Nomor: 09/1441 H. Jum’at, 24 Sya’ban 1441 H/17 April 2020 M.
Press Release:
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang melarang di masjid-masjid Allah untuk menyebutkan nama-Nya.” (TQS Al-Baqarah [2] : 114).
Menurut Syariah Islam Tidak Diperbolehkan Menghentikan Shalat Jum’at dan Shalat Berjamaah
Menteri Wakaf dan Urusan Islam di Yordania, Dr. Mohammad Al-Khalayleh mengumumkan pada Rabu (15/4) kelanjutan dari penutupan masjid-masjid di Kerajaan itu, tidak melakukan shalat tarawih di masjid-masjid, dan mengharuskan untuk tinggal di rumah. Dia mengatakan bahwa kita akan menyambut bulan Ramadhan yang diberkati, namun kita akan melakukan shalat tarawih di rumah kita, dengan melanjutkan penutupan masjid yang selama bulan Ramadhan, tidak untuk shalat tarawih, dan tidak pula untuk shalat Jum’at. Semua itu untuk mencapai tujuan hukum Islam dan untuk melindungi kehidupan masyarakat. Berkenaan dengan pernyataan ini, kami menjelaskan hal berikut:
1 – Rezim di Yordania mengeksploitasi pandemi Corona, dan menganggapnya sebagai kesempatan untuk terus menutup masjid guna menegaskan langkahnya dan mengekspresikan niatnya secara terbuka dan terang-terangan dalam mewujudkan permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslim, mengeliminasi Islam dan hukum-hukumnya, serta merencanakan keingginan untuk menutup masjid dan mencegah kewajiban shalat yang tidak dilakukan kecuali di masjid, seperti shalat Jum’at. Apa yang dilakuan rezim ini sejalan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama: “Ikatan Islam akan lepas seikat demi seikat. Dan apabila satu ikatan telah terlepas niscaya manusia akan berpegang pada ikatan yang lain. Ketahuilah bahwa ikatan pertama yang akan terlepas adalah ikatan hukum pemerintahan dan ikatan terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad). Sungguh pemerintahan sudah meninggalkan hukum-hukum Islam, dan sekarang melarang melakukan shalat di masjid-masjid.
2 – Terlihat bahwa melalui Pusat Keamanan dan Manajemen Krisis Nasional, pemerintah berusaha untuk mengembalikan kehidupan normal berbagai sektor dalam masyarakat, termasuk pasar besar, dan wilayah yang bebas epidemi seperti Aqaba, dengan bersungguh-sungguh mengambil langkah-langkah pencegahan dan keselamatan kesehatan yang diperlukan, serta apapun yang akan mewujudkan kepentingannya sebelum mewujudkan kepentingan masyarakat. Seandainya pemerintah sungguh-sungguh membuka masjid-masjid, niscaya pemerintah juga dapat mengambil langkah-langkah dan tindakan pencegahan dan keselamatan kesehatan yang diperlukan, bukannya mengeksploitasi argumen Menteri Wakaf, dan tawar-menawar kehidupan masyarakat, serta mengeksploitasi kebutuhan mereka untuk menutup masjid. Negara yang mengatur masuknya puluhan orang ke pasar, tempat pemeriksaan, dan pabrik, padahal ia adalah tempat yang paling tercemar, dan itu bisa dilakukan, maka hal yang sama bisa dilakukan di rumah-rumah Allah untuk masuknya orang-orang bersih dan baik ke tempat yang paling bersih di bumi.
3 – Meninggalkan shalat Jum’at dan shalat berjamaah pada saat terjadi penyebaran epidemi yang menular, tidak diperlakukan secara umum, namun dengan mengisolasi para pasien, dan mereka tidak diizinkan masuk masjid untuk shalat Jum’at atau berjamaah. Semua tindakan diambil mulai dari kebersihan hingga sterilisasi, dan orang-orang yang sehat tetap melaksanakan shalat Jum’at dan berjamaah tanpa ada penghentian.
4 – Dalil-dalil yang terkait shalat Jum’at dan shalat berjamaat tidak terdapat peniadaan yang permanen, bahkan ia tidak memerlukan banyak dalil untuk pelaksanaannya. Shalat berjamaah adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif), yang harus ditampakkan kepada masyarakat, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda: “Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian yang jauh dari kawan-kawannya.” (HR Abu Daud dan An-Nasai).
5 – Shalat Jum’at adalah fardhu ‘ain (kewajiban setiap orang), di mana kewajibannya tidak gugur kecuali karena alasan yang sya’iy (dibenarkan syariah), sebab Allah shubhānahu wa ta’āla berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu mengingat Allah, dan tinggalkan jual beli.” (TQS Al-Jumu’ah [62] : 9). Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama: “Jumat merupakan hak yang wajib atas tiap muslim dengan berjamaah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak-anak, atau orang yang sakit.” (HR. Hakim).
6 – Keputusan Menteri Wakaf untuk melanjutkan penutupan masjid lebih awal, yaitu sepuluh hari sebelum dimulainya Ramadhan yang berkah, menunjukkan niat untuk mengeliminasi orang-orang yang shalat dari masjid dengan dalih apa pun yang bersegera membuat keputusan, bahkan seminggu atau dua minggu, tanpa mengikuti hal-hal yang mengarah pada penurunan epidemi, dan bebasnya banyak daerah dari virus, dan semua ini adalah fakta nyata, daripada membuat keputusan jangka jangka.Berbicara tentang semua orang yang mungkin mereka rentan terhadap infeksi, dan tidak mungkin terhindar darinya, ini adalah kemungkinan yang lemah, terutama karena jumlah minimal shalat berjamaah dua orang, sedang untuk shalat Jum’ah tiga orang, ini yang paling mungkin dilakukan. Dengan demikian, kewaspadaan itu tidak berarti meninggalkan kewajiban, namun melakukannya dengan tetap mengambil langkah-langkah pencegahan.
7 – Melihat kesungguhan pada larangan shalat berjamaah dan shalat Jum’at, di mana rezim sengaja menutup sepenuhnya pada hari Jum’at, dan rezim melakukannya untuk Jum’at ketiga secara berturut-turut dan menambahkannya pada hari Sabtu, sehingga tidak menimbulkan syubhat tentang niat rezim untuk mencegah shalat Jum’at dan untuk mencegah umat Islam berkumpul di ruang terbuka dan udara bebas untuk melaksanakan shalat Jum’at. Hal ini menunjukkan tekad reim untuk memerangi syiar Islam, terutama shalat Jum’at, yang merupakan simbol persatuan mereka, dan konferensi untuk membahas masalah baru dari masalah mereka, serta berdoa dan memohon kepada Allah untuk mengangkat bencana dan epidemi dari umat Islam.
8 – Sungguh wajib untuk mengingkari para penguasa di negeri-negeri kaum Muslim yang melanggar syariah dan mengikuti langkah-langkah kaum kafir kolonial sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, di mana meski negara-negara itu ragu dengan pengobatannya terhadap penyakit tertentu, mereka tetap mengikutinya, dan jika mereka mengusulkan solusi meskipun tidak tepat, maka para penguasa di negeri-negeri kaum Muslim menerimanya dengan sukacita, dan menganggapnya baik dan ampuh! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda: “Akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)”. Para shahabat bertanya, “Tidaklah kita perangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat.” (HR. Muslim).
Wahai Kaum Muslim … Rakyat Yordania!
Negara Khilafah yang tegak dalam waktu dekat, in syā Allah, tidak akan mengikuti cara-cara kaum kafir dalam menangani masalah-masalah seperti itu, namun akan mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama. Negara tidak akan menghentikan shalat Jum’ah dan shalat berjamaah. Tetapi yang ada uzur syar’iy tidak perlu hadir, sementara yang lain tetap hadir; mereka yang sakit diisolasi, semntara orang-orang yang sehat tetap melakukan aktivitas mereka seperti biasa, pergi ke masjid mendirikan shalat dan berdoa kepada Allah untuk dilindungi dari buruknya penyakit ini, dan berdoa semoga bencana dan epidemi ini segera diangkat. Inilahan kebenaran itu, “maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (TQS Yunus [10] : 32). Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Yordania