Pakaian yang Terkena Kolonyet Adalah Najis Tidak Sah untuk Shalat

بسم الله الرحمن الرحيم

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fiqhiyun”

Jawaban Pertanyaan:

Pakaian Yang Terkena Kolonyet Adalah Najis Tidak Sah Untuk Shalat

Kepada Tarek Ifaoui

 

Soal:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Apa hukum shalat dengan pakaian yang diberi parfum beralkohol? Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.

 

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Pertama, parfum yang dicampur dengan etil alkohol (etanol) dinilai sebagai khamr dan secara syar’iy diperlakukan sebagai khamr dan najis … Kami telah menjelaskan hal itu semuanya dalam beberapa Jawab Soal, di antaranya Jawab Soal pada 23 Jumadil Awal 1435 H-24 Maret 2014. Di situ dinyatakan:

(Seperti yang saya ketahui dari para ahli tentang ilmu-ilmu alkohol, alkohol itu ada dua jenis: etil alkohol dan metil alkohol.  Jika etanol yang ada dalam pertanyaan termasuk jenis etil alkohol, maka jawabannya sebagai berikut:

1. Alkohol ada jenis yang disebut metil alkohol atau metanol. Dikatakan kepada saya bahwa itu tidak memabukkan akan tetapi beracun mematikan. Spiritus bahan bakar termasuk dari jenis metil alkohol.  Metil alkohol (metanol) ini diambil dari serbuk kayu dan lainnya.  Meminumnya bisa menyebabkan kebutaan dan bisa sampai mengantarkan kepada kematian selama beberapa hari.  Berdasarkan itu maka metil alkohol (metanol) bukan khamr dan tidak mengambil hukum khamr dari sisi kenajisan dan keharaman.  Akan tetapi, dari sisi penggunaan metil alkohol (metanol) sebagai racun sesuai kaedah dharar.  Ibn Majah telah mengeluarkan dari Ubadah bin ash-Shamit:

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، قَضَى أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ»

“Sesungguhnya Rasulullah saw memutuskan tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan orang lain.”

 

2. Dari alkohol ada jenis yang disebut etil alkohol. Dan etil alkohol itu digunakan dalam berbagai minuman memabukkan, didestilasi, dan spiritus (etanol) pengobatan adalah dari jenis ini.  Seperti halnya bahwa etil alkohol juga digunakan dalam industri.  Digunakan sebagai pengawet dan sebagai bahan pengering dari kelembaban, pelarut alkali dan lemak, anti kempal, pelarut beberapa obat-obatan, pelarut parfum seperti kolonyet dan esence, dan masuk juga dalam beberapa bahan furniture.  Penggunaan-penggunaan ini ada tiga jenis:

  1. Bagian yang di situ alkohol dipakai hanya sebagai pelarut, atau sebagai bahan tambahan. Penggunan ini tidak menghilangkan identitas dan karakteristik alkohol.  Melainkan keadaannya tetap dari sisi susunan dan sifat memabukkan.  Bagian ini haram digunakan secara mutlak.  Sebagai contoh, kolonyet.  Kolonyet tidak halal digunakan dan tetap najis.  Sebab kenajisan pencampurnya dan alkohol di situ tetap alkohol memabukkan sebagaimana kondisinya.  Kolonyet itu adalah bahan yang dicampur dengan khamr.  Dan khamr adalah najis. Dalil hal itu adalah hadits al-Khusyani:

Ad-Daraquthni telah mengeluarkan dari al-Khusyani, ia berkata: “aku katakan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نُخَالِطُ الْمُشْرِكِينَ وَلَيْسَ لَنَا قُدُورٌ وَلَا آنِيَةٌ غَيْرُ آنِيَتِهِمْ، قَالَ: فَقَالَ: «اسْتَغْنُوا عَنْهَا مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَارْحَضُوهَا بِالْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُورُهَا ثُمَّ اطْبُخُوا فِيهَا»

“ya Rasulullah kami bergaul dengan orang-orang musyrik, dan kami tidak memiliki bejana dan wadah selain bejana mereka.”  Rasulullah bersabda: “cukupkanlah darinya semampu kalian, jika kalian tidak mendapati maka cucilah dengan air, air sesungguhnya menyucikannya, kemudian masaklah di situ.”

Jadi Rasul bersabda: “fa inna al-mâ’ thahûruhâ –maka sesungguhnya air lah yang menyucikannya-“, yakni bejana itu menjadi najis dengan diletakkannya khamr di situ, dan disucikan dengan menyucinya menggunakan air.  Ini adalah dalil bahwa khamr adalah najis.  Pertanyaan itu adalah tentang bejana yang di situ diletakkan khamr, seperti yang ada dalam riwayat al-Khusyani menurut Abu Dawud dari Abu Tsa’labah al-Khusyani, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw, ia berkata:

إِنَّا نُجَاوِرُ أَهْلَ الْكِتَابِ وَهُمْ يَطْبُخُونَ فِي قُدُورِهِمُ الْخِنْزِيرَ وَيَشْرَبُونَ فِي آنِيَتِهِمُ الْخَمْرَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «إِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَكُلُوا فِيهَا وَاشْرَبُوا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا غَيْرَهَا فَارْحَضُوهَا بِالْمَاءِ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا»

“Kami bertetangga dengan ahlul kitab dan mereka memasak babi dalam periuk mereka dan meminum khamr dalam bejana mereka.  Maka Rasulullah saw bersabda: “jika kalian menemukan yang lain maka makan dan minumlah di yang lain itu.  Dan jika kalian tidak menemukan selainnya maka cucilah dengan air dan makan minumlah (dengannya).”

Jadi babi dan khamr adalah najis sehingga membuat najis bejana yang di situ diletakkan khamr dan babi tersebut sehingga wajib dicuci untuk menyucikannya sebelum digunakan.

  1. Bagian dimana alkohol berubah dari subtansinya dan kehilangan karakteristiknya yang memabukkan. Dan dari alkohol dan bahan lain dibuat bahan baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan alkohol, akan tetapi tidak beracun.  Bahan baru ini tidak mengambil hukum khamr dan bersifat suci seperti bahan lain dan terhadapnya berlaku kaedah “al-ashlu fî al-asyyâ` al-ibâhah mâ lam yarid dalîlu at-tahrîm –hukum asal sesuatu adalah mubah selama tidak ada dalil yang menyatakan pengharamannya-“.
  2. Dan bagian dimana alkohol di situ berubah dari substansinya dan kehilangan karakteristiknya yang memabukkan, dari alkohol dan bahan lain dibuat bahan baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan alkohol, akan tetapi beracun. Hukumnya adalah hukum racun: suci akan tetapi penggunaannya haram untuk diminum atau untuk menimpakan dharar kepada diri sendiri atau orang lain.

3. Atas dasar itu, maka etil alkohol (etanol) tersebut jika dicampur dengan bahan lain maka hukumnya didapat dengan mengetahui apakah bahan campuran etil alkohol (etanol) itu kehilangan karakteristik memabukkan atau tidak, dan apakah bahan campuran itu beracun atau tidak … Ini memerlukan tahqiq manath menurut para ahli. Jika terbukti secara keilmuan atau praktis bahwa bahan campuran ini memabukkan maka ia mengambil hukum khamr dan menunjukkan bahwa etil alkohol (etanol) dalam campuran ini tidak kehilangan karakteristik dan identitasnya.  Adapun jika terbukti secara keilmuan atau praktis bahwa campuran ini tidak memabukkan dan tidak beracun maka tidak mengambil hukum khamr dan tidak mengambil hukum racun.  Dan jika terbukti secara keilmuan atau praktis bahwa bahan campuran ini tidak memabukkan akan tetapi beracun maka ia tidak mengambil hukum khamr, melainkan mengambil hukum racun.

Atas dasar itu, jika campuran yang dihasilkan itu memabukkan semisal kolonyet maka mengambil hukum khamr.  Dikarenakan sabda Rasulullah saw dalam hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah ummul mukminin ra., ia berkata:

«كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ»

“Setiap minuman yang memabukkan maka haram.”

Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Muslim dari Ibnu Umar, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:

«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ…»

“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram…”

Dan dalam riwayat lain dari Ibnu Umar:

«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ»

“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.”

Dan khamr itu haram pada sepuluh aspek dan bukan hanya jika diminum.  At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Anas bin Malik, ia berkata:

«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا، وَالمُشْتَرِي لَهَا، وَالمُشْتَرَاةُ لَهُ»

“Rasulullah saw melaknat dalam khamr sepuluh pihak: orang yang memerasnya, yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawakan, yang dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membelinya dan yang dibelikan.”

Salah satu dari sepuluh itu adalah haram), selesai.

 

Kedua, parfum yang di dalamnya ada alkohol seperti kolonyet adalah najis. Sementara di antara syarat sah shalat adalah kesucian pakaian dan badan sebagaimana yang ada di dalam dalil-dalil berikut:

1. Berkaitan dengan pensyaratan kesucian badan untuk shalat: apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra dari Rasul saw, beliau bersabda:

«تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ»، أخرجه ابن حميد

“Bersucilah dari air kencing sebab umumnya azab kubur karenanya” (HR Ibnu Humaid).

Dan apa yang diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

«أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ في الْبَوْلِ»

“Kebanyakan azab kubur itu pada (karena) air kencing”.

 

2. Berkaitan dengan pensyaratan kesucian pakaian untuk shalat, firman Allah SWT:

﴿وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ﴾

“dan pakaianmu bersihkanlah” (TQS al-Muddatstsir [74]: 4).

 

Dan apa yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari di Shahîhnya dari Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq ra bahwa dia berkata: “seorang wanita bertanya kepada Rasulullah saw, dia berkata: “ya Rasulullah, bagaimana menurut Anda, salah seorang dari kami jika pakaiannya terkena darah dari haid, bagaimana kami berbuat?” Rasulullah saw bersabda:

«إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمُ مِنْ الْحَيْضَةِ فَلْتَقْرُصْهُ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيهِ»

“Jika pakaian salah seorang dari kalian terkena darah haid maka hendaklah dia jumput (cubit) bagian yang terkena darah itu kemudian dia basahi dengan air kemudian dia shalat padanya”.

 

3. Dengan begitu, shalat dengan disertai adanya parfum beralkohol pada pakaian atau badan maka shalat itu tidak sah.

Ini pandangan saya dalam masalah ini, wallâh a’lam wa ahkam.

 

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

19 Rabi’ul Awwal 1442 H

05 November 2020 M

 

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/71505.html

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/photos/a.1705088409737176/2784459325133407/

http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/4078

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*