Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis menyebutkan, dari pemeriksaan BPK semester pertama ditemukan kerugian negara sebesar Rp 1,92 triliun. Selain itu, ditemukan negara harus merogoh kocek ABPN Rp 2,56 triliun untuk membayar cost recovery.
Harry mengatakan, dari pemeriksaan yang dilakukan BPK pada pemeriksaan tujuan tertentu atas cost recovery, ada biaya yang seharusnya tidak perlu dibebankan kepada pemerintah. Meski Harry enggan menjabarkan apa saja biaya tersebut, namun beban cost recovery yang dibebankan kepada negara menunjukkan negara mesti berhemat dan melakukan efisiensi.
“Laporan keuangan SKK Migas mendapatkan opini tidak wajar, ada biaya-biaya yang seharusnya tidak dibebankan kepada negara. Kami merekomendasikan untuk bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah,” ujar Harry saat sidang paripurna ke-79 di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Selasa (4/10).
Selain temuan terhadap jumlah kerugian negara dan buruknya nilai terhadap SKK Migas, Harry juga mengatakan ada beberapa temuan mengungkapkan 10.918 temuan yang memuat 15.568 permasalahan. Sebanyak 49 persen permasalahan adalah tentang kelemahan sistem pengendalian intern, dan 51 persen tentang permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 44,68 triliun.
“Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 60 persen permasalahan berdampak finansial senilai Rp 30,62 triliun,” ujar Harry.
Harry menjelaskan, permasalahan berdampak finansial tersebut terdiri atas 66 persen permasalahan yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 1,92 triliun. Sembilan persen permasalahan mengakibatkan potensi kerugian negara senilai Rp 1,67 triliun, dan 25 persen permasalahan mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp 27,03 triliun. (republika.co.id, 4/10/2016)