Meski begitu besarnya kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh Jalur Gaza akibat tekanan Ramallah atasnya, dengan tujuan untuk mempengaruhi otoritas Hamas yang berkuasa di sana, namun delegasi yang diterima oleh Mesir, dan tinggal selama hampir sembilan hari, delegasi itu kembali tanpa mengumumkan apa yang terjadi di sana, serta tanpa pembicaraan dengan intelijen Mesir, sebagai pihak yang ditugasi untuk membangun komunikasi dengan gerakan Palestina, selain beberapa pernyataan dari sejumlah orang yang dekat dengan Hamas dan Dahlan, tentang pertemuan yang diadakan di Kairo antara delegasi Hamas, Dahlan, dan orang-orang dekat mereka, juga tentang banyak janji dan jaminan yang diterima oleh delegasi Hamas dari Dahlan dan intelijen Mesir, terutama masalah listrik, yang telah berkurang empat jam per dua belas jam.
Namun untuk memahami makna dari kunjungan ini tidak dapat dipisahkan dari beberapa kejadian terkait penyebab sebenarnya, yaitu krisis Teluk yang diciptakan untuk Qatar, dimana tujuannya adalah untuk mengurangi pengaruh Inggris melalui kekuasaan para anteknya, dan pengaruhnya atas proyek-proyek Amerika di Palestina, Yaman dan Libya.
Beberapa hari menjelang pecahnya krisis Teluk, utusan Qatar Muhammad Emadi mengunjungi Jalur Gaza dan mengatakan bahwa situasi di Jalur Gaza akan lebih buruk … Di sisi lain, para pemimpin Iran memberikan ucapan selamat kepada Hamas setelah pemilu baru-baru ini, bahkan surat kabar London “al-Syarq al-Ausath” edisi (30/5) mempublikasikan berita yang isinya menjelaskan kembalinya dukungan Iran untuk Hamas.
Hal tersebut tidak jauh dari apa yang dipublikasikan secara terbatas tentang permintaan dari gerakan Hamas untuk melepaskan hubungan dengan Qatar demi kepentingan pemulihan hubungan dengan Mesir, dan tentu juga dengan Iran, yakni untuk membangun komunikasi dengan para antek Amerika di kawasan Timur Tengah, tanpa sabotase dari para antek Inggris, seperti Qatar.
Dan yang menarik di sini adalah cara yang memunculkan hasil pemilu Hamas, yang bersamaan dengan deklarasi pemilihan seorang tawanan editor sejarah dalam pembentukan aparat militer gerakan sebagai kepala Biro Politik di tingkat Jalur Gaza, serta sosialisasi misi barunya yang akan mengembalikan dan memperbaiki hubungan dengan Mesir dan Iran, kemudian rezim Mesir menarik diri dari membuka perbatasan Rafah karena keluarnya Ismail Haniyeh ke Qatar untuk mengadakan sesi pemungutan suara terakhir, serta deklarasi nama kepala Biro Politik gerakan Hamas, dan kemudian respon atas larangan rezim Mesir terhadap keluarnya Haniyeh melalui Mesir. Deklarasi pemilihannya sebagai kepala Biro Politik gerakan datang tiba-tiba melalui deklarasi Khaled Meshaal di layar TV Aljaeera dari Qatar, seolah-olah dalam hal ini adalah reaksi atas tindakan Mesir yang tidak membuka perlintasan Rafah kecuali hanya satu cara untuk kembalinya mereka yang terdampar di Mesir ke Jalur Gaza. Ini berarti bahwa argumen keamanan tentang tidak dibukanya penyeberangan tidak memiliki tempat dalam pembicaraan ini. Jadi, alasan penutupannya adalah jelas untuk mencegah Haniyeh dari bepergian ke Qatar dan tinggal di sana … Pada hal semua tahu bahwa masuknya pengaruh Qatar ke Gaza di bawah payung proyek-proyek kemanusiaan, sementara dukungan telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ketika Ismail Haniyeh sebagai Perdana Menteri pemerintah otoritas Gaza, di samping tinggalnya Khaled Mashaal di Qatar.
Bahkan, kejutan terbesar adalah sambutan Mesir atas pemimpin gerakan baru di tingkat Jalur Gaza dan sejumlah pembantunya, serta akomodasi mereka di Mesir selama sembilan hari, sementara Haniyeh tetap tinggal di Jalur Gaza! Jika kita menambahkan atas semua itu, yakni adanya gerakan berbagai pengangkatan yang terjadi di Jalur Gaza baru-baru ini untuk berbagai posisi di otoritas Hamas, maka semuanya menunjukkan dominasi elemen dan pemimpin yang dekat dengan aparat militer gerakan. Sehingga dengan semua itu dapat membaca adegan, bahwa rezim yang diperhitungkan Amerika seperti Mesir dan Iran berusaha untuk meningkatkan kekuatan pihak-pihak yang dapat dimanfaatkan untuk mengeliminir sejumlah arus kekuatan yang didukung Qatar dalam Hamas, dan kemudian menghubungkan arus kekuatan ini dengan Inggris. Ini berarti bahwa ada upaya luar biasa yang dilakukan Amerika dan para anteknya untuk memecahkan hubungan Hamas dengan Qatar sebagai alat Inggris yang afektif di kawasan Timur Tengah, dan menarik Hamas ke Mesir yang menjadi alat Amerika. Namun tidak mudah untuk memecahkan hubungan Hamas dengan Qatar, mengingat hubungan ini telah mengakar, bahkan mayoritas para pemimpin Hamas yang paling efektif berada di Qatar. Juga tidak ada keraguan lagi bahwa Mesir menyadari hal ini, namun mereka ingin mengguncang hubungan ini, atau setidaknya melemahkannya, jika bisa. Namun tidak berarti bahwa semua upaya Mesir ini akan menjauhkan alat jinak, otoritas Abbas, melainkan akan tetap di jalur yang sama.
Adapun sejumlah sikap otoritas yang marah dan mengancam gerakan Hamas dengan meningkatkan tekanan kepadanya dalam beberapa hari mendatang, maka itu tidak lebih dari sebuah ekspresi jengkel, akibat dari adanya kesepakatan antara Dahlan dan Hamas di bawah naungan intelijen Mesir, serta solusi beberapa masalah seperti masalah listrik. Sehingga mengemukanya masalah ini, akan mengakibatkan pemisahan Jalur Gaza dan kemerdekaannya dari otoritas Abbas, namun semua ini tidak akan berdampak pada pengaruh Amerika terkait masalah Palestina, selama Mesir tetap menjadi antek Amerika yang memegang teguh masalah ini. Jadi setelah kejengkelan otoritas dan sejumlah pemimpinnya akibat dari tindakan Mesir, di mana juru bicara kepresidenan di Mesir mengumumkan bahwa wakil sah yang berhubungan dengan Mesir adalah Otoritas Palestina, sehingga dalam hal apapun bahwa kecenderungan untuk Dahlan dan Abbas, berarti kecenderungan yang pada akhirnya untuk mempertemukan dua garis pada kebijakan Amerika, dan agar kedua garis itu tidak keluar darinya.
Sungguh, masalah gerakan Hamas dan organisasi-organisasi Islam bersenjata lainnya, maka semuanya adalah karena mereka bekerja di bawah situasi dan kondisi yang gelap serta dikelilingi oleh para rezim antek, baik antek Amerika atau antek Inggris, tanpa kehadiran perawat yang sesungguhnya bagi umat Islam, yaitu negara Khilafah yang tegak di atas metode kenabian (‘ala minhāin nubuwah).
Organisasi-organisasi bersenjata tersebut sangat membutuhkan jutaan dolar untuk membiayai sejumah aktifitas dan kegiatannya, seperti aksi militer yang membutuhkan banyak pompa besar pendanaan, dan pendanaan yang besar ini tidak akan dapat dipenuhi kecuali melalui sejumlah negara, sementara negara-negara di kawasan Timur Tengah itu secara keseluruhan adalah antek yang terkait dengan kaum kafir Barat.
Selain itu, pemberian pembenaran yang terus-menerus atas penghinaan dan pengkhianatan para rezim itu dengan tidak mengirim tentara mereka, dan memberinya sifat-sifat yang tidak pantas baginya, semisal rezim perlawanan dan pencegahan seperti Iran, atau sebagai mediator, seperti halnya rezim Mesir, sementara semuanya justru berkonspirasi melawan umat Islam, Palestina dan Al-Aqsa.
Sesungguhnya hal terbaik yang harus dilakukan oleh semua gerakan Islam adalah tidak memihak atau cenderung pada para rezim zalim dan penindas, sebab akibat dari keberpihakannya ini adalah bencana di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman:
﴿وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ﴾
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS. Hud [11] : 113). [Hasan Madhun]
Sumber: alraiah.net, 5/7/2017.