Rakyat Palestina Bisa Mengambil Pelajaran dari Blokade Terhadap Qatar

20170702_2_24517842_23688440Ada banyak pelajaran yang bisa diambil oleh rakyat Palestina dari krisis di Teluk dimana empat negara Arab telah memberlakukan blokade udara, darat dan laut terhadap negara kecil Qatar.

Pelajaran pertama adalah mengetahui bagaimana persahabatan yang sesungguhnya bisa berubah-ubah di antara yang kononnya merupakan rakyat Arab, dan bagaimana mereka bisa bersikap begitu mudah melakukan pengkhianatan demi pengkhianatan. Rakyat Palestina tidak bisa berharap adanya pemimpin yang sama untuk memberikan solusi bagi 70 tahun ketidakadilan dalam waktu dekat. Jika negara-negara anggota Liga Arab benar-benar tertarik untuk membawa perdamaian dan kemakmuran bagi Palestina, mereka sudah melakukannya beberapa dekade yang lalu. Sudah banyak resolusi yang tidak berarti, tapi mana tindakan nyata? Sama sekali tidak ada.

Terus terang saja, seluruh raja yang memiliki istana, para emir dan para penguasa despotik hanya memanfaatkan kasus Palestina jika sesuai dengan tujuan dan agenda politik mereka sendiri sementara menanamkan perasaan sebagai korban di dalam masyarakat Palestina. Para diktator kaya minyak itu bisa menggunakan milyaran uang mereka yang berpengaruh untuk bisa memutar lengan metaforis Barat untuk dapat berkuasa  di Israel dan mengakhiri pendudukan brutal atas tanah Palestina. Bagaimanapun, negara Zionis itu didukung oleh dolar pajak dan senjata dari Amerika dan sekutunya di Eropa.

Pelajaran kedua bagi rakyat Palestina adalah meletakkan dasar bagi masa depan. Ini berarti perencanaan ke depan dan melakukan strategi beberapa dekade ke depan daripada bereaksi spontan saat ini terhadap peristiwa pada saat berkembang. Kembali ke tahun 1990an, Qatar menginvestasikan lebih dari satu miliar dolar untuk membangun Pangkalan Udara Al-Udeid di barat daya Doha. Langkah tersebut membingungkan para pengamat karena angkatan udara Qatar masih, dan relatif sederhana. Namun, pada tahun 2003, militer AS telah keluar dari negara tetangga Arab Saudi dan kemudian pindah ke pangkalan udara yang canggih ke negara kecil yang sekarang berfungsi sebagai pusat logistik dan komando untuk operasi AS di Afghanistan dan Irak. Mungkin juga sah untuk mengamati dengan saksama bahwa kehadiran militer AS juga untuk melindungi Qatar dari kudeta dan invasi di dalam negeri.

Pelajaran ketiga yang sederhana: mintalah kepada teman Anda dengan bijak. Sambil mempertahankan hubungan yang hangat di dunia Arab, Qatar telah membajak paritnya sendiri dan memilih untuk mempercayai mereka yang berada lebih jauh. Suka atau tidak, AS terbukti menjadi sekutu yang solid dan, karena memiliki militer terbesar di planet ini – terdapat 11.000 tentara yang bermarkas di Al Udeid – suatu keputusan untuk menawarkan pangkalan militer tersebut kepada Amerika pada tahun 2003 menjadi lebih dari pembenaran.

Meskipun ada sinyal beragam dari Trump di White House, Angkatan Laut AS baru-baru ini memulai latihan gabungan dengan Angkatan Laut Emiri Qatar. Dengan keinginan itu, sulit untuk melihat bagaimana Pentagon akan memberi wewenang terhadap hal ini jika Washington benar-benar menganggap Qatar sebagai negara pendukung teroris. Itulah salah satu tuduhan yang menggelikan yang diutarakan oleh Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir.

Qatar juga mengundang militer Turki untuk mendirikan sebuah pangkalan militer di sana. Sekali lagi, ini adalah sesuatu yang direncanakan dua tahun yang lalu ketika parlemen di Ankara menyetujui kesepakatan tersebut pada bulan Juni 2015 dan memberi Turki hak untuk mendirikan pangkalan militer di negara emirat itu dan mengerahkan pasukannya. Pangkalan itu dibuka tahun lalu, dan tetap menjadi pangkalan yang pertama bagi Turki di Dunia Arab. Selain itu, hanya sedikit orang yang benar-benar ingin menguji reputasi hebat tentara Turki sebagai kekuatan tempur.

Pelajaran terakhir bagi rakyat Palestina adalah memahami bahwa konsistensi dalam prinsip seseorang adalah sangat penting. Qatar tetap tidak tergoyahkan selama blokade dan jelas bahwa tanggapan pemerintah terhadap daftar tuntutan yang panjang oleh negara-negara Arab yang memblokade adalah menolaknya. Menteri Luar Negeri Shaikh Mohammed Bin Abdulrahman Al-Thani menyampaikan tanggapan resmi negaranya saat bertemu dengan Emir Kuwait, Shaikh Sabah Al-Ahmad Al-Jaber Al-Sabah, awal pekan ini. Sementara negara Teluk 3 + 1 memberikan Doha tenggat waktu 10 hari yang berakhir pada hari Minggu, yang kemudian diperpanjang 48 jam. Jelas bahwa Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir telah melemparkan diri mereka ke sudut yang sempit yang memperlihatkan kelemahan-kelemahan di dunia Arab yang akan terus menghambat kemajuan ke segala arah.

Di atas segalanya, dari keseluruhan kegagalan negara-negara Teluk ini rakyat Palestina harus belajar untuk tidak mempercayai siapapun kecuali diri mereka sendiri jika mereka menginginkan kedamaian dan keadilan di wilayah di mana sangat sedikit terdapat kedamaian. Untuk merencanakan masa depan, mereka harus ‘berinvestasi’ dalam kepemimpinan yang bisa mereka percaya dan melepaskan diri dari orang-orang gila yang bangkrut di Ramallah yang tidak dapat berpikir kritis. Kesan otoriterisme Arab yang korup dan berkolaborasi dengan pendudukan Israel adalah kanker di jantung rakyat Palestina.

Kini saatnya bagi orang-orang muda Palestina untuk merancang dan merencanakan masa depannya, karena hanya memiliki kemampuan intelektual untuk melihat dengan melampaui batas geografi dan sejarah kolonial yang mengikat kepemimpinan yang impoten dan menua di Tepi Barat. Jika tidak ada yang lain, sikap Qatar harus membuktikan bahwa kekuatan berasal dari kesatuan yang diperkuat oleh sekutu yang kesetiaannya sudah terjamin (Bahkan jika berdasarkan pada kepentingan pribadi).

Tekad yang tak tergoyahkan untuk mencapai tujuan akhir dalam menghadapi para pengganggu yang mungkin melebihi jumlah Anda, namun tidak memiliki kebijaksanaan, stamina dan integritas menyebabkan Qatar harus melalui masa sulit ini.

Rakyat Palestina tidak memiliki sumber daya dan kekayaan yang menakjubkan sebagaimana Negara-negara Teluk, namun mereka memiliki hak; Memegang landasan moral yang tinggi dengan kesatuan tujuan akan melayani rakyat dengan baik baik di dalam maupun di luar wilayah pendudukan Palestina. Ketika mereka berusaha untuk memenuhi hak-hak sah mereka untuk kembali dan mencari keadilan, mereka juga memiliki satu hal yang hanya sedikit dimiliki oleh para pengganggu di Teluk itu, dan itu adalah keberanian yang penuh. Jika mereka bisa belajar dari blokade negara kecil Qatar dan mendorong persatuan sejati di dalam barisan mereka sendiri, rakyat Palestina dapat mengambil manfaat dari suatu masa yang sangat gelap ini.[]

Sumber: middleeastmonitor.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*