“Perang Ahzab” Kini

Dalam al-Quran sudah disebut bahwa orang zalim dan orang kafir itu mengamalkan ba’duhum awliya’u ba’dhan. Mereka itu saling dukung dan saling bantu. Sedangkan kita, umat Islam ini sangat sulit untuk bisa bersatu.” Begitu ungkapan mantan Ketua MPR Amien Rais saat berkhuthbah beberapa waktu lalu. Bagaimana dengan umat Islam? Din Syamsuddin mengatakan, “Jutaan umat Islam yang ada di Indonesia sudah saatnya bersatu dan tidak mementingkan kepentingan golongan. Dengan bersatu, kekuatan umat Islam akan sangat kuat di berbagai sektor.”Bersatu. Itulah kata kuncinya.
Sebagai contoh, Aksi Bela Islam II yang diikuti lebih dari 2 juta orang. Pesertanya beraneka ragam. Ada yang sehat tanpa kekurangan. Ada pula barisan penyandang tuna netra dan disabilitas. Banyak kalangan intelektual yang saya kenal turut hadir. Bahkan para profesor yang sehari-hari meneliti pun turut turun ke jalan pada 4 November 2016 itu. Saya pun bertemu dengan banyak tokoh dari berbagai organisasi Islam. Semua menyatu. Tujuannya jelas, menuntut penista al-Quran dihukum. Setelah aksi tersebut, sang Gubernur DKI Jakarta yang dalam beberapa kasus selalu lolos, penguasa yang tampak melindunginya, dan polisi yang tak kunjung melakukan penyelidikan, akhirnya sepakat menetapkan Ahok sebagai tersangka. “Bila tidak ada aksi demikian, mana mungkin dia bisa jadi tersangka. Paling bebas melenggang,” ujar Eddy, salah seorang tokoh Korps Mubaligh Jakarta kepada saya.Persatuan umat memang memiliki kekuatan dahsyat. Aksi damai umat Islam tersebut sangat mengguncang. Perubahan politik dimungkinkan terjadi saat itu. Sekadar contoh, sehari sebelum aksi, salah seorang anggota DPR RI menghubungi saya. “Bagaimana kondisi politik saat ini, menurut Bapak,” tanya Pak Effendi Simbolon kepada saya.

Saya jelaskan bahwa aksi yang akan dilakukan oleh umat Islam adalah aksi damai, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tuntutannya pun jelas: tangkap dan hukum Ahok. Dorongannya akidah Islam. Saya menambahkan pula bahwa opini yang ada di tengah masyarakat sekarang adalah penguasa melindungi penista al-Quran. Bila tetap penista al-Quran dibiarkan apalagi dilindungi, maka kondisi politik seperti tahun 1998 mungkin saja terjadi. “Masyarakat sangat terusik akidahnya,” tegas saya.

Hal ini merupakan salah satu saja di antara banyak bukti bahwa persatuan umat memiliki kekuatan dahsyat. Bukan hanya tingkat lokal, melainkan juga tingkat dunia. Karena itu tidak mengherankan Erdogan di KTT Organisasi Konferensi Islam beberapa bulan silam mengatakan, “Harapan terbesar kami adalah negara-negara Islam di seluruh dunia dapat menyampaikan pesan persatuan dan kebersamaan bagi semua umat Muslim. Tujuan kami adalah memberikan harapan kepada seluruh keluarga Islam di masa depan.”

Satu hal yang perlu dicatat, dulu penghinaan terhadap Islam sembunyi-sembunyi. Saat ini penistaan al-Quran dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. Bahkan penista al-Quran dibela. Umat Islam yang menuntut penista al-Quran diadili dianggap sebagai kaum radikal, bahkan dianggap ada teroris di dalamnya. Kapolri Tito Karnavian mengatakan, “Ada komponen-komponen garis keras termasuk jaringan-jaringan dulu yang pernah melakukan teror juga itu ada, dari hasil intelijen kita.”

Namun, itu dipandang mengalihkan isu. “Itu kan hanya untuk menggembosi saja, supaya umat takut ikut demonstrasi damai,” ujar seorang tokoh saat saya tanya sikapnya tentang hal tadi.

****

Itu hanya satu kasus. Umat Islam kini diserang dari sana sini. AS dan Rusia terus menggempur Suriah. Negeri Muslim itu pun luluh-lantak. Para pejuang Islam diserbu. Sang diktator Bassar Assad dibela. Human Rights Watch melaporkan hasil citra satelit pada Ahad (13/11/2016) yang mengungkapkan ratusan bangunan Muslim Rohingya di tiga desa dibakar. Perkampungan Muslim hancur, umat Islam terpanggang api.

Palestina tak kunjung reda. November ini diusulkan RUU yang melarang azan melalui speaker. Komite Menteri untuk Legislasi sudah menyetujui RUU tersebut. Alasannya, orang-orang harus punya waktu istirahat, tidak bising. Reaksi pun keras. Selain itu kini tengah dibahas RUU yang akan menetapkan perluasan pemukiman Yahudi di Tepi Barat.

Pada saat yang sama, survei yang dilakukan oleh perusahan riset asal Amerika Serikat, Pew Research, yang dirilis Senin, 11 Juli 2016, menunjukkan bahwa di 10 negara Eropa sentimen anti Islam meningkat. Kemenangan Trump sebagai AS menunjukkan wajah asli AS. Trump sangat anti Islam. Sikap politik AS yang akan semakin anti Islam pun mulai dapat dibaca.

Di dalam negeri, para pendatang Cina melonjak. Bahkan di daerah Bogor ada petani Cina tidak bisa berbahasa Indonesia. Negeri zamrud khatulistiwa ini pun benar-benar menjadi rebutan AS dan Cina. Ringkasnya, umat Islam kini sedang diserang dari berbagai penjuru.

Kondisi ini mengingatkan kita pada Perang Ahzab. Pada saat itu, Rasulullah saw. dan para Sahabat dikepung oleh pasukan koalisi (Ahzab) dari kafir Quraisy, Yahudi dan kabilah-kabilah yang menyerang beliau pada saat Perang Khandak. Apakah mereka gentar? Tidak! Apakah mereka takut? Tidak! Mereka tegap berjuang menghadapi Pasukan Ahzab. Mereka mempersiapkan diri seoptimal mungkin. Bahkan Rasulullah saw. dan para Sahabat berdoa. Tiga malam berturut-turut. Penuh kekhusyukan. “Ya Allah, Zat Yang menurunkan al-Quran, Zat Yang cepat hisab-Nya, hancurkanlah pasukan koalisi (Ahzab), porak posandakanlah mereka….”

Itulah doa yang dibaca berulang-ulang. Akhirnya, Allah SWT pun memberikan pertolongan. Musuh pun tunggang langgang.

Peristiwa penistaan al-Quran oleh Gubernur DKI Jakarta merupakan salah satu di antara kasus yang dihadapi umat Islam. Bagian dari “Perang Ahzab” abad ini. Kasus itu harus diselesaikan, namun banyak kasus lain yang tengah dihadapi. Umat Islam ini laksana sebuah kebun. Banyak pepohonan, buah bahkan bunga di dalamnya. Hanya saja, kebun itu tidak memiliki pagar. Tidak memiliki penjaga. Pohon, buah dan bunganya yang indah diperebutkan. Ada juga yang dihancurkan. Ketika ada perampok yang hendak mengambil kekayaan, harus dihentikan. Namun, hal yang tidak boleh dilupakan adalah membangun pagar. Pagar yang dapat menyelamatkan akidah, syariah, darah, kehormatan dan harta kekayaan umat. “Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah benteng. Rakyat diperangi di baliknya, dan dilindungi olehnya,” kata Baginda Rasulullah saw. seperti diriwayatkan oleh Imam Muslim.

WalLâhu a’lam. [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*