Kenapa Masih Lakukan Stigmatisasi Terhadap Islam?

islamophobiaSeperti tak ada kesempatan bagi umat Muslim untuk istirahat dari serangan terhadap Islam. Baru saja Idul Fitri 1438 H usai, umat Muslim sudah dibuat jengah dengan tindakan aparat keamanan. Pertama, BNPT merilis video ucapan Hari Raya dengan tema deradikalisasi ber-hashtag #deradikalisasiIdulFitri.

Kedua, Polri meng-endorse sebuah film pemenang kompetisi film yang diselenggarakan oleh Polri yang menyudutkan umat Muslim.

Pada kasus BNPT, ada tendensi negatif yang kentara pada twit BNPT, sampai-sampai mereka membuat kalimat deradikalisasi Idul Fitri. Entah apa maksud BNPT dengan kalimat itu, sebegitu radikalnya Idul Fitri sampai-sampai harus diradikalisasi? Kalau bukan datang dari orang yang tidak paham agama, ini bisa datang dari orang yang begitu benci pada ajaran Islam, sampai-sampai hari raya pun dianggap tindakan radikal. Kita menunggu, apakah mereka juga akan membuat deradikalisasi Nyepi, Natal, Paskah, dll?

Adapun dalam film pemenang kompetisi film Polri berisi konten stigmatisasi terhadap aktivitas pengajian dan umat Muslim. Diceritakan ambulan yang mengangkut warga nonmuslim dilarang melewati acara pengajian, meski membawa pasien yang sudah kritis.

Stigmatisasi terhadap umat Islam ditonjolkan lewat dialog sarkastis yang tak masuk akal – justru bertentangan dengan Islam – kemudian lewat simbol-simbol keislaman seperti pengajian, sarungan, peci, juga simbol agama lain yang diposisikan jadi korban kezaliman umat Muslim.

Apa motif dari pembuatan film macam ini, dan kenapa pula di-endorse oleh Polri? Kalau alasan pembuatan film ini adalah sebagai upaya rekonsiliasi, ajakan kembali pada kerukunan bangsa yang sempat terkoyak pasca pilkada DKI, kontennya malah memancing emosi umat Muslim. Mengapa yang diposisikan intoleran adalah kaum muslimin, bukan umat lain? Sangat tidak masuk akal!

Apakah pembuat skenario atau sutradara film ini tak bisa membidik tema lain dari kehidupan bangsa yang justru benar-benar membuat warga negeri ini hidup damai? Apakah isi kepala mereka hanya berisi hasrat kotor untuk memojokkan mayoritas muslim di tanah air?

Apakah mata mereka sudah lamur sehingga tak bisa melihat kebaikan umat Muslim, dan tak bisa melihat sikap intoleran umat lain pada kaum muslimin?

Puluhan tahun kita merdeka, belum pernah kaum muslimin memaksa warga nonmuslim berpuasa selama Ramadhan. Menghalangi akses mereka beraktivitas selama hari raya, apalagi memaksa mereka pindah agama.

Bila memang benar ingin mengangkat kasus intoleransi, mengapa tidak diangkat nasib karyawan muslim yang dilarang shalat Jumat di tempat kerja mereka, atau dipaksa memakai atribut natal dan ikut merayakan natal?

Ada contoh riil yang menunjukkan kerukunan antar umat beragama yang dipraktekkan umat Muslim seperti saat aksi 411 dan 212 dengan mengawal pasangan Kristen yang akan menikah di katedral. Mereka diperlakukan dengan santun, dijaga, dan akhirnya pasangan ini dengan jujur membuat pengakuan yang menyejukkan. Bahwa kita bisa hidup dengan damai.

Kalau memang alur film itu ingin mengarahkan solusi pada konflik antarumat beragama, mengapa yang jadi latar belakangnya adalah umat Muslim dengan pengajian? Umat beragama manapun akan emosi kalau agama dan ritual ibadah mereka dicitraburukkan. Umat Hindu misalnya tidak akan terima kalau Hari Raya Nyepi dituding sebagai penghalang kegiatan sosial umat lain untuk keluar rumah, meski jelas semua umat lain tak diizinkan melakukan kegiatan apapun keluar rumah selama hari raya Nyepi. Namun selama ini tak ada protes keberatan dari umat Muslim.

Nampaknya spirit untuk terus melakukan stigmatisasi terhadap Islam dan kaum muslimin masih mengisi kepala sejumlah orang, terutama pasca kekalahan Ahok di Pilkada DKI lalu. Tapi yang lebih kita prihatinkan mengapa pikiran kotor seperti ini justru datang dari Polri dan BNPT? Seolah keduanya bersepakat kalau umat Muslim memang common enemy dan ancaman nasional.

Kuat dugaan tindakan represif meningkat terhadap umat Muslim pasca kunjungan Donald Trump ke Arab Saudi bersama Presiden Jokowi. Negara-negara Teluk langsung memblokade Qatar karena dianggap melindungi Hamas yang dicap sebagai kelompok teroris. Di beberapa negara Barat, strategi War on Terror berhasil memunculkan islamphobia di tengah masyarakat. Serangan-serangan terhadap umat Muslim di tempat-tempat publik terus meningkat seperti serangan di Inggris di Bulan Ramadhan dan Idul Fitri lalu.

Apakah ini yang diharapkan oleh aparat keamanan? Memanaskan terus islamphobia di tengah rakyat Indonesia, agar mereka membenci ulamanya, memunculkan konflik horizontal antar masyarakat, demi tindakan deradikalisasi? Kalau itu yang dimaksudkan, itu sama kehilangan kedaulatan karena tunduk pada kepentingan asing dan memecah belah kesatuan negeri. Itukah yang dicari?

Iwan Januar, Lajnah Siyasiyah  DPP HTI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*