Para penguasa Tunisia, dalam mengabaikan syiar-syiar Islam dan kelancangan mereka terhadap agama Allah, telah mencapai tingkat yang sangat mengerikan. Setelah mereka mengebiri Islam dari pemerintahan, menjauhkan hukum Allah dari negara dan masyarakat, serta memerangi Islam atas nama melawan terorisme, hari ini mereka menghapus syiar Islam yang masih tersisa, yaitu meniadakan salat Jumat, dengan dalih membatasi penyebaran wabah Corona, secara bohong dan dibuat-buat. Keputusan Kementerian Agama, Kamis 13 Januari 2022, untuk meniadakan salat Jumat pada 14 dan 21 Januari, adalah keputusan politik yang sejalan dengan keputusan pemerintah pada 12 Januari 2022, yang mencegah kerumunan untuk turun ke jalan melawan presiden, sebab ada seruan demonstrasi pada 14 Januari.
Kementerian Agama telah membuktikan bahwa institusinya hanyalah boneka di tangan para politisi, mengeluarkan fatwa sesuai hawa nasfu penguasa, dan hanya memuaskan keinginannya, sekalipun harus melarang pelaksanaan syiar Islam yang agung. Jadi, peniadaan salat Jumat oleh mereka orang-orang zalim, yang memerintah dengan selain hukum Allah, tidak ada hubungannya dengan wabah Corona, keselamatan masyarakat, dan kesehatan mereka.
Seharusnya yang lebih tepat dilakukan pemerintah adalah mengatasi berdesak-desakan di sarana transportasi, pasar, di depan administrasi, dan lain-lainnya, dengan cara yang mengurangi mereka dari penderitaan dan memberi mereka rasa aman. Adapun melibatkan salat Jumat dalam konflik politik, maka itu akan tetap menjadi aib yang mencoreng para penguasa Tunisia yang tak segan-segan mencabut simpul Islam yang masih tersisa. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bersabda:
«لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةً تَشَبَّثَ النَاسُ بالتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَلَاةُ«
“Simpul-simpul Islam akan tercabut satu per satu, setiap kali satu simpul tercabut, orang-orang bergantungan pada simpul selanjutnya, sedang yang pertama kali tercabut adalah al-hukm (kekuasaan, pemerintahan), dan yang terakhir adalah salat.” (HR. Ahmad).
Adapun pemimpin rezim yang meniadakan salat Jumat karena takut akan protes yang mungkin akan merusak kaki-kaki kursinya yang bengkok, maka kami akan menggoncangnya dengan firman Allah shubhānahu wa ta’āla:
﴿وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ﴾
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS. Al-Baqarah [2] : 114).
Kantor Media Hizbut Tahrir
Wilaya Tunisia
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 18/01/2022.