Para Pemimpin Arab dan Afrika Bereaksi atas Keluarnya Surat Perintah Penangkapan al-Bashir dengan Meminta Penundaan Eksekusi

HTI-Press. Negara-negara Arab dan Afrika bereaksi atas dikeluarkannya surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilah Pidana Internasional (ICC) terhadap Omar Hasan al-Bashir, dengan reaksi yang menunjukkan ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya, sehingga reaksianya itu sangat mengecewakan harapan rakyatnya.

Yang sangat menarik perhatian dari perintah penangkapan ini adalah, bahwa ini merupakan surat perintah penangkapan yang pertama kali terkait seorang pemimpin yang masih menduduki kusri pemerintahan. Ini artinya, memperlihatkan dengan jelas bahwa negara-negara Barat yang ada di balik keluarnya surat perintah penagkapan itu benar-benar telah melakukan intervensi terhadap negara-negara yang menjadi bonekanya, dengan menghabisi semuanya, hingga pemimpin—yang menjadi anteknya—sekalipun mereka lemparkan juga.

Sungguh dalam hal ini, Barat telah mempermainkan urusan-urusan bangsa yang lemah hingga di luar batas. Mereka mengembalikan negara-negera yang dinamakan dengan negara berkembang kembali menjadi negara-negara jajahan yang hakiki—dengan menjadikannya sebagai boneka mainnanya—sehingga negara itu kembali seperti keadaan 60 tahun sebelum negara itu mendapatkan kemerdekaan ilusi (hanya sekedar mimpi).

Uni Afrika yang katanya merepresentasikan negara-negara Afrika tidak melakukan reaksi yang berarti, selain mengirim delegasi ke Dewan Keamanan Internasional, lalu memintanya dan berharap dengan sungguh-sungguh agar eksekusi penangkapan ditunda selama satu tahun saja.

Hisam Zaki, yang berbicara atas nama kementerian luar negeri Mesir mengakui bahwa ia tidak menemukan indikasi yang menjamin keberhasilan tuntutan penangguhan eksekusi terhadap al-Bashir yang diajukan oleh bangsa Arab dan Afrika kepada Dewan Keamanan, agar Dewan Keamanan menggunakan otoritasnya sesuai pasal XVI peraturan dasar Pengadilan Pidana Internasional (ICC).

Sungguh dalam hal ini ketakutan dan kepengecutan para penguasa Arab dan Afrika benar-diperlihatkan, sehingga mereka tidak berani meminta agar mencabut kembali surat perintah penangkapan yang telah dikeluarkan, kecuali hanya meminta penangguhan eksekusi saja.

Di samping ketidakberdayaan yang sudah begitu parah, yang diperlihatkan oleh para pemimpin Arab dan Afrika, beberapa koran Barat pun memperlihatkan besarnya kemunafikan bangsa Barat terkait dengan penegakan keadilan internasional. Koran “Jerman Baru” mengatakan: “Sesungguhnya otoritas pengadilam adalah memburu semua penjahat perang di dunia. Dalam menjalankan otoritasnya ini harus sesuai dengan undang-undang pengadilan internasional. Namun dalam kenyataannya, kami melihat bahwa mereka yang diadili hanya orang-orang di negara-negara dunia ketiga saja, seperti Sudan, atau sebelumnya, Cekoslowakia. Padahal ketika itu, seharusnya Bush dan Ramsfeld juga harus diadili dengan dakwaan yang sama, seperti yang didakwakan kepada presiden Sudan”. Koran itu justru bertanya: “Jika asas pengadilan itu adalah tidak ada seorang pun yang ada di atas hukum (tidak tersentuh hukum), semua diperlakukan sama dan sejajar. Tetapi kenapa dalam perakteknya terdapat kelas-kelas (perbedaan perlakuan) di pengadilan internasional tersebut?

Adapun koran Inggris the Guardian mengatakan: “Sesungguhnya dalam menegakkan keadilan internasional harus ditopang dan dibungkus dengan semangat persamaan (equality). Sehingga apa yang diterapkan kepada presiden Sudan juga harus diterapkan kepada presiden AS, Bush. Dengan demikian, penegakan keadilan tidak hanya difokuskan kepada—pelaku-pelaku—negara-negara miskin”.
Sementara koran Times mengatakan: “Sesungguhnya Barat menganggap dengan dikeluarkannya surat penangkapan tersebut merupakan suatu kemenangan atas perjuangan hak-hak kemanusiaan. Sementara yang lain, melihat seharusnya penegakan keadilan itu juga dikenakan kepada pelaku berkulit putih. Sehingga penegakan keadilan dengan cara tebang pilih ini, justru menghancurkan kesempatan untuk mewujudkan perdamaian di wilayah Darfur”.

Sungguh, penegakan keadilan oleh Barat (bangsa berkulit putih) ini mempertegas sikap rasialisnya, kemunafikannya, dan kezalimannya terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Dan tidak hanya itu saja yang diperlihatkan Barat, tetapi Barat juga tidak mau mengarahkan dakwaannya kepada negara Barat yang manapun, atau negara yang menjadi kaki tangannya, seperti negara Yahudi, yang telah banyak melakukan kejahatan, yang untuk membuktikanya tidak terlalu sulit. Sejak berdirinya tahun 1948, negara Yahudi banyak melakukan kejahatan, dan yang belum hilang dari ingatan kita adalah pembantaian negara Yahudi di Jalur Gaza. Apalagi, dalam pembantaian ini, negara Yahudi menggunakan berbagai senjata yang secara internasional penggunaan terhadap warga sipil dilarang, seperti fosfor putih. Kejahatan-kejahatan yang dilakukan negara Yahudi ini sangat jelas sekali, sejelas cahaya matahari di siang hari, berbagai foto dan dokumen yang membuktikan kejahatannya ada di semua media massa. Akan tetapi, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) buta dan tuli terhadap kenyataan ini.

Pengadilan Pidana Internasional (ICC) juga buta dan tuli terhadap kejahatan-kejahatan Amerika, Inggris, dan NATO di Irak dan Afganistan. Begitu juga dengan kejahatan-kejahatan Prancis di Ruwanda dan Burundi yang telah membunuh jutaan jiwa, kejahatan-kejahatan Rusia di Chechnya, kejahatan-kejahatan India di Kasymir, dan kejahatan-kejahatan Cina di Turkistan Timur. Namun, pengadilan internasional yang zalim ini tidak berbuat apa-apa, mereka buta dan tuli, sehingga mereka tidak melihat dan mendengar pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh negara-negara itu, sebab mereka berada di atas hukum (tidak tersentuh hukum). Dengan kata lain, pengadilan yang zalim ini tidak pernah mau mengadili, keculai jika terdakwanya negara-negara lemah dan tidak berdaya dalam pandangannya.

Tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada presiden Sudan itu seharusnya diarahkan juga kepada Eropa dan Amerika, sebab mereka sumber masalahnya, dan merekalah obor yang telah mengobarkan perang saudara di Darfur. Sehingga, untuk menyelesaikan problem tersebut, tidak ada cara lain selain membumihanguskan negara-negara penjajah ini, mencegahnya dari mengobarkan api fitnah (peperangan), dan membersihkan semua pengaruhnya dari setiap negeri-negeri Islam dan dari Afrika khususnya. (mb/kantor berita ht)

4 comments

  1. Barat yang kehilangan akal fikiran, tidak malu memperlihatkan kemunafikan dan hipokrit secara telanjang! Peradaban kapitalisme cacat yang memuakkan, hanya menghasilkan manusia-manusia idiot dan bodoh!

  2. itulah bentuk kecongkakan negara-negara yang merasa aman dengan status sebagai negara super power…tunggulah saat mereka tertunduk malu saat negara super power yang lain datang…yah…NKRI : Negara Khilafah Rasyidah Islamiyyah.

  3. imperium rasis selamanya akan rasis !produk hukum internasional adalah produk rasis. dan ini telah menjadi penjara bagi negara2 dunia ketiga khususnya negeri muslim. dengan sarana ini mereka memainkan intervensinya secara vulgar. inikah demokrasi? ternyata sistem ini tidak bisa menjadi rumah bagi semua orang.
    “terkadang kita membutuhkan hal2 yang tidak demokratis untuk mempertahankan demokrasi” (koran independent inggris)

  4. “KHILAFAH ISLAMIYAH LAH YANG AKAN MENJAWAB SEMUANYA”
    MARI KITA BERASTU UNTUK MEWUJUDKAN KHILAFAH ISLAMIYAH
    HANYA DENGAN KHILAFAH ISLAMIYAH KITA UMAT MUSLIM AKAN BANKIT DARI KETERPURUKAN YANG SUDAH SANGAT AKUT DAN MEMPRIHATINKAN.
    KHUSUSNYA DI NEGARA YANG KITA CINTAI INI,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*