بسم الله الرحمن الرحيم
Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fiqhiyun”
Jawaban Pertanyaan:
Kami Mengambil Perhitungan Astronomis dalam Penetapan Waktu Shalat Tetapi Kami Tidak Mengambilnya dalam Penentuan Awal Puasa dan Ied
Kepada Abu al-‘Ashim asy-Syamiy
Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Berputar di dalam pikiran saya pertanyaan ini sejak beberapa waktu jadi saya berharap ada penjelasan dari Anda, seraya memohon kepada Allah agar mengaruniai Anda kesehatan, kebugaran dan agar Allah memberikan kemenangan kepada Anda dengan kemenangan yang agung.
Kenapa kita mengambil perhitungan astronomis dalam penentuan waktu-waktu shalat lima waktu sepanjang tahun tetapi kita tidak mengambil perhitungan (hisab) astronomis dalam penentuan awal puasa dan Ied?
Jawab:
Kami sebelumnya telah mengeluarkan jawaban seputar pertanyaan semisal itu pada 25 November 2003, di situ dinyatakan:
[…- Allah SWT meminta kita untuk berpuasa dan berbuka karena rukyat hilal. Allah SWT menjadikan rukyat sebagai sebab puasa dan berbuka« صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ »
Berpuasalah kamu karena melihat hilal (ru’yat al-hilal) dan berbukalah kamu karena melihatnya
Jika kita melihat hilal Ramadhan maka kita berpuasa dan jika kita melihat hilal Syabab kita pun berbuka.
– Siapa yang mendalami nas-nas yang dinyatakan dalam masalah puasa, ia akan mendapati bahwa nas-nas itu berbeda dengan nas-nas yang dinyatakan dalam masalah shalat. Puasa dan berbuka telah dikaitkan dengan rukyat (melihat hilal).
« صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ »
Berpuasalah kalian karena melihat hilal (ru’yat al-hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya
] فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ [
Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS al-Baqarah [2]:185)
Jadi rukyat adalah hukum.
Sedangkan dalam masalah shalat, nas-nas syara’ telah mengaitkan shalat dengan waktu.
] أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ …[
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir … (QS al-Isra’ [17]: 78)
« إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ فَصَلُّوْا»
Jika matahari telah tergelincir maka shalatlah kalian
Jadi shalat disandarkan pada waktu. Maka dengan wasilah apapun Anda bisa menetapkan waktu itu, Anda boleh menunaikan shalat. Jika Anda melihat matahari untuk mengetahui waktu tergelincirnya atau Anda melihat bayangan untuk mengetahui bayangan sesuatu itu sama atau lebih panjang sebagaimana yang dinyatakan di dalam hadis-hadis tentang waktu-waktu shalat. Jika Anda melakukan itu dan Anda bisa menetapkan waktu shalat, maka shalat Anda sah. Jika Anda tidak melakukannya tetapi Anda menggunakan perhitungan (hisab) astronomis sehingga Anda mengetahui waktu tergelincir matahari adalah jam sekian lalu Anda melihat arloji Anda tanpa keluar melihat matahari atau bayangan benda, maka shalat Anda juga sah. Artinya, waktu itu bisa dicapai (ditetapkan) menggunakan wasilah apapun. Kenapa? Karena Allah SWT menuntut dari Anda agar menunaikan shalat karena masuknya waktu dan Allah SWT menyerahkan kepada Anda untuk menetapkan masuknya waktu itu tanpa ditentukan tatacara penetapannya. Sedangkan puasa, Allah menuntut Anda untuk berpuasa dengan rukyat dan untuk Anda telah ditentukan sebab tersebut, bahkan lebih dari itu nas berkata kepada Anda “jika rukyat tertutup mendung sehingga Anda tidak bisa melihat hilal maka jangan berpuasa hingga meskipun hilal itu ada di balik mendung dan Anda merasa yakin akan eksistensi hilal itu menurut perhitungan (hisab) astronomis.
«حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ ﷺ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ» أخرجه البخاري
“Adam telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ziyad telah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah ra. berkata: “Nabi saw bersabda atau Abu al-Qasim saw bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal, dan jika tertutup atas kalian maka genapkanlah hitungan Sya’ban menjadi tiga puluh” (HR al-Bukhari).
Artinya, jika kamu tidak dapat melihat hilal maka genapkanlah hitungan Sya’ban menjadi tiga puluh.
– Allah SWT adalah Pencipta alam semesta. Dia juga yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ilmu pengetahuan tentang pergerakan bintang dan rinciannya adalah karunia Allah SWT kepada manusia. Tetapi Allah SWT tidak meminta dari kita agar kita menyandarkan diri kepada hisab untuk berpuasa, tetapi Allah meminta kita menyandarkannya pada rukyat. Maka kita pun beribadah kepada-Nya sebagaimana yang Allah minta. Dan kita tidak beribadah kepada Allah SWT dengan apa yang tidak Allah tuntut.
Demikianlah, hanya rukyat sajalah hukum dalam masalah puasa dan berbuka, bukan perhitungan (hisab) astronomis. Berdasarkan hal itu, kami katakan ketidakbolehan perhitungan (hisab) astronomis dijadikan sandaran dalam masalah puasa dan berbuka. Akan tetapi masalah puasa dan berbuka itu hanya berdasarkan rukyat saja karena rukyat itulah yang dinyatakan di dalam nas-nas yang ada dalam masalah tersebut.]
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
23 Sya’ban 1443 H
25 Maret 2022 M
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/jurisprudence-questions/81095.html
https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/517086496645391