Sampai Suap Pajak Adik Ipar’ di kampus STIE Bank Islam Sjafruddin Prawiranegara, Johar Baru, Jakarta (Sabtu, 18/3). (http://politik.rmol.co/read/2017/03/18/284326/Rezim-Jokowi-Izinkan-Korupsi-Di-Negeri-Ini-)
Rezim ‘pro-saudagar’, dimana pelayanan urusan rakyatnya dikelola dengan menggunakan logika bisnis membawa keterpurukan negara. Rakyat diposisikan layaknya konsumen yang harus membayar berbagai pelayanan negara. Sebaliknya, negara diposisikan layaknya penjual barang dan jasa. Pengelolaan urusan rakyat pun dijalankan dengan logika untung-rugi. Ini menyedihkan, jika pelayanan yang dianggap beban akan dihilangkan, seperti subsidi.
Rakyat dirugikan oleh pemerintahan yang bergantung pada utang dalam perekonomiannya cenderung akan eksploitatif dalam melakukan kegiatan ekonomi. Pasalnya, kegiatan ekonomi yang dilakukan akan diarahkan bagaimana kemudian untuk melakukan pembayaran kewajiban dan melunasi utang sehingga fokus ke sektor lain akan terbengkalai. DJPPR Kemenkeu mencatat per 31 Desember 2016, total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.466,96 triliun. Angka ini naik 9,53 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya, Rp3.165,13 triliun. Akibat beban dan kewajiban utang, SDM dan SDA Indonesia akan dieksploitasi untuk mendapatkan Devisa guna melakukan pembayaran utang.
Politik pragmatis, transaksional dan ‘saling sandera’ dalam sistem demokrasi di negeri telah dirasakan kerugiannya, berbagai efek demokrasi muncul, ketidaksejahteraan, ketidakadilan, minimnya kedaulatan, termasuk menghasilkan rezim yang abai dari mendengarkan aspirasi rakyat.
Tabir Tersingkap
Maka tabir telah tersingkap di hadapan masyarakat. Masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan para penguasa dan sistem. Masyarakat telah menyadari, pemerintahan pro-kapitalis maupun sistem yang melanggengkan budaya korup , maka keduanya sama saja, merugikan rakyat Indonesia. Rakyat mencari alternatif, lalu menemukan alternatif, Hizbut Tahrir Indonesia, gerakan dakwah yang memiliki kepemimpinan politik yang ikhlas dan memahami Islam serta tata cara penerapannya.
Hizbut Tahrir telah memaparkan pandangan yang jelas tentang sistem Islam melalui berbagai kegiatan terbuka dan sejumlah buku dan selebaran. Waktu berlalu, tersingkaplah berbagai pengkhianatan politik dan ekonomi saat ini. Sehingga masyarakat akan bergerak dengan segenap kemampuan mereka untuk mengambil hak-hak mereka, dan mengusir pengaruh asing dari negeri dengan solusi yang ilmiah, logis dan cemerlang.
Para penjajah berupaya dengan segala kekuatan yang dimiliki untuk menjajah Indonesia, khususnya gembong demokrasi-kapitalis yang memposisikan Islam sebagai musuh. Amerika telah menggunakan segala cara tipu daya yang mungkin dilakukan dan telah mengeluarkan seluruh kekuatan dan mesin pembunuhnya dalam upaya yang sia-sia untuk menghancurkan kebangkitan umat Islam. Barat geram dengan keberhasilan dakwah, yang mampu menyatukan pemikiran dan perasaan umat.
Hal ini dimanifestasikan dalam pernyataan Donald Trump yang akan menggunakan kunjungan ke Arab Saudi untuk mendesak pemimpin negara-negara Muslim memerangi terorisme dan radikalisme. “Kita harus menghentikan terorisme Islam yang radikal,” kata Trump yang mengaku ingin mencari mitra baru di Timur Tengah, seperti dilansir Arab News, Kamis (18/5/2017).
Di Bawah Selimut Keadilan Palsu
HTI telah menyadarkan masyarakat agar terhindar dari bahaya kapitalisme. Berulang-ulang Hizbut Tahrir Indonesia menegaskan dan menyatakan bahwa tindakan diskriminatif dan tidak adil tidak akan bisa membungkam kesadaran umat Islam yang kini mampu memahami postur kebijakan-kebijakan penguasa yang mengkhianati rakyatnya. Dan HTI akan terus menjadi suara umat. HTI akan terus melanjutkan perjuangannya berdampingan dengan umat sampai tegaknya izzul Islam wal muslimin. Jika waktunya tiba, atas rahmat dan pertolongan Allah Swt, kaum mukmin akan ditolong, dan orang-orang zalim akan mengetahui kemana mereka akan dikembalikan.
HTI masih berdiri tegak, menyampaikan syiar dakwah dengan seruan dengan adab yang mulia kepada kaum Muslimin dimanapun mereka untuk menunaikan kewajiban mereka terhadap Allah SWT agar berjuang siang dan malam untuk membebaskan negeri ini dari para pemimpin yang korup, dan mencegah para pemimpin politik lokal untuk mendukung hegemoni asing seperti Cina dan Amerika Serikat.
Dalam waktu yang bersamaan, kaum Muslimin kini menyalurkan semua energinya untuk berdiri bersama orang-orang yang ikhlas menyelamatkan negeri. Mereka telah menuntut pada pemimpin dan tentara kaum Muslimin untuk berdiri berdampingan bersama umat untuk melayani dinul Islam, bukan melayani musuh dinul Islam.[]