بسم الله الرحمن الرحيم
Jawab Soal
Pertanyaan:
Turki mengintensifkan kontaknya dengan Russia seputar medan Suria dengan tujuan untuk membuka kembali negosiasi rekonsiliasi model Amerika. BBC pada 3/12/2016 menyebutkan, “Mevlud Çavuşoğlu menyebutkan bahwa Turki bertukar pendapat dengan Russia… untuk mencapai solusi bagi krisis Suria. Presiden Turki Racep Tayyip Erdogan berdiskusi melalui telepon tentang masalah Suria dengan sejawatnya presiden Russia Vladimir Putin, minimal sebanyak tiga kali dalam satu minggu lalu. Sementara Çavuşoğlu bertemu dengan menteri luar negeri Russia Sergei Lavrov di Turki pada Kamis untuk membahas masalah yang sama”. Meski dengan semua itu. Russia tetap mengintensifkan serangan brutalnya terhadap Aleppo sampai-samai Russia menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB pada 5 Desember 2016 terhadap draft resolusi yang menyatakan penghentian aksi-aksi militer beberapa hari di Aleppo. Lalu apa yang mendorong Turki, meski dengan kebrutalan Russia itu, untuk melakukan pembicaraan dengan Russia?
Jawab:
Supaya jawabannya jelas kami paparkan perkara-perkara berikut:
Pertama, sejak lebih dari dua bulan lalu, Amerika menampakkan seolah-olah memperburuk sikapnya dengan Russia. Hal itu dalam konteks ketika terjadi kritik keras dari Eropa yang diarahkan ke Russia akibat kerasnya kebrutalan serangan udara Russia terhadap Aleppo. Demikian juga kerasnya penolakan di dalam negeri Suria untuk peran Amerika, dimana penolakan itu mencapai puncaknya dengan terjadinya penolakan oleh faksi-faksi kombatan yang bergabung dalam operasi Turki “Perisai Eufrat” terhadap eksistensi pasukan khusus Amerika di tengah mereka. Kemudian Amerika paham bahwa operasi militer yang lebih keras untuk menundukkan warga Suria dan orang-orang revolusioneris merupakan pra syarat mutlak yang wajib mendahului kembalinya negosiasi yang bisa menyediakan untuk Amerika sebagian elemen keberhasilan. Sejak saat itu, Amerika mulai mengumpulkan tipudayanya pada beberapa arah:
1- Amerika mendorong Russia untuk mempercepat pengiriman satuan militer yang lebih mematikan. Terlihat telah tiba kapal induk pengangkut pesawat Russia satu-satunya Kuznetsov ke pantai Suria pada 1/11/2016 bersama armada perangnya khususnya kapal penjelajah pengangkut rudal, dan langsung memulai operasi pengintaian di atas target-target Suria terutama di atas Aleppo. Ini tambahan terhadap pesawat-pesawat tempur dan peralatan tempur milik Russia di Suria khususnya di lapangan udara Humaimim.
- Amerika mendatangkan pasukan tambahan Iran dan kelompoknya, khususnya ke wilayah Aleppo.
- Amerika mendinginkan sebagian besar front lainnya di Suria melalui Saudi, Turki dan lainnya. Pengaruh negara-negara ini terjadi melalui dolar yang diberikan ke faksi-faksi yang berperang. Hal itu makin membesar dalam bentuk membunyikan alarm hancurnya gencatan senjata dan perdamaian. Terlihat bus sarat dengan orang-orang revolusioneris dan keluarga mereka ke Idlib. Semua itu untuk membuka ruang bagi rezim guna mengirimkan dukungan ke Aleppo dari front-front yang mendingin itu. Hal itu masih ditambah lagi dengan upaya negara-negara itu memicu fitnah di dalam Aleppo sendiri. Fitnah-fitnah itu yaitu bentrokan-bentrokan diantara orang-orang revolusioneris yang dikepung. Dan segala puji hanya bagi Allah, fitnah itu telah berhasil dikendalikan…
- Semua yang disebutkan sebelumnya masih ditambah dengan terus berlanjutnya kampanye Erdogan “Perisai Eufrat” dan upayanya menarik lebih banyak faksi-faksi kombatan yang berafiliasi kepada Turki ke pertempuran al-Bab setelah Jarablus. Semua itu untuk melemahkan front sebenarnya di Aleppo, yang mensuport dalam pembukaan blokade yang mencekik atas kota Aleppo dan daerahnya… (Laporan-laporan lapangan menyebutkan bahwa oposisi bersejata Suria kehilangan sepertiga wilayah yang dikuasainya di timur Aleppo. Hal itu disebabkan penarikan sejumlah besar kombatan oposisi dari front-front pertempuran di Aleppo untuk mendukung pasukan Turki dalam pertempurannya melawan ISIS dan kelompok-kelompok Kurdi dalam operasi “Perisai Eufrat”. Direktur observeratori Suria untuk Hak Asasi Manusia (the Syrian Observatory for human rights) Rami Abdurrahman dalam pernyataannya kepada Sky News arabic pada Senin menyatakan bahwa perintah-perintah Turki sampai ke para kombatan yang berafiliasi dalam pasukan Free Syirian Army untuk bergabung ke pasukan yang memerangi ISIS dalam operasi “Perisai Eufrat” yang diluncurkan oleh Ankara sebulan lalu melawan ISIS dan kelompok Kurdi yang ditakutkan oleh Ankara bisa meluaskan kontrol terhadap daerah-daerah perbatasan. Abdurrahman menjelaskan bahwa intervensi Turki adalah kata rahasia dan sebab penting kekalahan oposisi, akibat penggunaan faksi-faksi yang berafiliasi kepada Turki di Free Syrian Army dalam pertempuran Turki sendiri. Hal itu menyebabkan kosongnya front-front dari tentara oposisi yang diasumsikan dihadapi oleh pasukan Suria dan sekutu-sekutunya” (Sky News arabic, 28/11/2016).
Kedua, begitulah terjadi tekanan riil dan besar terhadap orang-orang revolusionaris Aleppo dengan lepasnya banyak distrik yang sebelumnya telah berhasil mereka bebaskan. Orang-orang revolusionaris itu pun dikepung di area yang lebih sempit dan terus terjadi pemboman sengit dan ancaman direbutnya distrik-distrik lainnya. Di sini meski ada seruan-seruan internasional yang meminta penghentian tembak menembak, Amerika menemukan kesempatan yang mungkin sebagai kesempatan yang tepat untuk menghidupkan jalur politik untuk solusi di Suria, di bawah iklim baru yang menuntut percepatan dan tidak mungkin ditunda. Hal itu ditujukkan oleh fakta-fakta berikut:
- Amerika paham bahwa pencabutan distrik-distrik penting sebelah timur Aleppo bukan akhir untuk revolusi Suria. Pembersihan orang-orang revolusionaris di berbagai daerah Suria merupakan mimpi yang mustahil dicapai. Amerika paham bahwa tahun-tahun revolusi yang panjang di Suria telah mengadakan iklim islami yang berbahaya. Oleh karena itu, Amerika bersegera untuk menghancurkan iklim ini. Politik dan lobi-lobi lebih efektif dalam menghancurkannya daripada alat-alat militer yang justru menambah bersinar iklim itu. Amerika yang telah putus asa bahwa pembunuhan dan penghancuran dan peningkatan keduanya, untuk bisa menundukkan rakyat di Suria. Oleh karena itu, Amerika sejak beberapa tahun telah menunggu kesempatan untuk solusi politik sesuai rencana-rencananya.
- Pemerintahan Obama saat ini akan meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari 2017. Obama masih bermimpi bisa meninggalkan Gedung Putih dengan keberhasilan yang bisa dicatatkan untuk pemeritahannya. Karenanya, setelah masuknya Pasukan Suria ke distrik-distrik Aleppo, Russia menyebutkan bahwa menteri luar negeri Kerry berupaya histeris untuk mencapai kesepakatan di Aleppo. Russia Today pada 28/11/2016 telah menyebutkan, “Yuri Ushakov deputi presiden Russia, pada Senin 28 November 2016 mengatakan: “jika Anda bertanya tentang upaya Kerry maka itu sangat intensif”. Ia menyusuli dengan mengatakan, “kita bisa menyifati upaya ini bahwa itu luar biasa, mengingat intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk kontak telepon diantara kedua menteri luar negeri Amerika dan Russia, di mana dalam kontak itu difokuskan pada satu masalah yaitu Suria”.
- Amerika mewakilkan kepada Turki dan melatihnya untuk melakukan peran politik menonjol mewakili Amerika, sampai pada tingkat seolah-olah bilateral Kerry-Lavrov digantikan oleh bilateral Russia-Turki. Ini yang menjelaskan kontak-kontak intensif Turki pada jangka waktu belakangan untuk mencabut distrik-distrik timur Aleppo. Demikian juga peningkatan histeris dalam pertemuan-pertemuan para pejabat Turki dengan sejawat mereka para pejabat Russia dan kunjungan-kunjungan para pejabat Turki ke Lebanon dan Iran… Kunjungan-kunjungan dan pertemuan-pertemuan Turki yang diintensifkan dan menyolok itu adalah sebagai berikut:
- “Hari Sabtu 26/11/2016 presiden Iran Hassan Rouhani di Teheran bersama menteri luar negeri Turki Mevlud Cavusoglu membahas krisis Suria, masalah-masalah regional lainnya ditambah masalah hubungan-hubungan bilateral kedua negara. Kantor berita republik Islam Iran, IRNA, memberitakan bahwa menteri luar negeri Turki melanjutkan diskusinya di Teheran dengan sejawatnya menteri luar negeri Iran Mohammed Jawad Zharif…” (Al-Jazeera.net, 26/11/2016).
- Dari pihaknya, kantor berita Anadul mengatakan, “Cavusoglu, menteri luar negeri Turki, bersama Riyadh Hijab membahas pentingnya penghentian tembak menembak segera dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Aleppo, disamping upaya yang dikerahkan untuk mengadakan solusi politik bagi pertikaian di Suria” (Al-Jazeera.net, 30/11/2016).
- Kunjungan Lavrov ke Turki pada 30/11/2016: “menteri luar negeri Russia, Sergei Lavrov, mengumumkan bahwa kesepakatan-kesepakatan Russia-Turki seputar Suria, pada tingkat militer, diplomatik dan politik, tinggal diimplementasikan…” (Russia today, 1/12/2016). Lavrov menambahkan, “Russia dan Turki akan melanjutkan pembahasan-pembahasan untuk mencapai solusi bagi krisis Suria secepat mungkin…” (Al-Jazeera.net, 1/12/2016).
- Presiden Turki Racep Tayyib Erdogan telah “mendiskusikan masalah Suria melalui telepon dengan sejawatnya presiden Russia Putin minimal sebanyak tiga kali dalam seminggu lalu…” (BBC, 2/12/2016).
- “Menteri luar negeri Turki, Mevlud Cavusoglu mengatakan dalam konferensi pers di kota Alanya Turki, dengan ditemani sejawatnya menlu Russia Sergei Lavrov, “kami sepakat pentingnya menghentikan tembak menembak untuk mengakhiri malapetaka” (BBC arabic, 1/12/2016). Ia mengatakan, “Turki berdiskusi dengan Russia dan Iran, dua sekutu Assad, dan juga dengan Suria dan Lebanon untuk mencapai solusi bagi krisis Suria” (BBC, 2/12/2016).
- Sputnik mengutip dari Samir Nashar anggota koalisi oposisi pada Kamis 1 Desember 2016 yang mengatakan, “terjadi pertemuan-pertemuan sejak tiga hari lalu dengan upaya Turki, dan itu sangat tertutup. Faksi-faksi yang bertemu adalah faksi-faksi yang Turki bisa melakukan suatu pengaruh atasnya, akan tetapi dari pertemuan-pertemuan itu tidak keluar hasil yang bisa dirasakan” (Russia today, 1/12/2016). Surat kabar the Financial Times pada Kamis 1 Desember 2016 menyebutkan bahwa sejumlah pemimpin oposisi Suria “melangsungkan pembahasan rahasia dengan para pejabat Russia melalui pengaturan oleh Turki untuk mengakhiri perang yang terus berlangsung di kota Aleppo. The Financial Times menambahkan bahwa “empat anggota dari oposisi yang ada di utara Suria memberitahunya bahwa Turki mengatur pembicaraan-pembicaraan dengan para pejabat Russia di ibukota Ankara” (BBC arabic, 1/12/2016). …”Gerakan “Ahrar asy-Syam al-Islamiyah” atas nama “front islami” memimpin negosiasi dengan para pejabat Russia untuk mencapai gencatan senjata di Aleppo. Hasilnya, mengharuskan pengeluaran para tentara dari “front Fatah Syam” melalui Al-Kastilo dan dibukanya jalan untuk mengungsikan orang-orang yang cacat dan sakit dari distrik-distrik timur di bawah supervisi tim di bawah PBB. Sumber-sumber al-Mudun menunjuk kepada perginya “Fatah Syam” untuk Aleppo akan terjadi melalui rencana Turki, dimana Ankara akan menangani masalah pemberian bantuan-bantuan ke distrik-distrik yang diblokade belakangan” (Al-Mudun, 3/12/2016).
- Adapun kerelaan Amerika terhadap pergerakan Turki itu, maka hal itu tampak dalam sambutan kementerian luar negeri Amerika terhadap negosiasi itu… “… Dan dalam briefing media, Mark Toner, juru bicara kementerian luar negeri Amerika pada Kamis 1 Desember 2016 mengatakan: “kami melihat laporan-laporan bahwa Russia bernegosiasi dengan orang-orang revolusionaris Suria…”. Toner mengatakan: “adapun reaksi kami, maka kami siap menyambut semua upaya riil yang ditujukan meringankan penderitaan rakyat Suria khususnya di Aleppo” (Russia today, 1/12/2016). Amerikalah yang berada di belakang apa yang terjadi apalagi Amerika bersepakat dengan Russia atas jalannya negosiasi dan rekonsiliasi. “Menteri luar negeri Russia pada Sabtu 3 Desember mengungkap bahwa sejawatnya menteri luar negeri Amerika John Kerry memberinya usulan-usulan seputar rekonsiliasi di Aleppo “selaras dengan sikap-sikap yang dipegang oleh Russia” (Russia today, 3/12/2016). … “Lavrov mengatakan di dalam konferensi pers bahwa Russia dan Amerika Serikat akan memulai pembicaraan-pembicaraan tentang penarikan dilakukan di Jenewa pada besok sore atau Rabu pagi. Ia menjelaskan bahwa menteri luar negeri Amerika John Kerry “mengirimkan usulan-usulan tentang rute-rute dan penentuan waktu penarikan” (Dar al-Hayat, 5/12/2016). “Ia menegaskan bahwa pihak Russia siap memulai diskusi mulai hari Senin 5 Desember 2016. Akan tetapi Washington meminta penundaaan sedikit untuk pertemuan para ahli. Diprediksi bahwa diskusi itu akan dimulai Selasa sore atau Rabu pagi” (Russia today, 5/12/2016). Karena semua itu, pergerakan Turki akhir-akhir ini dan intensitasnya, lebih berat dari keberadaanya bahwa hanya Turki saja yang berada di belakang semua itu. Ditegaskan bahwa Amerika lah yang mendorong Turki, selangkah demi selangkah… Amerika pulalah yang mengatur negosiasi-negosiasi dengan Russia sesuai usulan-usulan yang diberikan oleh Amerika kepada Russia pada waktu di mana pemerintahan Obama mengkalkulasi hari-hari itu dengan cermat, dengan harapan bisa merealisasi suatu keberhasilan walaupun hanya di Aleppo saja pada minggu-minggu tersisa dari masa pemerintahan Obama itu.
Ketiga: adapun kesempatan untuk keberhasilan Amerika dalam menempatkan faksi-faksi kombatan di meja perundingan dan menghidupkan kembali aktivitas politik di Suria, maka hal itu ditentukan oleh fakta-fakta berikut:
- Di dalam Suria, penolakan terhadap solusi damai makin meningkat. Warga Suria telah yakin tentang konspirasi negara-negara arab dan Turki terhadap mereka bersama Amerika dan Russia. Telah menjadi jelas dan tidak bisa diragukan lagi bahwa negara-negara itu menentang revolusi Suria… Situasi dalam negeri ini menekan faksi-faksi untuk memperbaiki jalannya setelah banyak tercemar dengan afiliasi luar negeri dan terpengaruh dengan dukungan finansial yang kotor. Hal itu tampak dalam perdamaian, gencatan senjata dan pendinginan berbagai front serta komitmen terhadap garis merah dan instruksi-instruksi dari ruang koordinasi MOC –Military Operations Center-. Pergerakan tiba-tiba rakyat di dalam Suria yang menekan faksi-faksi ini mendahului serangan rezim dan sekutunya terhadap wilayah timur Aleppo. Adapun sekarang, pergerakan itu makin membesar menyifati faksi-faksi yang melakukan gencatan senjata sebagai pengkhianat dan menuntut dikeluarkannya para pemimpin faksi-faksi itu dari rel. Berhadapan dengan serangan militer sengit itu, faksi-faksi di dalam Aleppo berinisiatif membubarkan diri dan membentuk Jaysy al-Halab (Tentara Aleppo) dan menjadi satu kekuatan. Itu merupakan langkah yang baik yang mudah-mudahan menuntun kepada terbebas dari afiliasi-afiliasi luar negeri di depan bahaya yang mengancam. “Samir Nasyar anggota koalisi oposisi Suria menyesalkan tidak diperolehnya hasil-hasil dalam negosiasi faksi-faksi dengan Russia di Turki. Ia menyesalkan bahwa keputusan asasi kembali kepada kelompok bersenjata yang bertahan di kota Aleppo. Ia mengatakan, “pertemuan-pertemuan itu tidak mengeluarkan hasil yang nyata sebab mereka yang diblokade di dalam kota Aleppo, keputusan mereka menjadi independen dari kepemimpinan mereka yang ada di luar kota, dan berikutnya keputusan tersebut memiliki independensi luar biasa berkaitan dengan orang-orang yang dikepung di dalam kota tersebut” (Russia today, 1/12/2016). Kelompok-kelompok bersenjata di dalam Aleppo itu tidak peduli dengan negosiasi-negosiasi khianat dan ancaman-ancaman brutal untuk menyerah yang terjadi di luar Aleppo. “Pejabat di oposisi Suria mengatakan bahwa komandan tentara oposisi tidak akan menyerahkan timur Aleppo kepada pasukan pemerintah. Hal itu setelah Russia berkata bahwa Russia siap melakuka pembicaraan-pembicaraan dengan Amerika Serikat tentang penarikan semua tentara oposisi dari kawasan tersebut, sesuai apa yang dinyatakan oleh kantor berita Reuters pada Sabtu…” (Al-Jazeera, 3/12/2016).
- Begitulah, rakyat yang bangun niscaya menemukan puncak revolusi “Aleppo” ada di bawah bahaya mengancam, mereka tidak terdorong untuk menyerah dan menyetujui solusi-solusi politik. Akan tetapi mereka justru terdorong dengan daya lebih besar untuk meluruskan jalan faksi-faksi yang berafiliasi kepada negara-negara arab dan Turki. Faksi-faksi yang dukungan finansial kepadanya diubah menjadi rem besar yang menghalanginya melajutkan revolusi… Begitulah yang buruk dibedakan dari yang baik… Yang buruk patuh kepada tuan-tuan di Turki, Saudi dan lainnya dan bergegas kepada aktivitas politik yang tunduk kepada Amerika, sekutunya dan kelompoknya dan jatuh ke parit mereka yang melakukan konspirasi terhadap revolusi… Sedangkan yang baik, tekad mereka benar dan tidak tunduk kecuali kepada Allah SWT. Yang baik inilah, dengan ijin Allah, yang akan membuat tipudaya yang dikumpulkan oleh Amerika, Iran, Russia, Turki dan negara-negara Arab menjadi debu yang ditiup angin.
Serangan brutal dan keteguhan legendaris perlawanan di Aleppo ini, semua itu tidak hanya mengungkap yang buruk dalam skala lokal saja, akan tetapi juga mengungkap semua yang buruk khususnya regional Iran, Saudi dan Turki. Iran berkontribusi dengan aksi-aksi pembunuhan brutal yang hanya dikalahkan oleh aksi-aksi pembunuhan Russia sesuai rencana Amerika. Saudi berkontribusi dengan dana kotor yang menyuapi sebagian faksi untuk berkontribusi dalam negosiasi khianat. Sedangkan Turki, mengambil penyesatan sebagai senjata untuk menjalankan rencana-rencana Amerika. Turki berteriak bahwa Turki tidak akan menghinakan Aleppo, nyata justru menghinakannya di depan mata. Bukan hanya itu. Bahkan kakinya yang tertanam di kawasan Aleppo tidak melindungi Aleppo dan malah dialihkan dari Aleppo ke wilayah yang jauh! Kemudian suaranya makin tinggi bahwa Turki tidak akan mentolerir Hamma kedua, nyatanya terjadi Hamma kedua dan ketiga tetapi Turki tidak bergerak dan diam saja! Ketika Turki dipermalukan oleh sikap-sikap ini, belakangan Turki berusaha kembali berteriak lebih keras lagi dan Erdogan menyatakan bahwa Perisai Eufrat yang dimaksudkan adalah “hengkangnya Asad”. “Presiden Turki Racep Tayyip Erdogan melalui pidatonya di forum yang didedikasikan untuk al-Quds (Jerusalem) di Istanbul pada Selasa 29 November 2016 mengatakan: “… dan kami masuk ke Suria bersama Free Syrian Army”. Erdogan menyusuli dengan ucapannya: “kenapa kami masuk? Kami masuk supaya kita bisa menghentikan pemeritahan diktator Asad yang meneror warga Suria dengan negara teroris. Masuknya kita bukan karena sebab lainnya” (Russia today, 29/11/2016). Akan tetapi belum sampai gema suaranya hilang, Erdogan menarik kembali untuk menyenangkan Rusia yang membom Aleppo siang dan malam! “Presiden Erdogan menyampaikan pidato dalam pertemuan tiga puluh Mehter yang diselenggarakan di kompleks kepresidenan al-Kulliyah. Presiden Racep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa operasi Perisai Eufrat yang terus berlangsung di Suria dipimpin oleh angkatan bersenjata Turki tidak menargetkan person atau negara tertentu. “Operasi yang berlangsung sejak 24 Agustus itu menargetkan organisasi-organisasi teroris” (TRT arabic, 1/12/2016). Russia paham bahwa pernyataan Erdogan tentang hengkangnya Asad adalah kosong dari makna. Menteri luar negeri Russia mengomentarinya pada Kamis 1 Desember 2016 dengan mengatakan: “Moskow dalam ranah praktis bersandar kepada kesepakatan-kesepakatan yang dicapai antara kedua presiden yang diimplementasikan dan bukan kepada pernyataan-pernyataan personal dari pihak yang banyak menyampaikan pernyataan” (Russia today, 1/12/2016)… Dan hari ini 7/12/2016 dalam kujungan Yildirim ke Moskow, ia menyatakan dengan jelas dalam wawancara dengan kantor berita Interfax Russia bahwa operasi Perisai Eufrat “tidak terkait dengan kejadian-kejadian yang terjadi di pusat kota Aleppo dan tidak ada hubungannya dengan operasi perubahan rezim Suria” (al-Khaleej on line, 7/12/2016).
Keempat: begitulah, Amerika berkoordinasi secara penuh dengan Russia dalam serangan-serangan brutalnya. Amerika lah yang ada di belakang “Perisai Eufrat” yang targetnya adalah menarik faksi-faksi dari front Aleppo ke operasi “Perisai Eufrat” dan berikutnya memperlemah front Aleppo… Demikian pula, Amerika jugalah yang mengatur negosiasi-negosiasi faksi-faksi yang mencurigakan dengan Russia dan yang berada di belakang mobilisasi Iran dan para pengikutnya. Kemudian Amerika lah yang berada di belakang dihalanginya senjata yang efektif dari oposisi. Hal itu tidak diubah dengan apa yang dilansir oleh media massa pada 7/12/2016 bahwa DPR Amerika telah “menyetujui rancangan undang-undang yang memberi kesempatan kepada pemerintahan presiden terpilih Donald Trump untuk mengirimkan rudal-rudal anti pesawat darat ke udara kepada faksi-faksi oposisi di Suria… Surat kabar the Washington Post mengutip bahwa rancangan resolusi tersebut mencakup beberapa batasan untuk mentransfer senjata-senjata ini” (Al-‘Arabiya, 7/12/2016). Keputusan itu datang pada injury time setelah Aleppo hampir hancur lebur, dan pengiriman senjata itu masih diragukan akan benar-benar terjadi. Dan jika pun benar terjadi maka itu akan menjadi senjata yang dilucuti! Senjata itu tidak akan digunakan kecuali dengan ijin dari musuh Islam dan kaum Muslim. Dan apakah tanaman berduri bisa diharapkan berbuah anggur?! Kemudian, rancangan undang-undang ini disetujui untuk diimplementasikan bukan sekarang, akan tetapi pada masa Trump yang sebelum masa pemerintahannya dimulai telah mengumumkan untuk meghalangi senjata dari oposisi! Sungguh itu merupakan penyesatan di atas penyesatan dan sungguh merupakan kedustaan yang besar …
Meskipu semua itu, Aleppo bagaimanapun penghancuran yang menimpanya, Aleppo akan bangkit kembali. Bumi Syam seluruhnya dan Aleppo khususnya akan menjadi duri beracun di tenggorokan Amerika, Rusia, para pengikut dan kelompoknya, yang akan mengguncang peraduan mereka dan membunuh mereka karena kejahatan-kejahatan mereka. Mereka tidak akan menikmati kemenangan yang mereka klaim. Mereka tidak bisa masuk negeri kecuali setelah menghancurkannya, itu adalah kemenangan palsu… Dan mereka tidak bisa mengalahkan para pejuang kecuali setelah para pejuang itu syahid adalah kemenangan yang kalah… Mereka mengumpulkan rudal-rudal, bom-bom barel, dan pasukan ribuan untuk menghadapi ratusan atau beberapa ribu. Meski demikian, mereka tidak bisa menghadapi para pejuang kecuali dengan pemboman dari udara dan kapal-kapal perang, maka itu merupakan kemenangan pengecut yang takut untuk menghadapi langsung para ksatria. Kemenangan seperti itu akan lenyap…
Sungguh, Amerika dan Russia serta sekutu, kelompok dan para pengikutnya ingin mengulangi kejahatan-kejahatan brutal mereka meniru sejarah teman-teman mereka sebelumnya kaum salibis dan Moghul Tatar dengan kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat di Irak dan negeri Syam. Akan tetapi, mereka tidak mengambil pelajaran dari nasib kaum salibis dan Moghul Tatar. Mereka telah dicampakkan oleh kaum Muslim dari negeri mereka dan kaum Muslim bangkit kembali. Kemuliaan Islam dan kaum Muslim pun kembali lagi. Khilafah mereka menjadi kuat kembali. Mereka pun membebaskan kota Heraklius dan kota itu menjadi kota Islam “Istanbul”. Mereka juga mendekati Moskow dan mengetuk pintu-pintu Wina. Hari-hari itu silih berganti dipergilirkan. Dan sungguh hari esok bagi orang yang menantinya adalah dekat.
﴿وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ﴾
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (TQS asy-Syu’ara’ [26]: 227).
Rabu, 8 Rabiul Awal 1438 H
7 Desember 2016 M
http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/40910.html#sthash.3SsbgJeo.dpuf