Pada tanggal 27 Januari 1979, Ayatollah Ruhollah Khomeini – pendiri Republik Islam Iran, orang yang menyebut Amerika Serikat sebagai “Setan Besar” – mengirimkan sebuah pesan rahasia ke Washington.
Pesan Khomeini tersebut adalah bagian dari kumpulan dokumen-dokumen pemerintah AS yang baru diungkapkan ke publik – berupa kabel diplomatik, memo kebijakan, catatan pertemuan – yang menceritakan kisah keterlibatan rahasia Amerika yang tidak diketahui bersama dengan Khomeini, seorang ulama yang penuh teka-teki yang mengilhami gerakan fundamentalisme dan anti-Amerikanisme di seluruh dunia.
Pesan Ayatollah itu adalah puncak dari dua minggu pembicaraan langsung antara kepala staf de facto Ayatollah dan seorang wakil pemerintah AS di Prancis – sebuah proses yang tenang yang membantu membuka jalan bagi kembalinya Khomeini ke Iran dan dengan cepat meraih kekuasaan – dan puluhan tahun tingginya ketegangan antara Iran dan Amerika.
Hanya dua hari setelah Shah meninggalkan Teheran, AS mengatakan kepada utusan Khomeini bahwa mereka – pada prinsipnya – terbuka terhadap gagasan untuk mengubah konstitusi Iran, yang secara efektif menghapuskan monarki.
Sebaliknya, kehadiran Amerika diperlukan untuk melawan pengaruh Soviet dan Inggris, kata Khomeini kepada AS. Kabel kedutaan yang berisi teks lengkap pesan Khomeini tetap dikategorikan rahasia.
Warren Zimmermann – seorang penasihat politik Kedutaan AS di Prancis, bertindak sebagai utusan AS kepada Khomeini.
Presiden Carter sebelumnya menolak sebuah proposal untuk memutuskan kesepakatan antara Khomeini dan militer.
Pemerintahan Carter memulai pembicaraan rahasia dengan Khomeini dengan tujuan utama membuat kesepakatan yang sulit dipahami antara Ayatullah dan militer.
Selama pertemuan kedua mereka, Washington telah memperingatkan Khomeini bahwa “kepulangannya yang mendadak” akan menimbulkan bencana, karena militer Iran mungkin bereaksi “untuk melindungi konstitusi” yang menyatakan dengan pasti bahwa monarki konstitusional “tidak dapat diubah untuk selamanya”.
Apa artinya “melindungi konstitusi”? Apakah itu berarti melestarikan institusi monarki? Atau menyelamatkan integritas militer? Khomeini menginginkan jawaban yang lurus.
Jawabannya, yang menjadi rahasia selama 35 tahun, menjelaskan kepada Khomeini bahwa Amerika bertindak “fleksibel” mengenai sistem politik Iran.
Khomeini menjawab pertanyaan yang ditulisnya keesokan harinya – yang dikirim kembali bersama Yazdi.
“Kami akan menjual minyak kami kepada siapapun yang membelinya dengan harga yang pantas,” tulis Khomeini.
Untuk membangun negara, Iran membutuhkan bantuan dari orang lain, “Khususnya orang Amerika”, tulis Khomeini.
“Ini bisa membuatnya lebih masuk akal atau setidaknya kurang terlibat dalam urusan politik,” katanya kepada Dubes Amerika, dua minggu sebelum disapu oleh gelombang Khomeini.
Dua hari sebelum kedatangan Ayatullah, komandan tertinggi Shah telah memberikan jaminan khusus kepada perwakilan Khomeini bahwa militer pada prinsipnya tidak lagi menentang perubahan politik, termasuk perubahan dalam “kabinet”.
Khomeini tiba di bandara Teheran pada pagi hari tanggal 1 Februari, dengan dikerumuni ribuan pendukungnya.
Banyak perwira junior dan tentara wajib militer yang sekarang bersama Khomeini.
Pada hari Khomeini memenangkan revolusi pertamanya, Presiden Carter tidak berada di Washington.
Bahaya sebenarnya terabaikan, ambisi Khomeini diremehkan, dan kepulangannya mendapat tanggapan yang salah. Tidak seperti Carter, Khomeini melakukan strategi yang konsisten dan memainkan tangannya dengan baik. (bbc, 3/6/2017)