Oleh: Ainun Dawaun Nufus (MHTI Kab. Kediri)
“Sesungguhnya sistem Ekonomi Barat berpengaruh terhadap sistem pemerintahan. Menjadikan pemerintahan tunduk terhadap pemilik modal, bahkan bisa disebut pemilik modal-lah (para kapitalis) yang menjadi penguasa sesungguhnya dalam negara yang terikat dengan ideologi kapitalisme.” (Taqiyuddin An Nabhani – Kitab Nidhomul Islam)
Rezim di Indonesia telah terbiasa banyak melakukan reshuffle kabinet. Begitu terbentuk pemerintahan baru, mulailah terjadi persiapan di balik layar untuk membentuk pemeritahan berikutnya. Setiap pemerintahan baru tidaklah memulai aktifitasnya hingga tenggelam di dalam kerusakan sedikit demi sedikit. Karena pemerintahan itu tidak berjalan kecuali untuk tenggelam di dalamnya. Sistem yang mengadakan pemerintahan di Indonesia adalah sistem yang tabiatnya memang rusak. Karena sistem demokrasi yang dibangun di atas asas selain Islam dan jatuh dalam seting dengan negara Amerika. Setelah jangka waktu masa memimpin habis, rejim pergi seraya mengusung dosa-dosa sistem, lalu diganti pemerintahan baru yang mengusung slogan-slogan ‘indah’ seperti slogan-slogan yang dibawa oleh pemerintahan Jokowi. Janji-janji dari pemerintahan Jokowi dipenuh oleh slogan-slogan dan tawaran-tawaran yang lebih bombastis dari pemerintahan sebelumnya untuk membuat citra beda.
Keluh kesah di masyarakat terhadap tabiat para pemimpin, siapapun berhasil saat memimpin lembaga, instansi, atau perusahaan, ternyata saat menjadi pemimpin eksekutif pemerintahan tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat; bahkan sering membuat rakyat menderita. Acapkali modusnya seragam: tiga tahun pertama sibuk mengembalikan utang atas modal kampanye; dua tahun terakhir sibuk mempersiapkan Pemilu; selama 5 tahun pemerintahannya harus membuat kebijakan-kebijakan ’pro pasar’ karena keberhasilannya terpilih tak lepas dari peran serta mereka. Inilah realitas dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, khususnya di Indonesia.
Lahirnya UU dan peraturan yang lebih mengabdi kepada modal dan merugikan rakyat itu akan terus berlanjut selama sistem demokrasi tetap dipakai. Lahirnya berbagai UU yang tidak melayani kepentingan rakyat efek kapitalisme global. Munculnya berbagai UU khususnya terkait ekonomi yang bernuansa neoliberal dan merugikan rakyat adalah bukti nyata dalam hal ini. Tidak sedikit UU dan peraturan yang bernapas liberal itu merupakan amanat WTO. Setelah meratifikasi perjanjian WTO, pemerintah diwajibkan membuat berbagai UU yang mewadahi liberalisasi dan memfasilitasi perdagangan bebas. Realisasi hal itu dipastikan dan dikawal melalui berbagai organisasi internasional seperti Bank Dunia, IMF, ADB, USAID dan lainnya.
Faktanya, semakin lama negara-negara demokrasi semakin tunduk pada pemilik modal. Selama dua abad ini, kekuasaan pemilik modal pun semakin kuat, bahkan lintas negara. Herzt mengatakan bahwa dari 100 pemegang kekayaan terbesar di dunia, 49 adalah negara, 51-nya adalah korporasi. Ini berarti peta dunia selama ini kurang lengkap karena hanya memuat peta negara. Padahal korporasi telah mempunyai kekuatan melebihi negara. Indonesia dulu hanya menyerahkan perkebunannya pada satu korporasi, VOC (yang juga sebesar negara). Sekarang negeri ini telah menyerahkan pertambangan dan perminyakannya pada beberapa VOC baru. Rakyat pun harus membeli berbagai kebutuhannya pada mereka dengan harga tinggi.
Meraih ridho Allah tidak mungkin direalisasi sementara sistem di Indonesia yang mengucilkan Islam dari pemerintahan dan mengurusi masyarakat menggunakan aturan-aturan dan hukum-hukum yang berasal dari akal manusia, yang terbukti lemah, kurang dan lalai.
Berbagai kerusakan dan penderitaan rakyat yang terjadi saat ini tidak lain adalah akibat ulah tangan perbuatan manusia sendiri yang menyimpang dan menyalahi petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. Semua itu hanyalah sebagian dari akibat itu yang ditampakkan oleh Allah agar manusia kembali ke jalan yang benar, kembali kepada petunjuk-Nya SWT (lihat QS ar-Rum : 41).
Memperhatikan keridhaan Allah tidak bisa dilakukan dengan memperhatikan apa yang diperintahkan oleh gembong sistem dengan memantapkan demokrasi baik secara kultural maupun perilaku. Demokrasi itu menjadikan hak membuat hukum sebagai milik manusia dengan mengesampingkan Tuhannya manusia. Demokrasi itu bertolak belakang secara diametral dengan Islam. Demokrasi itu merupakan pangkal bencana di negeri ini. Demokrasi yang dijadikan oleh Obama dan pemimpin-pemimpin barat sebagai misi mereka yang mereka sebarkan dan mereka pasarkan kepada berbagai bangsa agar meyakininya. Demokrasi itulah pandangan hidup mereka dan sekaligus alat penjajahan mereka. Demokrasi itu berasal dari sistem kapitalisme yang hanya mendatangkan bencana, kehancuran, musibah dan pertumpahan darah bagi dunia.
Tulisan ini ditutup dengan nasehat yang hangat, bahwa Anda adalah umat yang terbaik, maka tolonglah Islam dan pemeluknya, tolonglah para pejuang al-Khilafah. Jadilah seperti kaum Anshar yang menolong Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, sehingga Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah.[]