Oleh: Umar Syarifudin (syabab HTI/ Direktur Pusat Kajian Data dan Analisis)
Willy Claes, yang kemudian menjadi Sekjen NATO, menegaskan bahwa “Aliansi telah menempatkan Islam sebagai target karena permusuhannya terhadap Uni Soviet” Sementara pada tahun 1996, surat kabar The New York Times menegaskan, “Ancaman Merah sudah hilang. Yang berikutnya adalah Islam.”
National Intelligence Estimates (NIE) telah menganggap Islam sebagai ancaman jangka panjang tidak hanya bagi dominasi AS, tapi juga bagi peradaban Barat itu sendiri. Kaum Muslim yang bersatu dalam Islam sebagai sistem pemerintahan adalah kasus skenario terburuk bagi AS dan akan menjadi mantra bencana bagi supremasi global AS.
Barat memang secara kolektif terlibat dalam perang melawan Islam dan Muslim di seluruh dunia. Jutaan kaum Muslim telah tewas, disiksa, dipenjara, dan diperkosa oleh kemajuan hegemoni dan ekonomi Barat. Kaum Muslim menjadi menjadi target paling terkenal di seluruh Eropa. Umat Islam adalah kelas yang paling miskin, yang tidak memiliki kendali atas kekuasaan. Diskriminasi terjadi terhadap Muslim dalam pekerjaan dan pendidikan dan merupakan hal biasa dari benteng kebebasan ini.
Artikel ini hadir di tengah-tengah Anda, saat jutaan muslim ditindas menjadi korban rezim tiran dan ditahan di seluruh dunia dengan keterlibatan langsung dan instruksi dari kekuatan Barat. Irak, Afghanistan, Myanmar, Suriah, Mesir, Uzbekistan, Pakistan dan banyak lagi ditindas lewat para agen maupun dengan kekuatan langsung imperium Barat yang dipimpin AS.
Dari Abdullah bin Amru, dari Nabi saw., beliau bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada pembunuhan seorang Muslim.” (HR an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Baiklah Anda telah lihat, di Barat, para kartunis sengaja menyinggung perasaan umat Islam dengan jahat. Mereka bebas melecehkan ajaran Islam. dan mereka berusaha untuk menghina agama dengan cara yang paling merusak dan menindas. Mereka menargetkan agama yang memiliki pemeluk sebesar 1,7 miliar orang di seluruh dunia.
Sebagian orang berpendapat, “hak untuk menghina” harus dilestarikan. Mereka berpendapat kita harus menjunjung tinggi nilai yang membolehkan orang-orang mengekspresikan diri mereka dengan cara-cara yang mungkin akan melanggar sensibilitas orang lain. Bisa disimpulkan, dalam demokrasi yang dipasarkan Barat ke seluruh dunia, Kebebasan berekspresi yang tidak terbatas adalah kebebasan untuk menghina, dan hak untuk bebas menghina orang lain tidak bisa menghasilkan masyarakat yang harmonis dan saling menghargai.
Hal ini menjelaskan mengapa Barat yang sekuler sangat intoleran atas perbedaan; dan sejarah terburuk Barat menunjukkan bagaimana kebebasan untuk menghina ini sangat cepat berubah menjadi kebebasan untuk menganiaya orang lain.
Tuduhan kaum liberal bahwa islam dan kaum muslimin rasis jelas keliru besar. di luar negeri maupun dalam negeri, kaum muslimlah selalu jadi korban. Islam dan kaum muslimin dikuliti. Kasus Ahok terakhir telah membakar kemarahan umat Islam. Kalaupun ada curahan simpati dan solidaritas yang disusun untuk berpihak pada Ahok, maka sikap sabar yang sehat bagi kaum muslim adalah konsisten menghentikan dan menindak setiap pelaku dan perilaku pelecehan terhadap Islam dan kaum muslimin. Kita harus terus menuntut penyelesaian tindakan pelecehan tersebut secara Islami karena bagian dari keimanan.
Penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw. dan Islam memang penuh kesengajaan. Buktinya, penghinaan terhadap Nabi, al-Quran dan Islam itu terus berulang. Beberapa tahun lalu, Ayaan Hirsi Ali, mencari popularitas dan jabatan politik dengan menghina Islam. Politisi Belanda kelahiran Somalia ini mengecam Islam sebagai agama terbelakang dan merendahkan wanita. Dia juga menuduh Rasulullah Muhammad saw. sebagai orang yang sesat karena menikahi Aisyah ra. yang masih kanak-kanak. Dengan sangat keji, dia menuduh Rasulullah saw. itu pervers (mempunyai kelainan seksual). Hirsi juga membantu Theo Van Gogh membuat film yang berjudul, “Submission”. Dalam film itu dia menuduh al-Quran mendorong kekacauan dan pemerkosaan terhadap seluruh anggota keluarga.
Contoh lain adalah apa yang seperti terjadi di Bekasi, seorang Kristen menginjak al-Quran sambil mengacungkan jari tengah yang merupakan isyarat yang melecehkan. Di Batu Malang pada bulan April 2007, sekelompok Kristen juga mengadakan ritual yang mencaci-maki al-Quran. Sang pendeta mengatakan al-Quran telah menyesatkan berjuta-juta orang. Pendeta itu lalu meletakkan al-Quran di lantai dan kemudian menyuruh seluruh jamaah untuk bersama-sama menghujat dan memaki-maki al-Quran. Dan masih banyak lagi contoh fakta yang jelas dan vulgar.
Anehnya, negara-negara yang mengaku demokratis, menjunjung tinggi nilai HAM dan berperadaban tinggi itu tidak mengambil tindakan yang berarti. Seakan orang yang menghina itu dilindungi atas nama kebebasan berekspresi sebagaimana kebebasan dalam demokrasi.
Dalam hal serangan mendatang atas Islam, sangatlah penting bahwa Kaum Muslim sadar akan agenda mereka dan meresponnya secara terbaik menurut Islam. Sebagian dari agenda mereka adalah untuk mengintimidasi Kaum Muslim sehingga mereka bisa menekan kita untuk menerima nilai Barat atas kebebasan berbicara. Mereka ingin kita untuk mengikuti argumen bahwa kita mungkin tidak suka akan penghinaan, tapi kita tentu saja harus menerima hak untuk dihina dan yang hal terjelek adalah tetap menerima penghinaan itu atas hal-hal yang kita anggap sakral. Hal ini tidak bisa diterima.
Ketika Khilafah muncul, para pemerintahan Barat akan berpikir dua kali sebelum mengizinkan dilakukannya ejekan dan penghinaan atas Allah dan Rasul Nya. Jadi, yang diperlukan pada hari ini adalah mendirikan kembali Khilafah Islam, sebuah metode persatuan dan kepemimpinan Umat. Maka dari itu, semua Muslim harus bergabung dalam seruan untuk mendirikan Khilafah, karena inilah jalan satu-satunya bagaimana hal-hal semacam ini selayaknya dihadapi. Memang, seringnya serangan atas Islam seharusnya membuat kita untuk semakin memperkeras usaha untuk mendirikan Negara yang yang menjunjung tinggi kehormatan Islam.
Ingat, Islam masih mengakar di hati warga Indonesia dan masih banyak yang berharap agar Islam menjadi tegak kembali. Sayang, politisasi Islam oleh para politisi yang tidak bertanggung jawab selalu menampilkan Islam sebagai sistem kerohanian (ritual) ketimbang sebagai sistem politik yang mengorganisasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Inilah salah satu alasan mengapa masyarakat merindukan figur kelompok Islami yang serius membela mereka sebagai perkara hidup dan matinya. []