“Sungguh sangat berbahaya jika kelak ada Presiden yang sembarangan mengeluarkan Perpu saat tidak ada alasan-alasan genting yang memaksa.” (Prof. Mahfud MD, Sindo, 8/11/2014)
oleh: Ahmad Fahrur Rozi (Analis Politik)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. (Pasal 1 Undang-Undang No.12/2011)
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No.138/PUU/VII/2009, telah menetapkan 3 syarat keadaan genting yang dapat digunakan Presiden untuk mengeluarkan Perpu.
Pertama, karena terjadi kekosongan hukum dalam arti tidak ada UU yang mengatur.
Kedua, UU yang ada tidak dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah yang harus segera diselesaikan.
Ketiga, waktunya sangat mendesak sehingga tidak memungkinkan dibuat UU melalui prosedur yang normal.
Penerbitan Perpu pembubaran Ormas jelas tidak memenuhi ketiga prasyarat tersebut. Mengingat aturan Ormas sudah termaktub lengkap dalam UU No. 17/2013.
Lantas mengapa pemerintah ngotot menerbitkan Perpu “pembredelan” Ormas (Islam)? Padahal itu jelas melabrak ketentuan UU Ormas?
Nyata sekali hal tersebut adalah bentuk otoriterian pemerintah demi kepentingan politik sempit. Utamanya kepentingan kelompok anti Islam yang membenci dakwah yang digaungkan Ormas/kelompok keislaman semisal HTI.
Jika penerbitan Perpu tetap dipaksakan, maka pemerintah telah melanggar hukum (abuse of power) dan mengabaikan putusan MK. Ini bisa berujung Impeachment (pemakzulan) Presiden.
Hari ini Perpu ingin ‘disalahgunakan’ untuk membredel HTI, besok bisa-bisa Perpu digunakan untuk membubarkan NU, Muhammadiyah dan ormas lainya.
Wacana pemerintah menerbitkan Perpu menguatkan apa yang pernah disampaikan mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie bahwa Perpu kerapkali disalahgunakan dan ditafsirkan sendir-sendiri (Kompas, 1/11/2014).
Pada era pemerintahan SBY hanya dalam 10 tahun, sudah diluncurkan 18 Perpu. Pada era Megawati (selama 3 tahun 3 bulan) dikeluarkan 3 Perpu. Era Abdurrahman Wahid (1 tahun 9 bulan) dikeluarkan 2 Perpu. Era Habibie (1 tahun 5 bulan) dikeluarkan 3 Perpu. Di era Soeharto (lebih dari 32 tahun) dikeluarkan 18 Perpu.
Penerbitan Perppu, menurut Prof. Yusril Ihza Mahendra, membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan dan tidak sejalan dengan cita-cita reformasi.
Perpu dikeluarkan bukan karena situasi genting atau darurat melainkan karena ambisi politik dan ‘pesanan’ kelompok tertentu.
Jadi bisa ditebak siapa dibalik wacana penerbitan Perpu “pembredelan” Ormas Islam. Mereka adalah Kelompok anti Islam.
Daripada membubarkan Ormas Islam yang mengusung misi mulia mendakwahkan Syariah yang akan membawa kebaikan bagi negeri ini, lebih baik pemerintah “membubarkan” dan “mengusir” kelompok anti Islam penebar kebencian; para Mafia konglomerat pemeras rakyat; dan kekuatan Kapitalis asing yang menguras sumber daya alam (SDA) dan mendekte kebijakan negara. Masalahnya mau dan mampukah pemerintah kita? Sepertinya tidak. []