Setidaknya ada tiga kegagalan negara bangsa dan demokrasi dalam melindungi Muslim Rohingya.
“Gagal menjamin hak dasar manusia untuk mendapat hak dasarnya sebagai warga negara yang dilindungi, diakui, dijaga kehormatannya dan dijamin kesejahteraannya,” ungkap Anggota Kantor Media Pusat (CMO) Hizbut Tahrir untuk Asia Tenggara dan Timur Jauh Fika Monika Komara menyebutkan poin pertama, seperti diberitakan Tabloid Media Umat Edisi 186: Stop Pembantaian Muslim Rohingya!, 2-15 Rabiul Awal 1438H/Desember 2016.
Terbukti dari bagaimana rezim Burma yang telah melakukan berbagai ‘reformasi demokratis’ di negerinya dan baru-baru ini dipuji oleh negara demokratis Barat dan masyarakat internasional.
“Tapi reformasi ‘demokratis’ ini tetap tidak menjamin perlindungan terhadap darah dan hak-hak minoritas Muslim Rohingya,” ujarnya.
Kedua, gagal menciptakan tata dunia yang mampu mencegah tirani dengan segala bentuknya, apakah itu tirani mayoritas atas minoritas ataupun sebaliknya. Sistem dunia yang penuh standar ganda terhadap umat Islam ini hanya menyisakan upaya-upaya kerjasama internasional/regional yang lemah seperti PBB dan ASEAN, bantuan kemanusiaan setengah hati dari negara-negara tetangga, dan dialog basa-basi yang sama sekali mandul dalam menuntaskan tragedi Muslim Rohingya dan seluruh derita Muslim minoritas lain di berbagai belahan dunia.
“Alih-alih menjadi pahlawan HAM – seperti yang mereka klaim selama ini – negara kampiun demokrasi seperti Amerika Serikat, Inggris dan Eropa telah mengabaikan kekejaman rezim Myanmar, dan justru lebih memilih untuk mengejar kepentingan ekonomi dan politik mereka di negara ini yang kaya akan sumber daya alam,” bebernya.
Ketiga, gagal memberi ruang politik bagi solidaritas umat Islam, karena demokrasi dan nasionalisme juga telah mengaborsi rasa kemanusiaan para penguasa Muslim untuk menolong kaum lemah dan berhasil membutakan mata mereka akan salah satu tirani kemanusiaan terbesar abad ini.
“Mereka lebih memilih melindungi kepentingan ekonomi dan politik mereka dibandingkan memberi perlindungan kemanusiaan bagi saudara-saudara mereka Muslim Rohingya,” tegasnya.
Ia pun mencontohkan para penguasa Muslim Bangladesh, Malaysia dan Indonesia telah mendehumanisasi ratusan ribu Muslim Rohingya yang bukan dari bangsanya dengan menganggap mereka hanya sebagai pengungsi yang membebani, membiarkan mereka hidup terkatung-katung dan diperdagangkan oleh sindikat perdagangan manusia.
“Tidak heran karena para penguasa ini sejatinya adalah penguasa boneka hasil produksi kapitalisme sekuler,” pungkasnya.(mediaumat.com, 7/12/2016)