Ancaman Terhadap Penghalang Manusia dari Islam dan Penentang Rasul SAW

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.i.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَشَاقُّوا الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَىٰ لَن يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَسَيُحْبِطُ أَعْمَالَهُمْ

Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah serta memusuhi Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka (TQS Muhammad [47]: 32).

Orang yang kufur kepada Allah SWT dan Rasul-Nya mendapatkan ancaman amat keras. Dalam banyak ayat diberitakan, tempat mereka di akhirat adalah neraka Jahannam dan kekal di akhirat. Tentu, ancaman lebih keras ditujukan kepada mereka yang tidak hanya kufur, namun juga mengajak dan memaksa orang lain untuk mengikutinya.

Ayat ini adalah di antara yang memberikan ancaman terhadap mereka.

 

Kafir dan Halangi Manusia

Allah SWT berfirman: Inna al-ladzîna kafarû (sesungguhnya orang-orang kafir). Dalam ayat sebelumnya, diterangkan tentang salah satu faedah perintah jihad. Yakni, merupakan ujian dari Allah SWT kepada manusia sehingga  dapat diketahui siapa yang mau berjihad dan bersabar mengerjakannya; dan siapa pula berlaku sebaliknya, yakni malas dan menentang perintah tersebut. Mereka pun mendapatkan balasan atas sikap yang mereka lakukan.

Kemudian dilanjutkan dengan ayat ini yang menerangkan tentang ancaman bagi orang-orang yang ingkar dan menghalangi manusia dari jalan Allah SWT dan memusuhi Rasulullah. Ayat ini diawali dengan firman-Nya: Inna al-ladzîna kafarû (sesungguhnya orang-orang kafir). Menurut al-Syaukani, yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang munafik. Ada juga yang berpendapat, mereka adalah ahli kitab. Atau, orang-orang musyrik yang memberikan makanan kepada pasukan kafir di Badar. Semua pendapat tersebut merujuk kepada ayat-ayat sebelumnya.

Dilihat dari bentuknya, kalimat dalam ayat ini bersifat umum, mencakup semua orang kafir. Kata kafarû termasuk al-fi’l al-muta’addî, yakni kata kerja yang membutuhkan al-maf’ûl bih (obyek). Dengan demikian, semua orang yang mengingkari perkara yang diwajibkan Islam untuk diimani termasuk dalam cakupan ayat ini.

Jika merujuk kepada QS al-Bayyinah [98]: 6, maka orang kafir meliputi dua golongan. Pertama, ahli kitab. Mereka adalah pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Kedua, orang musyrik. Mereka adalah semua orang kafir yang bukan pemeluk kedua agama tersebut.

Di samping kafir, mereka juga: wa shaddû ‘an sabîlil-Lâh (menghalangi manusia dari jalan Allah). Kata al-shadd bisa berarti inshirâf wa imtinâ’ (berpaling dan dan menolak). Bisa juga berarti sharf[an] wa man’[an] (memalingkan dan menghalangi). Demikian menurut al-Raghib al-Asfahani. Menurut para mufassir, kata al-shadd dalam ayat ini berarti menghalngi.

Sedangkan frasa sabîlil-Lâh dalam ayat ini bermakna al-Islam. Sehingga ayat penggalan ayat ini bermakna: Mereka memalingkan manusia dari Islam dengan berbagai cara. Demikian menurut al-Jazairi dalam tafsirnya, Aysar al-Tafâsîr.

Ditambah lagi: Wa sâqqû al-Rasûl (dan memusuhi Rasul). Menurut Syihabuddin al-Alusi, yang dimaksudkan dengan sâqqû al-Rasûl adalah ‘âdûhu (memusuhinya). Ibnu Athiyah menafsirkannya khâlafûhu (menentangnya).  Sedangkan Imam al-Qurthubi dan al-Syaukani menafsirkannya dengan dua kata tersebut, yakni: ‘âdûhu wa khâlafûhu (memusuhi dan menentangnya).

Kemudian disebutkan: Min ba’di mâ tabayyana lahum al-hudâ (setelah petunjuk itu jelas bagi mereka). Menurut al-Khazin, pengertian frasa ini adalah setelah tampak jelas bagi mereka bukti-bukti petunjuk dan kebenaran Rasulullah SAW.

Dikatakan oleh Ibnu Jarir al-Thabari: “Mereka menentang Muhammad SAW, lalu memerangi dan menyakiti beliau setelah mereka mengetahui bahwa beliau adalah nabi yang diutus dan rasul yang dikirim; dan mengetahui jalan yang terang dengan pengetahuannya; dan bahwa Allah SWT memiliki rasul.

Dengan demikian, pengingkaran mereka dan permusuhannya kepada Rasulullah SAW bukan disebabkan ole ketidaktahuan dan kebodohan. Abdurrahman al-Sa’di berkata, “Mereka menentang dan membangkangnya atas dasar kesengajaan dan penentangan. Bukan karena kebodohan dan kesesatan.”

Ancaman

Kemudian Allah SWT berfirman: Lan yadhurrul-Lâ syay`a[n] (mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun). Artinya, sesungguhnya mereka hanya memberikan mudharat terhadap diri mereka sendiri dengan tindakan tersebut. Dan Maha Allah SWT dari kejadian tersebut. Demikian menurut al-Khazin.

Dikatakan pula oleh al-Syaukani, Mereka tidak akan bisa menimpakan mudharat kepada Allah SWT sedikit pun karena ketidakimanan mereka dan kekufuran yang terus menerus. Mereka tidak bisa memberikan mudharat sedikit pun kecuali kepada diri mereka sendiri.

Menurut Fakhruddin al-Razi, ini merupakan ancaman keras. Artinya, mereka menyangka bahwa permusuhan mereka terhadap Rasulullah SAW itu sebatas permusuhan mereka dengan beliau. Padahal, tidak demikian. Permusuhan itu sesungguhnya adalah permusuhan dengan Allah SWT. Sebab, Muhammad SAW pada hakikatnya hanyalah utusan Allah SWT. Tidak ada kewajiban atas beliau kecuali hanya sebagai penyampai. Apabila mereka menimpakan mudharat, maka mereka menimpakan mudharat kepada Rasul. Akan tetapi Maha Suci Allah SWT dari tertimpanya mudharat kekufuran orang kafir dan kefasikan orang fasik.

Ayat ini kemudian diakhiri dengan firman-Nya: Wa sayuhbithu a’mâlahum (dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka). Tentang penggalan ayat ini, setidak memberikan dua pengertian sebagaimana diterangkan para mufassir.

Pertama, semua amal mereka terhapus dan sia-sia. Diterangkan al-Syaukani, frasa sayuhbithu a’mâlahum berarti yubthiliha (Dia menghapusnya). Sedangkan yang dimaksud dengan al-a’mâl (berbagai amalan) di sini adalah semua amal yang tampak sebagai amal kebaikan, seperti memberikan makanan, silaturahmi, dan berbagai perbuatan baik lainnya. Sekalipun sesungguhnya, semua amal tersebut sudah batal dari pangkalnya, karena dihalangi oleh kekufuran.

Al-Khazin juga berkata, “Ini berarti amal-amal mereka akan dihapus, sehingga mereka tidak melihat pahala untuk mereka di akhirat. Hal itu disebabkan karena semua amal tersebut tidak untuk Allah SWT.” Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Kedua, segala tipu daya mereka dalam menghalangi Islam akan digagalkan. Abdurrahman al-Sa’di juga mengatakan bahwa a’mâlahum adalah upaya yang mereka kerahkan dalam menolong kebatilan. Semua usaha itu tidak akan menghasilkan apa pun bagi mereka kecuali kegagalan dan kerugian. Amal-amal yang mereka harapkan mendapatkan pahala di akhirat juga tidak diterima karena syaratnya tidak terpenuhi.” Hal yang sama juga disampaikan oleh al-Zamakhsyari, al-Baidhawi, Ibnu Athiyah, al-Alusi, dan al-Jazairi menggabungkan kedua makna tersebut. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

 

Ikhtisar:

  1. Orang-orang kafir yang menghalangi manusia dari Islam dan menentang Rasul tidak akan bisa menimpakan mudharat sedikit pun kecuali pada diri mereka sendiri
  2. Ancaman kepada mereka. Pertama, semua tipu daya mereka pasti gagal. Kedua, semua amal mereka terhapus sia-sia dan tidak akan mendapatkan pahala.

Sumber: Tabloid Mediaumat edisi 184

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*