Hubungan Inggris dengan Uni Eropa

بسم الله الرحمن الرحيم

Jawab Soal

Hubungan Inggris dengan Uni Eropa

 

 

Soal:

Di Inggris Raya akan diselenggarakan referendum pada 23 Juni 2016 untuk menentukan tetap bergabung di dalam Uni Eropa. Referendum ini berlangsung pada waktu sensitif bagi Uni Eropa yang terus didera krisis ekonomi yang bermula sejak 2008. Muncul pertanyaan tentang kemungkinan Uni Eropa tetap bertahan jika Inggris menarik diri dari Uni Eropa. Juga pertanyaan tentang kemungkinan masa depan Uni Eropa tanpa memandang hasil referendum itu. Juga muncul pertanyaan di Inggris Raya seputar peran Inggris di tingkat global, sebab referendum itu memiliki sejumlah pengaruh. Apa yang mungkin dari referendum ini? Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.

 

Jawab:

Supaya mungkin memprediksi apa yang akan terjadi kami paparkan bagaimana Uni Eropa muncul dan sikap Inggris terhadapnya:

  1. Akar pembentukan Uni Eropa sampai pasca Perang Dunia kedua tahun 1945, yang tercermin pada ambisi penyatuan Eropa supaya tidak ada perang lagi di benua Eropa. Benua Eropa memiliki sejarah panjang perang. Winston Churchil perdana menteri kerajaan Inggris Raya pada waktu itu mendukung ide ini. Ia mengusulkan agar Eropa memiliki “entitas yang memungkinkannya hidup damai, aman dan bebas … seperti macam Amerika Serikat Eropa”. Pada waktu itu, pasca kehancuran yang ditinggalkan oleh Perang Dunia kedua, Inggris Raya tidak mengambil ide ini secara serius, bahkan Inggris Raya tidak membayangkan hal itu mungkin.   Ketika didirikan korporasi batubara dan baja tahun 1951, dan ditandatangani perjanjian Roma tahun 1957, Inggris Raya tidak bergabung di dalamnya. Waktu itu Inggris Raya khawatir bahwa Eropa Bersatu akan mengancam otoritas Inggris. Karena itu Inggris Raya mengambil sikap menunggu dan memonitor untuk mengetahui jika Uni itu akan terus bertahan hidup. Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, tidak bergabungnya Inggris Raya menyebabkan pelemahan Uni sejak awal. Hal itu karena Inggris Raya adalah negara besar di Eropa yang tidak menjadi bagian dari Uni. Salah satu pendiri Uni yang asli keturunan Perancis Jean Monnet mengatakan: “saya tidak paham selamanya kenapa Inggris Raya tidak bergabung, dan saya sampai pada kesimpulan bahwa sebab hal itu adalah harga kemenangan palsu bahwa Anda bisa menjaga apa yang Anda punya tanpa perubahan” (BBC, 01/04/2014).
  2. Akhir tahun 1960 Uni Eropa telah stabil. Para politisi Inggris sadar bahwa keberadaan mereka di luar Uni Eropa, hal itu berarti mereka tidak punya pengaruh terhadap Uni Eropa. Para politisi Inggris sadar bahwa mereka perlu berada di dalam meja kepemimpinan Eropa demi pengaruh terhadap Eropa dan untuk menegaskan Eropa tidak bersatu sampai pada tingkat yang membuat Inggris lemah dan tidak penting. Oleh karena itu pada tahun 1961 Inggris menyampaikan permintaan untuk bergabung ke Uni Eropa. Permintaan itu ditolak dua kali oleh presiden Perancis Charles de Gaulle. De Gaulle berusaha menjauhkan Inggris dari Eropa sebab ia paham bahwa strategi Inggris adalah menghalangi penyatuan Eropa. Ia menuduh Inggris “musuh yang dalam” untuk entitas Eropa. Akan tetapi De Gaulle mengundurkan diri dari jabatan presiden Perancis pada tahun 1969 dan meninggal setahun kemudian. Sepeninggal De Gaulle, Goerges Pompidou bertemu dengan perdana menteri Inggris Edward Heath pada tahun 1971. Dan setelah perundingan panjang, Inggris diberi keanggotaan di Uni Eropa.
  3. Setelah itu Inggris pada masa partai Konservatif segera menyerukan renegosiasi syarat-syarat bergabungnya Inggris ke Uni Eropa dalam upaya untuk melemahkan Uni Eropa… Ketika partai Buruh berkuasa pada tahun 1974, pemimpin partai Buruh menggunakan renegosiasi untuk mengancam para pemimpin Uni Eropa. Sebab pemimpin Inggris meminta poin-poin negosiasi disodorkan kepada publik untuk referendum. Kemudian kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt dan perdana menteri Inggris Harold Wilson sampai kepada kesepakatan bahwa Inggris tetap berada di dalam Uni Eropa. Schmidt memberikan beberapa konsesi untuk menampakkan bahwa pemerintah Inggris meraih tujuannya yang tercermin dalam renegosiasi. Partai terbesar ketiga di Inggris melakukan kampanye lengkap untuk mempertahankan Inggris di dalam Uni Eropa. Setelah referendum tahun 1975, 67% pemilih memberikan suara untuk kemenangan bergabung ke Uni Eropa yang pada waktu itu hanya sekedar zona perdagangan bebas. Setelah tahun 1980 pemimpin Uni Eropa memfokuskan pada peningkatan integrasi, berorientasi ke arah Eropa yang lebih federal, dan mata uang tunggal. Uni Eropa bergerak ke arah penyatuan politis dan pasar tunggal. Hal itu membuat Inggris hanya menjadi negara lain yang bergabung di dalam Eropa sama seperti Belgia! Hal itu juga berarti bahwa Inggris berlepas dari sebagian kedaulatan, otoritas dan undang-undang parlementernya untuk parlemen Eropa di Brussels. Meski di awal ada dukungan Margareth Thatcher untuk Eropa, namun pada tahun 1988 ia menyampaikan pidato di Bruges Belgia menjelaskan sikap Inggris. Ia menolak “negara Eropa raya yang menjalankan kontrol baru dari Brussels”. Hal itu menyebakan terjadinya perpecahan di partai Konservatif yang masih terus ada hingga hari ini, yang pada akhirnya menyebabkan jatuhnya partai Konservatif. Begitulah, Inggris gagal mempertahankan Eropa tetap terpecah. Pada akhirnya Inggris menandatangani perjanjian Maastricht pada tahun 1992. Hal ini menyebabkan transfer besar kekuasaan ke Uni Eropa baru, akan tetapi Inggris menjamin opsi keluar dari mata uang tunggal.
  4. Pada masa pemerintahan Margareth Thatcher 1979-1990 perbedaan-perbedaan yang ada makin rumit antara para politisi partai Konservatif dan kelas politik. Sejumlah Perdana Menteri mengundurkan diri, diantaranya Geoffrey Howe wakil perdana menteri … sementara tidak ada oposisi untuk Uni Eropa pada tahun 1971. Membesarlah oposisi untuk pandangan sebagian politisi bahwa Inggris telah kehilangan banyak otoritas kepada Eropa. Profesor Bojaddanor, pakar tentang sejarah Inggris di King College London mengatakan, “Eropa merupakan agenda beracun/berbahaya dalam politik Inggris, bukan karena menyebabkan perpecahan di antara kedua pihak saja, akan tetapi karena perpecahan mendalam di dalam partai-partai (Inggris). Sebagian berpandangan bahwa pergolakan mendasar di politik Inggris setelah perang dunia kebanyakannya bukan antara kiri dan kanan pada tingkat pergolakan antara mereka yang berkayakinan bahwa masa depan Ingrgis tersimpan di Eropa dan mereka yang tidak meyakini hal itu” (BBC, 01/04/2014).
  5. Ada dua isu yang diperselisihkan oleh para politisi dan masyarakat Inggris. Pertama, isu kedaulatan dan kedua isu nasionalisme. Integrasi ke Uni Eropa berarti mengalihkan sejumlah kekuasaan ke lembaga Uni Eropa. Hal itu mencakup sejumlah undang-undang yang ditetapkan di Brussels dan tidak lagi ditetapkan di parlemen Inggris. Ini bertentangan dengan keberadaan setiap negara sebagai satu umat. Hal itu karena pelegislasian negara sekuler untuk undang-undang dan kebijakan yang khusus untuk negara itu merupakan tanda kemerdekaan/indepedensi… Begitulah, makin sempurnanya Uni Eropa maka Inggris Raya kehilangan lebih banyak wewenangnya. Hal itu menyebabkan sejumlah perpecahan di antara barisan kelas politik. Sebagaimana, Uni Eropa merupakan organisasi yang melampaui batas-batas nasional, satu perkara yang menantang identitas Inggris dan sejarah Inggris sebagai negara Inggris yang terpisah. Isu-isu ini menyebabkan perpecahan besar. Hal itu merupakan masalah besar bagi pemerintah-pemerintah yang silih berganti dalam memanfaatkan Uni Eropa untuk kepentingan Inggris sendiri. Pembentukan Partai Independen di Inggris Raya seputar isu menentang Eropa menyebabkan partai tersebut meraih dukungan banyak dari rakyat Inggris, yang menyebabkan makin besarnya perpecahan di dalam partai Konservatif dan menyebabkan meningkatnya opini umum menentang Uni Eropa. Partai Independen berhasil meraih kursi di Parlemen Inggris dan menggunakan posisinya di Parlemen untuk menikam Uni Eropa dan melemahkannya. Popularitas partai tersebut ditegaskan pada pemilu tahun 2015 ketika partai tersebut menempati posisi ketiga terbesar. Akan tetapi sistem pemilu Inggris yang menyatakan bahwa pemenang pertama memegang kekuasaan membuat partai tersebut pada akhirnya tetap jauh dari kekuasaan.
  6. Akan tetapi sejak awal krisis finansial pada tahun 2008, Inggris berselisih dengan Uni Eropa tentang sejumlah isu. Perdana Menteri Inggris David Cameron berselisih dengan Eropa tentang rancangan penetapan bunga bank, pembatasan sektor finansial di London… dan pada Maret 2015, Inggris Raya berhasil dalam dakwaan hukum melawan Bank Sentral Eropa di Mahkamah Eropa, dimana Bank Sentral Eropa berusaha mentransfer tugas clearing transaksi zona Euro ke dalam Uni Eropa. Langkah semisal ini bisa menjauhkan London. Sementara Paris dan Frankfrut lebih menarik sebagai pusat keuangan, yang tentu saja hal itu melemahkan posisi ekonomis di Inggris. David Cameron menggunakan ancaman akan meninggalkan Uni Eropa sebagai wasilah bernegosiasi atas syarat-syarat yang lebih baik dengan pejabat Uni Eropa. Dan jika ancaman ini tidak berhasil maka Cameron mengancam mereka dengan referendum untuk meninggalkan Uni Eropa.
  7. Berkaitan dengan Inggris, Uni Eropa yang bersatu menjadi ancaman untuk kekuatan Inggris. Maka bertahannya Inggris tetap terpisah menjadi tujuan Inggris terus menerus. Inggris ingin dari satu sisi tetap terpisah dari Uni Eropa. Dari sisi lain, Inggris ingin menggunakannya untuk kepentingannya sendiri dalam isu-isu internasional. Inggris dalam setiap kesempatan berusaha untuk melemahkan Uni Eropa, sejak detik Inggris bergabung dengan Uni Eropa, dan setelah itu segera menyerukan negosiasi, satu perkara yang tentu saja mengantarkan kepada referendum: Inggris menyerukan pasar tunggal di Uni Eropa kemudian bersikap menentangnya… Inggris mengkritik pendirian negara Eropa adidaya sebab hal itu melemahkan kedaulatan Inggris… Inggris menyeru kepada persatuan di Eropa kemudian dia menarik diri dari bergabung ke zona Euro… Begitulah, Inggris dalam setiap kesempatan bekerja untuk mengurai Uni Eropa dan mempertahankan Uni Eropa tetap lemah. Akan tetapi sejak hari pertama Uni Eropa, Inggris sadar bahwa Inggris harus berada di dalam Uni Eropa untuk mempengaruhinya dan Inggris perlu secara politik untuk tetap bertahan di dalam Uni Eropa. Begitulah, Inggris bergabung ke Uni Eropa untuk merealisasikan tujuan ini setelah Inggris melihat bahwa Inggris tidak mungkin merealisasikannya dari luar Uni Eropa. De Gaulle sadar tujuan Inggris yang disebutkan itu, maka De Gaulle tetap mempertahankan Inggris ada di luar Uni Eropa, akan tetapi pada akhirnya Inggris diijinkan bergabung ke Uni Eropa!
  8. Inggris juga mengambil manfaat ekonomi dari Uni Eropa. Ini memberi manfaat kepada korporasi-korporasi dan elit kaya. Perekonomian Inggris didominasi oleh jasa. Jasa utama di Inggris adalah jasa keuangan. Inggris mengekspor sedikit barang. Akan tetapi, Inggris bersandar kepada jasa keuangan untuk pemasukan, modal dan mata uang asing. Sebagaimana bahwa pasar Eropa bersatu berarti bahwa mungkin bagi Inggris mengekspor jasa keuangan itu tanpa batasan perdagangan ke semua Eropa. Satu hal yang memberi manfaat kepada korporasi-korporasi besar dan kalangan elit kaya. Karenanya, meninggalkan Uni Eropa menyebabkan Inggris akan kehilangan situasi ini dan menyebabkan berbagai problem politik di Inggris. Demikian juga, meninggalkan Uni Eropa berarti Inggris akan berhenti mengambil undang-undang atau keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa. Dan karena Uni Eropa adalah partner perdagangan utama untuk Inggris, maka meninggalkan Uni Eropa padahal Inggris adalah negara Eropa akan melemahkan posisinya di Eropa… Ini di samping bahwa pada kondisi ini akan perlu menghentikan Uni Eropa dari luarnya dan ini melemahkan pengaruhnya di Uni Eropa. Adapun pengaruh Inggris di Uni Eropa sementara Inggris ada di dalamnya maka akan menjadi pengaruh yang kuat dan jauh lebih efektif.
  9. Berdasarkan apa yang dipaparkan sebelumnya, bisa diringkaskan hubungan Inggris dengan Uni Eropa dan prediksi dari hasil referendum sebagai berikut:
    1. Inggris selalu ingin melemahkan kesatuan Eropa dan Inggris bekerja dari dalam Uni Eropa untuk merealisasikan hal itu.
    2. Pada saat yang sama, Inggris memandang Uni Eropa dari sudut pandang kepentingannya sendiri dan Inggris bekerja untuk mengubah Uni Eropa demi kepentingannya, satu hal yang memicu banyak kemarahan Perancis dan Jerman.
    3. Ada beberapa bahaya yang menimpa Inggris akibat keberadaannya di Uni Eropa. Inggris merugi kedaulatan dan kekuasaan. Akan tetapi, Inggris melihat hal itu sebagai harga yang harus dia bayar untuk tetap berpengaruh di Uni Eropa. Ini menyebabkan perpecahan di antara para politisi, elit dan rakyat Inggris yang membuat pemerintah Inggris menuntut pengembalian sebagian kekuasaan melalui ancaman diselenggarakannya referendum untuk meninggalkan Uni Eropa.
    4. Karena sebab-sebab ini maka tidak diprediksi Inggris akan meninggalkan Uni Eropa. Akan tetapi yang lebih kuat kemungkinannya bahwa rakyat Inggris akan memberi suara untuk kemenangan kondisi kekinian…

Ini yang menjadi dugaan kuat dalam masalah ini. Meski demikian, Inggris ahli memainkan seni pemerasan. Oleh karena itu, tidak dijauhkan kemungkinan, tanggal referendum akan diperpanjang (diundur) jika kemaslahatan Inggris mengharuskan hal itu, atau membuat hasilnya tidak pasti. Hal itu agar di sana ada lebih banyak ruang untuk menerima dan memberi (take and give) berupa memeras Uni Eropa dalam memberikan konsesi… Yang bisa diprediksi adalah Inggris akan terus melanjutkan tipudayanya terhadap Uni Eropa sampai ada orang dari di dalam Uni Eropa yang mengetahui hakikat Inggris lalu mengusir Inggris dari Uni Eropa tanpa diperas oleh Inggris dengan mengetuk pintu tanggal referendum!

 

25 Rajab 1437 H

02 Mei 2016 M

http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/36961.html#sthash.TZOW3rVH.dpuf

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*