KSHUMI: Dengan Perppu, Ormas Islam Lain Bahkan MUI Pun Bisa Dibubarkan

wiranto baca perppu pembubaran ormasDengan mudahnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) secara subjektif tanpa terpenuhinya persyaratan “kegentingan yang memaksa”, Ormas apapun termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa dibubarkan.

“Bukan hanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bisa saja Ormas-ormas Islam lain bahkan MUI pun menjadi target pembubaran,” ujar Ketua Eksekutif Nasional Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesaia (KSHUMI) Chandra Purna Irawan kepada mediaumat.com, Rabu (12/7/2017).

Karena dalam hal ini adalah ormas-ormas Islamlah yang vokal bersuara dalam Aksi Bela Islam 1-2-3. “Bahkan MUI sering dituduh fatwa-fatwanya meresahkan masyarakat di antaranya terkait Ahok, dll,” ujarnya.

Semenjak rangkaian Aksi Bela Islam, daya tawar politik Muslim semakin kuat, berbagai upaya dilakukan untuk menghadang bangkitnya politik Islam dimulai dari penggembosan dan penghadangan peserta aksi bela Islam 1-2-3, kemudian tuduhan makar, kriminalisasi ulama. “Kini pemerintah berupaya untuk membubarkan ormas Islam dengan tuduhan anti Pancasila, anti Kebhinekaan, UUD’45 dan tuduhan menimbulkan keresahan masyarakat,” kata Chandra.

Makanya, lanjut Chandra, meski penerbitan Perppu hak subjektif Presiden, akan tetapi persyaratan-persyaratan pembuatan Perppu menjadi ranah publik karena akibat penerbitan Perpu oleh Presiden langsung mengikat warga negara dan menimbulkan akibat (implikatif) bagi warga negara. Sehingga persyaratan-persyaratan pembuatan Perppu, Presiden harus tunduk kepada maksud dan tujuan Pembuat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pembuatan Perundang-undangan.

Chandra juga menyatakan, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan kegentingan adalah keadaan yang krisis, keadaan yang genting dan keadaan yang gawat.  Sementara kondisi negara setelah reformasi tahun 1998 hingga saat ini keadaan negara normal-normal saja, tidak ada hal yang bersifat genting dan gawat.

“Jadi bukan kegentingan memaksa tetapi dipaksa genting, hal inilah yang kemudian masyarakat khawatirkan, Presiden atau pemerintah menggunakan tafsir kegentingan secara sepihak karena Perppu adalah hak prerogatif Presiden,” tegasnya.

Apabila Presiden dengan mudahnya mengeluarkan Perppu secara jelas dan nyata akan menimbulkan komplikasi hukum, ketidakpastian hukum. “Ini merupakan kediktatoran konstitusional sehingga sangat bertentangan dengan hakikat yang diamanatkan dalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945,” pungkasnya.(mediaumat.com, 12/7/2017)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*