Setelah lebih dari seperempat abad, Mahkamah Agung India akhirnya memutuskan terkait kontroversi situs Masjid Babri.
Menurut surat kabar The Washington Post: Mahkamah Agung India dengan suara bulat memutuskan bahwa tanah di pusat konflik agama yang paling kontroversial di negara itu akan beralih ke kepercayaan, sehingga membuka jalan bagi pembangunan kuil Hindu di tempat di mana sebelumnya masjid berada.
Para hakim mengatakan bahwa situs di Ayodhya harus dialihkan ke kepercayaan dalam waktu tiga bulan. Kelompok Muslim akan mendapatkan tanah di lokasi alternatif yang baik untuk masjid.
Vonis atas konflik yang telah berlangsung puluhan tahun ini adalah kemenangan besar bagi Perdana Menteri Narendra Modi, yang kembali memenangkan pemilihan dengan perolehan suara yang luar biasa pada bulan Mei. Pembangunan kuil untuk Dewa Hindu Rama adalah tujuan jangka panjang dari partai penguasa India, Bharatiya Janata.
Pada tahun 1992, para ekstrimis Hindu menghancurkan sebuah masjid peninggalan abad ke-16 di Ayodhya untuk membuka jalan bagi sebuah kuil. Kemudian tindakan tersebut memicu kerusuhan sektarian yang mematikan di seluruh negeri. Kelompok-kelompok nasionalis Hindu percaya bahwa masjid itu dibangun di lokasi kampung halaman Rama di mana kuil Hindu itu berada.
Sebelum putusan hari Sabtu, pihak berwenang memperketat keamanan di seluruh negeri. Di negara bagian terbesar di India, Uttar Pradesh, sekolah ditutup karena kemungkinan kerusuhan. Laporan berita lokal mengatakan bahwa pembatasan pertemuan publik diberlakukan di Delhi dan Mumbai, dua kota terbesar di India.
Modi meminta agar tenang di malam sebelum putusan. Dia menulis di Twitter: “Kita harus menjaga keharmonisan bersama”. “Dan ingat, bahwa apa pun keputusan yang diambil terkait Ayodhya oleh Mahkamah Agung, maka itu tidak akan menjadi kekalahan atau kemenangan bagi siapa pun.”
Di luar Mahkamah Agung pada hari Sabtu, pecah teriakan “Jay Shri Ram!” Dan berbagai seruan dukungan atas Dewa Rama. Kami akan membangun kuil di sana, setelah pengumuman putusan. Beberapa peluru ditembakkan, tanda kemenangan bagi kaum tradisional Hindu.
Para politisi India telah lama menganggap sekularisme sebagai kunci untuk memungkinkan umat Islam dan Hindu hidup bersama secara damai. Namun tindakan pemerintah Modi mengungkapkan wajah sebenarnya, bukan hanya rezim India, tetapi juga bagi sekularisme itu sendiri.
Konsep sekularisme modern terkait erat dengan filsafat liberalisme, yang mengklaim memberikan kebebasan bagi semua orang. Memang, individu yang hidup secara kolektif dalam masyarakat tidak dapat melakukan apa yang mereka inginkan tanpa memperhatikan orang lain. Atinya, setiap filsafat politik yang realistis harus mewakili keseimbangan antara individu dan masyarakat, dan inilah yang gagal dilakukan oleh liberalisme. Hasilnya adalah bahwa individu dengan kekuatan atau pengaruh yang lebih besar pasti mendominasi dengan mengorbankan seluruh masyarakat. Ini adalah alasan sebenarnya mengapa rezim Hindu saat ini mampu menginjak-injak hak-hak kaum Muslim dengan nyaman dan aman. Sungguh, semua ini bertentangan dengan pandangan Islam yang menjamin perlindungan bagi agama lain.
Allah subhānahu wa ta’āla berfirman: “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ‘Tuhan kami hanyalah Allah’. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (TQS Al-Hajj [22] : 40) (kantor berita HT, 14/11/2019).