Ustadz saya mau tanya, benarkah ada larangan memotong kuku dan rambut bagi orang yang hendak berkurban? Karena ada hadits Nabi SAW,”Apabila engkau telah memasuki 10 hari pertama bulan Dzulhijjah sedangkan salah satu di antara kalian ingin berkurban maka janganlah dia memotong sedikit pun bagian dari rambut dan kulitnya.” (HR Muslim). (08175494282)
Jawab :
Memang ada larangan bagi yang akan berkurban, maksudnya bagi orang yang akan menyembelih kurban, untuk memotong kuku dan rambutnya pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebut di atas dari Ummu Salamah RA dalam Shahih Muslim hadits no 1977 :
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرَ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِيَ، فَلاَ يَمُسَ مِنْ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika telah masuk 10 hari pertama bulan Dzulhijjah sedangkan salah satu di antara kalian ingin berkurban maka janganlah dia memotong sedikit pun bagian dari rambut dan kulitnya” (HR Muslim no 1977).
Namun hadits di atas tidak hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no 1977), tapi sebagaimana dijelaskan Imam Syaukani, hadits itu juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no 2791), dan Imam an-Nasa’i (Juz VII/hal. 211). (Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 1008). Menurut Imam Suyuthi, hadits semakna juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah. (Imam Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, I/25).
Hanya saja para ulama berbeda pendapat apakah larangan itu bermakna pengharaman atau sekedar larangan makruh. Dalam kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf al-A`immah (Beirut : Darul Fikr, 1996) karya Qadhi Shafad hal. 74 disebutkan pendapat imam yang empat dalam masalah ini sebagai berikut :
ومن دخل عليه عشر ذي الحجة وقصده أن يضحي فالمستحب له عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره ولا يقلم ظفره حتى يضحي فإن فعله كان مكروها، وقال أبو حنيفة هو مباح ولا يكره ولا يستحب. وقال أحمد بتحريمه.
“Jika memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka barangsiapa yang bermaksud untuk menyembelih kurban, disunnahkan baginya menurut Imam Malim dan Syafi’i untuk tidak mencukur rambut dan memotong kukunya hingga dia selesai menyembelih kurban. Jika dia mengerjakan perbuatan itu, hukumnya makruh. Imam Abu Hanifah berkata,’Itu [mencukur rambut dan memotong kuku] adalah mubah, tidak dimakruhkan dan tidak pula disunnahkan. Imam Ahmad mengharamkan perbuatan tersebut.”
Imam Syaukani juga menjelaskan adanya perbedaan pendapat dalam masalah tersebut dalam kitabnya Nailul Authar. Imam Syaukani meriwayatkan, bahwa menurut Said bin Musayyab, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, sebagian ulama Hanafiyah dan sebagian ulama Syafi’iyah, larangan mencukur rambut dan memotong kuku dalam hadits tersebut adalah dalam arti pengharaman (tahrim). Sementara itu menurut Imam Syafi’i dan para pengikutnya, hukumnya makruh tanzih, bukan haram. Imam Abu Hanifah berkata, hukumnya tidak makruh. Pendapat Imam Malik ada tiga riwayat; dalam satu riwayat, hukumnya tidak makruh, dalam riwayat kedua, hukumnya makruh, dan dalam riwayat ketiga, hukumnya haram jika kurbannya kurban sunnah. (Imam Syaukani, Nailul Authar, Bab Maa Yajtanibuhu fi Al-‘Asyari Man Araada al-Tadh-hiyyah, hal. 1008).
Menurut kami, pendapat yang memakruhkan adalah lebih kuat (rajih), karena terdapat hadits lain yang menjadi qarinah (indikasi) bahwa larangan pada hadits Ummu Salamah RA di atas adalah larangan makruh, bukan larangan haram. Imam ash-Shan’ani dalam Subulus Salam Juz IV hal. 96 mengenai masalah ini berkata :
قد قامت القرينة على أن ألنهي ليس للتحريم
”Telah terdapat qarinah bahwa larangan itu bukanlah pengharaman.” (qad qaamat al-qarinah ‘ala anna an-nahya laysa lit tahrim).
Hadits lain yang menjadi qarinah itu adalah hadits ‘Aisyah RA, bahwa Ziyad bin Abu Sufyan pernah menulis surat kepada ‘Aisyah RA, yang isinya :
إن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما قال: من أهدى هديا، حرم عليه ما يحرم على الحاج، حتى ينحر هديه؟
“Bahwa Abdullah Ibnu Abbas pernah berkata :’Barangsiapa membawa hadyu, maka haram atasnya apa-apa yang haram atas orang yang sedang haji, hingga dia menyembelih hadyu-nya.[Apakah benar demikian?]” Maka ‘Aisyah RA pun berkata :
ليس كما قال ابن عباس، أنا فتلت قلائد هدي رسول الله صلى الله عليه وسلم بيدي، ثم قلدها رسول الله صلى الله عليه وسلم بيديه، ثم بعث بها مع أبي، فلم يحرم على رسول الله صلى الله عليه وسلم شيء أحله الله حتى نحر الهدي.
“Bukan seperti yang diucapkan Ibnu Abbas. Aku pernah menuntun tali-tali hadyu milik Rasulullah SAW dengan tanganku lalu Rasulullah SAW mengalungkan tali-tali itu dengan tangan beliau, kemudian beliau mengirimkan hadyunya bersama ayahku [Abu Bakar], maka Rasulullah SAW tidak mengharamkan atas sesuatu yang dihalalkan oleh Allah bagi beliau hingga beliau mengembelih hadyu-nya.” (HR Bukhari no 1613 dan Muslim no 369; Imam Syaukani, Nailul Authar, Bab Anna Man Ba’atsa bi-Hadyin Lam Yahrum ‘Alaihi Syaiun Bi-Dzalika, hal. 1004-1005; Imam ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz IV hal. 96)
Imam Syafi’i berkata mengomentari hadits di atas dengan berkata :
فيه دلالة على أنه لا يحرم على المرأ شيء ببعثه، والبعث بالهدي أكثر من إرادة التضحية
”Dalam hadits ini terdapat dalalah [petunjuk, dalil] bahwa tidak haram atas seseorang sesuatu pun karena tindakannya mengirimkan hadyu-nya. Padahal mengirimkan hadyu itu lebih banyak/lebih besar daripada kehendak menyembelih kurban.” (fiihi dalalatun ‘ala annahu laa yahrumu ‘ala al-mar`i syai’un bi-ba’tsihi bi-hadyihi. Wa al-ba’tsu bi al-hadyi aktsaru min iradah al-tadh-hiyyah) (Lihat Imam ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz IV hal. 96)
Jadi, hadits Aisyah di atas oleh Imam Syafi’i dijadikan qarinah bahwa larangan memotong kuku dan rambut bagi orang yang hendak menyembelih kurban (dalam hadits Ummu Salamah) adalah larangan makruh, bukanlah larangan haram.
Kesimpulannya, bagi orang yang hendak berkurban, makruh hukumnya bagi dia untuk memotong kuku dan rambutnya pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah hingga dia selesai menyembelih kurbannya. Wallahu ‘alam [M Shiddiq Al Jawi]