Ketika Tiga Kekuatan Menyatu di Bulan Ramadhan

Oleh: Ustadz KH Hafidz Abdurrahman (Khadim Majlis-Ma’had Syaraful Haramain)

Ditetapkannya Ramadhan oleh Allah sebagai moment untuk mewujudkan misi agung yang krusial dua kali pada zaman Nabi saw. bukan tanpa alasan. 17 Ramadhan 2 H ditetapkan sebagai Yaum al-Furqan [Hari Penentuan], moment Perang Badar Kubra, yang menentukan kalah dan menangnya Islam. Jika kaum Muslim kalah, maka kaum Muslim pun habis, dan Islam pun tak akan ada lagi. Ini moment krusial pertama.

Betapa krusialnya moment ini tampak dari doa yang dipanjatkan oleh Nabi saw. di malam Perang Badar Kubra itu. Ketika Nabi saw. berdoa, dengan nada “mengancam” Allah SWT:

اللَّهُمَّ إِنْ تَهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةُ لَنْ تُعْبَدَ بِكَ مِنْ بَعْدُ أَبَدًا

“Ya Allah, jika kelompok [yang sedikit ini] kalah, maka setelah ini, Engkau tak akan pernah lagi disembah.”

Doa ini dipanjatkan oleh Nabi saw. di tengah malam, diulang-ulang, dengan tubuh bergetar, hingga surban yang ada di pundak sebelah kanan Nabi pun terjatuh ke tanah. Surban itu diambil oleh Abu Bakar. Abu Bakar yang ketika itu ada di belakang Nabi pun merinding, bulu kuduknya pun berdiri, mendengarkan doa Nabi yang dahsyat itu, sampai akhirnya Abu Bakar berkata kepada Nabi saw, “Cukup. Cukup, ya Rasulullah. Allah telah mendengar doamu.”

Moment krusial yang kedua juga ditetapkan oleh Allah untuk diwujudkan di bulan Ramadhan yang agung ini. Tepatnya, 20 Ramadhan 8 H, ketika Nabi bersama 10,000 sahabat melakukan Penaklukan Kota Makkah. Makkah bukan hanya tempat Baitullah, yang menjadi perhatian dunia, tetapi Makkah juga ibukota Emperium Arab, Quraisy. Ketika ibukota Emperium Arab, Quraisy ini jatuh ke tangan kaum Muslim, maka seluruh Jazirah Arab pun berbondong-bondong menyatakan ketundukannya kepada Negara Islam di Madinah, yang dipimpin oleh Nabi saw.

Betapa tidak, setelah peristiwa Penaklukan Kota Makkah [Ramadhan 8 H], yang diikuti dengan Perang Hunain [Syawal 8 H], Nabi saw. kembali ke Madinah setelah terlebih dahulu melaksanakan umrah. Maka, tahun 9 H, ada 70 kabilah dan suku dari seluruh Jazirah Arab menghadap Nabi saw. di Madinah, sehingga tahun itu Nabi saw. tidak bisa menunaikan ibadah haji.

Nabi menunjuk Abu Bakar sebagai Amirul Haj. Setelah Abu Bakar berangkat, Q.s. at-Taubah turun kepada Nabi, yang dimulai tanpa Basmalah, tetapi kalimat yang tegas, “Bara’atun mina-Llahi wa Rasulihi [Allah dan Rasul-Nya berlepas diri..]” menandai tak ada lagi kompromi dengan kekufuran.

Inilah dua misi krusial yang benar-benar luar biasa; Perang Badar Kubra, dan Penaklukan Kota Makkah. Semuanya dilakukan oleh Nabi saw. atas titah Allah SWT di bulan Ramadhan. Lalu, mengapa Ramadhan dipilih oleh Allah untuk mewujudkan misi krusial tersebut?

Iya, Allah SWT memang tidak memberikan alasan, tetapi setidaknya jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dinalar, baik dari hadits Nabi saw. maupun ungkapan para sahabat.

Pertama, Ramadhan adalah moment ketaatan, dimana ketaatan seorang Muslim sedang dalam puncaknya. Terlebih, ketika mereka hidup dalam kehidupan Islam dalam seluruh aspek kehidupannya, di saat negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Ketaatan inilah yang menjadi sumber kekuatan dan kemenangan kaum Muslim dalam menghadapi musuh-musuhnya. Inilah yang dinyatakan oleh ‘Umar bin al-Khatthab radhiya-Llahu ‘anhu:

وَإِنْ لَمْ نُغَالِبْهُمْ بِطَاعَتِنَا، غَلَّبُوْنَا بِقُوَّتِهِمْ..

“Jika kita tidak bisa mengalahkan mereka dengan ketaatan kita, maka mereka pasti akan mengalahkan kita dengan kekuatan mereka.”

Ketaatan inilah yang menjadi sumber kekuatan dan kemenangan pasukan kaum Muslim saat Perang Badar Kubra, dan Penaklukan Kota Makkah. Sebaliknya, ketidaktaatan telah menjadi sumber kelemahan dan kekalahan mereka saat Perang Uhud. Saat pasukan pemanah yang ditugaskan menempati Jabal Rumat tidak menaati titah Nabi saw.

Kedua, kekuatan doa orang-orang yang berpuasa, yang dinyatakan sendiri oleh Nabi saw:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ

“Ada tiga orang yang doanya tidak akan ditolak [tidak dipenuhi oleh Allah]: Orang yang berpuasa hingga dia berbuka..” [Hr. Ahmad dan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah]Doa-doa mereka tidak akan ditolak oleh Allah. Doa-doa mereka bisa membelah langit dan menggoncang singgasana Allah, sehingga Allah SWT tak kuasa, kecuali mengabulkannya. Itulah doa-doa orang yang berpuasa.

Jika dua kekuatan ini; kekuatan ketaatan dan kekuatan doa orang-orang yang berpuasa menyatu, dan digunakan untuk mewujudkan misi agung, sebagaimana yang dititahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka dua kekuatan ini akan mengundang kekuatan ketiga, yaitu pertolongan Allah SWT. Allah pun menyatakan:

وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Kami selalu berkewajiban untuk menolong orang-orang yang beriman.” [Q.s. ar-Rum: 47].

Ketika ketiga kekuatan ini menyatu pada diri kita di bulan Ramadhan, maka tak ada misi agung yang tidak bisa diwujudkan. Inilah ketiga kekuatan yang harus kita sadari, dan kita satukan dalam diri kita, dan umat Nabi Muhammad saw. Ketiga kekuatan yang menjadi senjata kita untuk kembali meraih kemenangan, kejayaan dan kesuksesan.

Semoga kita senantiasa bisa menjaganya[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*